Ada pula orang-orang yang berhenti di pinggir jurang karena merasa bahwa tak mungkinlah ia melewati jurang yang lebar, padahal bagi beberapa orang yang diperlukan hanyalah keberanian untuk melompat. Mungkin ada di antara kita yang sedang berjalan, berlari, tetapi saya ingin membahas sedikit banyak tentang orang-orang yang terhenti di tepian jurang, yang takut melompat hingga akhirnya terkatung-katung di satu sudut kehidupan.
Seorang teman pernah mengatakan, "Aku harusnya sudah melompat lima tahun silam, tapi kamu lihat di mana aku sekarang? Aku masih saja termangu di pinggir jurang yang sama sejak lima tahun lalu." Lompatan itu bisa jadi adalah soal mengampuni seseorang, berpindah pekerjaan, meninggalkan kebiasaan buruk, atau memperbaiki relasi dengan pasangan. Orang zaman sekarang menyebutnya sebagai resolusi.
Manusia Bebas
Kata resolusi sedang dan akan kita dengar di akhir tahun dan di awal tahun. Dalam Mirriam Webster Dictionary, kata ini diartikan sebagai, "Membuat keputusan yang pasti dan serius untuk melakukan sesuatu." Salah satu contoh yang dikatakan di sana adalah, "Dia membuat resolusi untuk berhenti merokok." Dalam hal ini, orang mengalami bahwa ada hal lama yang harus ditinggalkan dan ada hal baru yang harus direngkuh. Hanya saja tak sedikit yang pada akhir tahun berikut menemui resolusi tahun ini terlewati begitu saja tanpa ada perubahan yang berarti dalam hidupnya.
Henri-Louis Bergson, seorang filsuf Prancis yang memenangkan penghargaan Nobel Sastra tahun 1927 karena ide-idenya yang kaya dan menghidupkan, mengutarakan sebuah pernyataan, "Ada berarti berubah, berubah berarti dewasa, dewasa berarti terus menciptakan diri sendiri tanpa henti." Dalam esainya berjudul Time and Free Will dia mengatakan tentang kesulitan manusia dalam mengubah hidupnya. Dia menulis, "Mungkin kesulitan masalahnya terletak terutama pada kenyataan bahwa kita memanggil dengan nama yang sama dan gambar untuk diri kita dengan cara yang sama." (1910).
Manusia terperangkap dengan kata-kata, "Aku memang seperti ini!" atau "Tidak mungkin aku berubah!" atau "Biar sampai di liang kubur takkan kuubah keputusanku!" Bergson menekankan pentingnya kesadaran bahwa manusia adalah makhluk yang bisa berubah. Manusia bukanlah makhluk yang tak bisa berubah, tetapi manusia yang amat mungkin membuat perubahan: dari orang yang pendiam menjadi lebih ramai; dari orang yang pendendam menjadi lebih mudah memaafkan; dari orang yang pemalas menjadi orang yang lebih rajin; dsb. Sebelum ajal menjemput, masih mungkin kita mengubah hidup kita.
Diri Sendiri
Tentang perubahan itu, saya tidak berbicara tentang perubahan semua orang, perubahan sebuah kota, perubahan sebuah keluarga, melainkan tentang perubahan yang dimulai dari diri sendiri. Seorang biarawan yang tak dikenal namanya pada abad ke 11-12 menuliskan sebuah tulisan yang sangat bermakna.
Ketika aku muda, aku ingin mengubah seluruh dunia. Lalu aku sadari, betapa sulit mengubah seluruh dunia ini. Maka aku putuskan untuk mengubah negaraku saja.
Ketika aku sadari aku tidak bisa mengubah negaraku, aku mulai berusaha mengubah kotaku.
Ketika aku semakin tua, aku sadari tidak mudah mengubah kotaku, maka aku mulai mengubah keluargaku.
Kini aku semakin renta, aku pun tidak bisa mengubah keluargaku. Ternyata aku sadari bahwa satu-satunya yang bisa aku ubah adalah diriku sendiri.
Tiba-tiba aku tersadarkan bahwa bila saja aku bisa mengubah diriku sejak dahulu, aku pasti bisa mengubah keluargaku dan kotaku. Pada akhirnya aku akan mengubah negaraku dan aku pun bisa mengubah seluruh dunia ini.
Resolusi adalah tentang mengubah dari dalam, tentang niat kuat untuk sebuah pembaharuan hidup. Resolusi bukan urusan orang lain, tetapi semata urusan masing-masing pribadi. Oleh karenanya kita memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.
Tahun baru adalah sebuah kesempatan untuk bertanya diri, "Akankah tahun yang baru akan kujalani dengan melakukan hal-hal yang sama? Ataukah ada hal yang lebih baik yang membuat hidupku lebih bermakna?"
Kekuatan dari Dalam
Menilik pada gambaran Bergson tentang waktu dan kehendak bebas (time and free will), kita bisa membandingkan manusia dengan makhluk lain. Berbeda dari banyak hewan dan tanaman yang hidup berdasarkan tindakan refleks atau yang biasa disebut sebagai gerakan yang dilakukan tanpa sadar dan segera setelah ada rangsang dari luar, manusia sebenarnya memiliki kemampuan reflektif yang memungkinkan dia diubah dari dalam.
Meski manusia mengalami lapar, haus, dingin, tetapi manusia bisa memilih untuk berpuasa, atau tetap berdoa di dalam rasa dingin. Meski sudah merasa disakiti, manusia bisa memilih untuk tidak membalas, tetapi malah melakukan kebaikan sebagai upaya untuk membangun relasi baik. Dalam gambaran Bergson, hal ini berarti ada sebuah kekuatan dari dalam yang memungkinkan sebuah perubahan. Ada daya yang muncul dari dalam untuk menggerakkan daya-daya dalam hidup kita.
Rasanya, hidup manusia berjalan statis dari pagi, siang, sore, malam dan kembali lagi ke pagi. Namun, tidak semua orang menjalani pagi, siang, sore dan malam dengan cara yang sama. Ada orang-orang yang menjalani setiap hari sebagai rutinitas belaka, tetapi tak sedikit orang terus mencoba memaknai hidupnya dengan belajar hidup lebih baik setiap harinya. Bentuknya macam-macam mulai dari upaya untuk menghapus dendam, meniti karier, bangkit dari keterpurukan, atau sekedar mulai belajar bangun pagi.
Sudah terbukti ada banyak orang yang membiarkan hidupnya berjalan begitu saja dan menjadi hancur karena dia tidak berkuasa atas kendali hidupnya. Hidupnya hanya atas dasar mencari rasa senang dan gampang. Sementara tak terhitung pula ada banyak orang yang bangkit dari suatu situasi buruk dan beranjak berubah memperbaiki hidupnya. Kita bisa mencarinya di buku-buku sejarah dan di kitab suci kita masing-masing. Semoga saja pada suatu hari nanti ada orang yang membaca dan mengenang kisah hidup Anda atau saya sebagai kisah orang yang mampu beranjak dewasa: terus menciptakan diri sendiri tanpa henti.
Selamat tahun baru untuk kita semua.
Martinus Joko Lelono pastor Katolik, tinggal di Yogyakarta
(mmu/mmu)