Imlek dan "Ukhuwah Wathaniyah"
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Imlek dan "Ukhuwah Wathaniyah"

Senin, 31 Jan 2022 10:12 WIB
Serian Wijatno
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
imlek
Dr. H. Serian Wijatno (foto: dok. pribadi)
Jakarta -

Perayaan Imlek tahun 2573 hampir tiba. Ini merupakan salah satu hari besar warga Tionghoa yang dirayakan di hari pertama bulan pertama, atau yang dikenal dengan pinyin (Zheng Yue) dan diakhiri dengan Cap Go Meh pada tanggal kelima belas saat bulan purnama.

Di Indonesia Imlek berawal di era Orde Baru, tepatnya pada tahun 1968. Tapi pada zaman itu, perayaan Imlek dilarang untuk ditampilkan di depan publik sebagaimana tercantum dalam peraturan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967.

Perayaan Imlek di Indonesia baru bisa dilakukan kembali secara terbuka setelah Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina. Alasannya sebagaimana tercantum dalam Keppres Nomor 6 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Presiden Republik Indonesia menimbang bahwa penyelenggaraan kegiatan agama, kepercayaan, dan adat istiadat, pada hakikatnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari hak asasi manusia."

Kemudian pada 9 April 2001, Gus Dur menetapkan Imlek sebagai libur fakultatif atau libur yang berlaku bagi mereka yang merayakannya. Imlek baru ditetapkan sebagai hari libur nasional oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri pada 2003.

ADVERTISEMENT

Kebijakan dua presiden pada era Reformasi itu adalah sebuah penegasan dan bentuk afirmatif dari negara bukan hanya terhadap hak asasi manusia, tapi juga menyadarkan akan kebersamaan anak bangsa. Karena sejatinya ketika siapapun yang sudah tinggal, lahir di negeri ini, bahkan ikut berjuang memerdekakan Indonesia, kita semua berhak menyandang sebutan sebagai anak bangsa ini.

Bahwa kemudian ada yang berbeda agama, itu adalah bagian dari keberagaman kita yang dibingkai Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Artinya, di sinilah kesadaran untuk menyadari keberagaman itu perlu diperkuat. Jika kita tidak bersatu dalam ikatan agama, pastikan bahwa kita bersatu dalam ikatan kebangsaan.

Saya teringat petuah tokoh ulama dari Jawa Timur yang juga mantan Rais Aam PB Nahdlatul Ulama KH Ahmad Shiddiq, yang pernah mengulas mengenai konsep ukhuwah (persaudaraan). Menurut beliau, ada tiga macam ukhuwah, yaitu ukhuwah Islamiyah yakni persaudaraan umat Islam, lalu ukhuwah wathaniyah yaitu persaudaraan bangsa, dan ukhuwah basyariyah yang dikenal sebagai persaudaraan umat manusia --bisa juga disebut ukhuwah insaniyah.

Penjabarannya lebih kurang adalah sebagai berikut. Konsep ukhuwah Islamiyah adalah seseorang merasa saling bersaudara satu sama lain karena sama-sama memeluk agama Islam. Umat Islam di mana saja. Kemudian dalam konsep ukhuwah wathaniyah, adalah sikap merasa saling bersaudara satu sama lain karena merupakan bagian dari bangsa yang satu, misalnya bangsa Indonesia. Ukhuwah model ini tidak dibatasi oleh sekat-sekat primordial seperti agama, suku, jenis kelamin, dan sebagainya.

Kemudian konsep ukhuwah basyariyah, seseorang merasa saling bersaudara satu sama lain karena merupakan bagian dari umat manusia yang satu di berbagai penjuru dunia. Dalam konteks ini, dasarnya adalah bahwa semua umat manusia sama-sama merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Hampir sama dengan ukhuwah wathaniyah, ukhuwah basyariyah juga tidak dibatasi oleh sekat-sekat primordial seperti agama, suku, ras, bahasa, jenis kelamin, dan sebagainya.

Dalam konteks perayaan Imlek ini, tampaknya konsep ukhuwah wathaniyah atau persatuan kebangsaan dapat menjadi rujukan kita dalam menyikapinya secara bersama. Dengan begitu kita sebagai sesama warga bangsa dapat saling menghormati terhadap apa yang dilakukan saudara kita dengan dasar kebangsaan dan kecintaan kepada NKRI.

Melalui jalinan ukhuwwah wathaniyah, persaudaraan sebangsa dan setanah air ini pulalah yang akan dapat melahirkan kecintaan terhadap Tanah Air, dan dari kecintaan atas Tanah Air itu akan muncul upaya untuk membela eksistensi tanah air tersebut dari berbagai bentuk ancaman, baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Semoga!

Dr. H. Serian Wijatno, SE, MM, MH Wakil Ketua Umum Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, Pimpinan PP Dewan Masjid Indonesia

Simak juga 'Keseruan Jelajah Kampung Pecinan Solo Jelang Imlek':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads