Tak terasa, tahun 2021 dua hari lagi akan segera berakhir. Banyak kenangan yang bisa kita refleksikan atas perjalanan kondisi ekonomi negara kita selama 2021. Mengenangnya untuk kita petik sebagai pelajaran, atas capaian apa yang berhasil, dan yang kurang berhasil. Hidup sebagai bangsa yang paripurna harus selalu menautkan aksi dan refleksi masa lalu, sebagai bekal untuk menjalani masa depan.
Tahun 2021 kita maknai sebagai tahun pandemi, kelanjutan dari kisah pilu tahun 2020 saat pandemi Covid-19 menerpa bangsa kita. Efek pandemi Covid-19 ini begitu dahsyat ke segenap kehidupan rakyat kita. Covid-19 menjangkiti lebih dari 4,2 juta rakyat, dan 144 ribu di antaranya meninggal dunia. Pandemi Covid-19 mengakibatkan sektor riil melambat, dan sesekali terhenti, dampaknya sangat dahsyat, 1,62 juta rakyat kita kehilangan pekerjaan, dan 2,76 juta orang diantaranya jatuh miskin sejak 2020.
Kita telah membuktikan sebagai bangsa yang kuat. Banyak tudingan, negara demokrasi besar tidak efektif pemerintahannya dalam menghadapi pandemi Covid19. Indonesia meruntuhkan thesis bahwa pemerintahan demokratis cenderung tidak efektif. Demokrasi dengan dukungan politik yang kuat membuat pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo sangat efektif. Hanya tiga bulan saja, dari akhir Juni hingga akhir September 2021 gelombang kedua Covid19 berhasil dikendalikan. Sampai penghujung tahun 2021, kita masih berhasil mempertahankan flattening the curve. Capaian ini patut kita syukuri, dengan tetap waspada atas ancaman varian omicron.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kita bersyukur juga mempertahankan keadaan ekonomi agar tidak jatuh. Sampai kuartal III 2021 kita masih diberkahi ekonomi tumbuh 3,24 persen. Melihat pergerakan sektor riil di kuartal IV 2021 saya optimis pertumbuhan ekonomi kita disepanjang 2021 bisa tumbuh minimal 4 persen. Prestasi ini menjadi modal yang baik untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,5 persen ditahun depan.
Torehan kinerja baik masih dicatatkan oleh pemerintah. Pendapatan negara hingga Desember 2021 mencatatkan kinerja yang luar biasa. Kinerja perpajakan, bea cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melampaui target yang diamanatkan oleh Undang Undang APBN 2021.Selama dua belas tahun, terhitung sejak 2008 kinerja perpajakan kita secara beruntun langganan short fall. Berkat kerja keras banyak pihak, khususnya Ditjen Pajak realiasi penerimaan perpajakan kita melampuai 100 persen.
Prestasi ini menambah modal ekonomi kita menghadapi tahun 2022. Sukses pencapaian pendapatan negara di tahun ini akan berkontribusi menurunkan defisit APBN kita. Saya memperkirakan defisit APBN kita di kisaran 5,3 persen PDB, capaian yang lebih baik dari patokan APBN diangka 5,7 persen PDB. Dampak ikutannya juga akan mengurangi porsi pembiayaan, khususnya pembiayaan utang.
Jalan pemulihan ekonomi di sepanjang tahun 2021 makin tegas menampakkan tapaknya. Neraca perdagangan kita mencatatkan torehan surplus selama 19 bulan secara beruntun. Puncaknya pada Oktober 2021 lalu neraca perdagangan kita mencapai US$ 5,73 miliar, mengalahkan torehan pada Agustus 2021 sebesar US$ 4,74 miliar USD. Perkiraan saya di sepanjang tahun 2021 ini neraca perdagangan kita akan berlanjut ke posisi surplus. Amerika Serikat, Tiongkok dan Jepang menjadi mitra dagang yang menopang surplusnya neraca perdagangan kita. Fenomena supercycle comodity, atau lonjakan harga komoditas dasar akibat adanya kenaikan permintaan secara global inilah yang menjadi berkah neraca perdagangan kita.
Indikator kesejahteraan sosial menunjukkan keadaan yang lebih baik. jumlah pengangguran di Indonesia ada sebanyak 9,1 juta orang per Agustus 2021. Jumlah itu turun sekitar 670.000 orang dari posisi per Agustus 2020 yang mencapai 9,77 juta orang. Penduduk miskin pada Maret 2021 sebesar 10,14 persen atau 27,54 juta orang, capaian ini lebih baik bila dibandingkan September 2020 dimana jumlah penduduk miskin mencapai 10,19 persen atau 27,55 juta. Saya memperkirakan jumlah penduduk miskin kita hingga akhir tahun 2021 akan sedikit naik sebagai efek panjang gelombang kedua Covid19. Hal ini menjadi pekerjaan besar kita ditahun 2022.
Tantangan 2022
Dua hari lagi kita akan segera berganti tahun menuju tahun 2022. Jatuh dan bangun adalah guru bagi insan yang bijak. Menapaki tahun 2022 kita masih akan menghadapi segenap tantangan yang tidak mudah. Akal budi adalah karunia mahal dari Tuhan untuk kita daya gunakan "membaca" tren dan berbagai kemungkinan ke depan. Kita harus mewaspadai segenap hal, antara lain:
1. Meluasnya varian omicron di segenap negara kembali mengoreksi pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara. Eropan Center for Desease Prevention and Control (ECD) telah mengingatkan sejumlah otoritas di Eropa bahwa varian omicron akan menyebabkan tingkat infeksi yang tinggi secara dominan di Eropa. Kita di penghujung tahun ini juga sudah kebobolan akibat sejumlah kedatangan orang dari luar negeri. Kita harus disiplin pengendalian kedatangan luar negeri, jangan sampai terjadi berbagai tindakan memalukan, seperti kabur dari karantina dengan menyuap petugas, atas nama pangkat dan kedudukan seseorang ditoleransi kebijakan karantina, dan perlunya meningkatkan alat kemampuan deteksi di setiap kedatangan internasional, dan manajemen kekarantinaan yang ketat. Jalan ini kita tempuh semata agar tidak terulang gelombang covid-19 yang ketiga, dan dampaknya memukul ekonomi kita lagi.
2. Bila harga komoditas, khususnya minyak bumi dan gas terus naik di tahun 2022 berkonsekuensi terhadap membesarnya kebutuhan subsidi energi. Pemerintah harus segera melakukan reformasi subsidi energi, agar plafon subsidi energi di tahun depan sebesar Rp 134 triliun tidak membengkak. Lebih penting lagi agar subsidi energi lebih tepat sasaran. Saya berharap selambatnya pertengahan tahun depan reformasi subsidi energi telah dijalankan.
3. Meningkatnya angka kemiskinan akibat pandemi Covid-19 memaksa kita merumuskan strategi percepatan penurunan kemiskinan yang tepat. Saya memperkirakan tingkat kemiskinan di akhir tahun 2021 sebesar 10,25 persen. Mengentaskan kemiskinan rakyat adalah salah satu pesan utama konstitusi. Oleh sebab itu agenda menurunkan tingkat kemiskinan rakyat haruslah menjadi porsi besar dalam kinerja pemerintahan kita. Agenda menurunkan kemiskinan harus dipadukan dengan penurunan stunting, dan reformasi subsidi untuk orang miskin. Saya berharap pemerintah dengan daya maksimal bisa mencapai penurunan tingkat kemiskinan sesuai target APBN 2022 dikisaran 8,5 -9 persen
4. Pasar keuangan global kemungkinan besar masih akan menghadapi ketidakpastian. Pangkal masalahnya karena Pandemi Covid-19 masih akan berlanjut di sejumlah negara, dan ketidakpastian sejumlah bank sentral negara maju menjalankan kebijakan tapering off, khususnya The FED. Krisis keuangan yang menimpa Evergrande perusahaan properti terbesar di Tiongkok yang mengalami gagal bayar juga harus kita antisipasi. Keadaan itu akan menghantam berbagai lembaga keuangan. Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) harus antisipatif kemungkinan dana keluar, yang memberi dampak tekanan besar terhadap nilai tukar rupiah.
5. Pandemi Covid-19 kemungkinan masih akan terjadi di sejumlah negara. Situasi ini berpotensi adanya stagflasi dan supply chain disruption. Pemerintah perlu memitigasi suplai komoditas kita yang berasal dari luar negeri, dan perlu menyiapkan antisipasinya bila sewaktu waktu terjadi ketersendatan pasokan suplai komoditas utama kita di dalam negeri.
6. Kebijakan ekonomi hijau akan menjadi tuntutan masyarakat global, terlebih Indonesia telah menunjukkan komitmennya diberbagai forum forum internasional, baik di G20 maupun COP 26. Langkah itu harus dilakukan nyata pemerintah di tahun depan untuk mendorong transformasi ekonomi kita menuju pembangunan yang rendah emisi dan ramah lingkungan.
7. Beban bunga dan pokok utang yang berpotensi terus naik menjadi beban fiskal. Tren kenaikan Debt Service Ratio (DSR) terjadi secara konsisten sejak 2013. Tahun 2020 DSR kita mencapai 46,76 persen, tahun ini kemungkinan di 48 persen, dan tahun depan perkiraan 49 persen. Tekanan beban bunga dan pokok utang pemerintah ini harus dimitigasi dengan upaya penurunan tingkat bunga utang kita, keragamaan sumber pembiayaan serta dukungan investasi, dan meningkatkan tingkat pendapatan negara.
8. Makin meluasnya penggunaan mata uang kripto sebagai alternatif pembayaran digital dan investasi harus diantisipasi oleh Bank Indonesia, OJK dan Bappebti. Saat ini kita masih memberlakukan rupiah sebagai alat pembayaran yang paling sah berdasar Undang Undang Mata Uang. Bank Indonesia sebagai otoritas pembayaran harus mempersiapkan antisipasi bila uang kripto makin merongrong kewibawaan rupiah. Penegasan ini untuk memastikan bahwa rupiah defakto maupun dejure masih dijalankan. Setidaknya Bank Indonesia harus memastikan kesiapan rupiah digital sebagai alat bayar. OJK dan Bappebti wajib meningkatkan literasi keuangan masyarakat terhadap uang kripto, sehingga masyarakat tidak menjadi korban lanjutan paska tragedi pinjaman online menjamur.
Kiranya ikhtiar pemikiran ini dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah. Dan memantabkan kita pada tahun 2022 menyongsong kehidupan yang lebih baik.
Jakarta, 30 Desember 2021
MH Said Abdullah, Ketua Badan Anggaran DPR RI
(fjp/tor)