Setelah terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2021-2026, KH. Yahya Cholil Staquf yang akrab dipanggil Gus Yahya menjadi magnet baru dalam wacana publik di Tanah Air. Pandangan-pandangannya mewarnai dan menginspirasi publik. Tidak hanya bagi warga NU, melainkan juga warga negara dari berbagai ormas dan agama. Penampilannya kalem, tapi gagasannya menghujam.
Yang menonjol dari manifesto Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU adalah Menghidupkan Gus Dur. Warisan dan pemikiran Gus Dur sebenarnya akan selalu hidup, khususnya melalui Gusdurian, anak-anak ideologis Gus Dur. Tetapi kata "menghidupkan" mempunyai makna progresif; gagasan Gus Dur harus hidup pada masa kini dan masa yang akan datang. Kata itu mempunyai energinya tersendiri, karena manifesto Menghidupkan Gus Dur akan didukung sepenuhnya melalui infrastruktur struktural NU.
Selama ini, gerakan Gusdurian lebih bernuansa kultural. Ada jutaan anak buah Gus Dur, baik di dalam negeri maupun luar negeri, yang secara sukarela berkumpul dan menularkan pikiran-pikiran Gus Dur. Mereka menyuarakan dan melindungi kaum tertindas. Mereka mendakwahkan pentingnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka menjaga negeri ini agar bebas dari intoleransi dan korupsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di panggung internasional, Gus Yahya menjadi sosok terdepan dalam menyebarluaskan pemikiran Gus Dur. Gagasan humanitarian Islam menjadi trade mark dari upaya Gus Yahya menyaringkan kembali gagasan Gus Dur. Islam humanis ibarat oase di tengah gersangnya nilai-nilai kemanusiaan di seantero dunia.
Pertarungan raksasa geopolitik antara Amerika Serikat dan China, antara Arab Saudi dan Iran, telah menjadikan dunia terbelah, bahkan tercabik-cabik. Muncul juga gerakan-gerakan ekstremis, yang menjadi beban dunia Islam semakin berat. "Kalau dunia terpecah belah seperti ini, peradaban manusia tidak akan bisa bertahan. Harus ada solusi yang serius", ujar Gus Yahya dalam banyak kesempatan.
Gus Yahya berani hadir untuk melantangkan gagasan "Islam Humanis". Dulu, gagasan ini ia usung sendiri sebagai komitmennya untuk Menghidupkan Gus Dur. Sekarang, setelah Gus Yahya menjadi Ketua Umum PBNU, saya akan melihat sebuah gerakan besar NU di dunia internasional. Beberapa hari sebelum Muktamar NU ke-34 di Lampung, saya dan Nadirsyah Hosein silaturahim ke Gus Yahya di Jakarta membincangkan pentingnya NU menginspirasi dunia dengan memaksimalkan peran Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) di berbagai belahan dunia.
PCINU Tunisia sudah meluncurkan www.khittah.id di Muktamar NU yang lalu, dan segera diluncurkan di Universitas Zaytunah akhir Januari, sekaligus momentum Harlah NU pada 21 Januari yang akan datang. "Kita harus rumuskan dulu gagasannya agar gerakan globalisasi NU ini dibangun di atas gagasan yang kokoh," pesan Gus Yahya kepada saya. Saya langsung menimpali, "Saya akan usung trilogi ukhuwwah hasil Muktamar NU 1984 di Situbondo, yaitu persaudaraan keislaman (ukhuwwah islamiyyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah), dan persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah insaniyyah)."
Dari percakapan ini, saya langsung menerawang jauh ke depan, bahwa NU di masa mendatang akan diwarnai dengan gagasan besar untuk menginspirasi dunia, yaitu Islam Humanis ala Gus Dur. Gus Yahya langsung merespons gagasan saya untuk menggerakkan PCINU-PCINU di berbagai belahan dunia. Saya menambahkan, "Saya sudah siapkan 18 orang yang fasih berbahasa Arab, baik lisan maupun tulisan, untuk menjadi juru bicara NU dan Indonesia di kawasan Timur-Tengah."
Gagasan Menghidupkan Gus Dur akan semakin luas gemanya, karena gerakan kultural didukung sepenuhnya oleh struktural NU. Kemitraan strategis antara gerakan kultural Gusdurian dan struktural NU akan menjadikan pemikiran Gus Dur semakin mengakar dan meluas, sehingga mampu mewarnai dan menginspirasi negeri ini. Gagasan Gus Dur akan diperbincangkan kembali dalam forum-forum struktural NU.
Gus Yahya, dalam beberapa kesempatan, menegaskan saatnya kita mengakhiri politik identitas. Kita harus hidup rukun, toleran, gotong-royong, dan tepo seliro lagi. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak sekali energi yang tertumpahkan akibat polarisasi politik. Bahkan, keterbelahan tidak hanya dialami antara warga NU dengan ormas lainnya, melainkan juga keterbelahan di dalam internal NU sendiri akibat narasi politik identitas.
Pesan Gus Yahya agar kita mengakhiri politik identitas dan polarisasi politik di dalam internal NU. Sebagai ormas keagamaan terbesar, NU harus menegaskan kembali jati dirinya sebagai ormas sosial-keagamaan. NU tidak boleh lagi dan tidak akan terlibat dalam kontestasi politik, khususnya pada Pilpres 2024. Tidak akan ada lagi Capres atau Cawapres dari NU. Intinya, NU harus konsisten menjadi penjaga Republik.
NU akan fokus menata kembali organisasi. Gagasan Gus Yahya untuk menata NU dengan memberikan kewenangan implementasi program pada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) merupakan pemikiran yang sangat brilian. Sebab PCNU-PCNU yang mempunyai basis riil dan berinteraksi langsung dengan warga dengan segala kebutuhan dan dinamikanya. Nadinya NU sebenarnya berada pada PCNU. PBNU dan PWNU mempunyai tugas untuk melakukan monitoring dan orkestrasi, sehingga program-program NU membawa dampak nyata pada tataran praksis.
Inisiatif untuk menata struktural dan membangun NU dari lapisan yang paling bawah akan menjadikan NU sebagai organisasi yang solid dan berperan dalam membangun negeri ini. Kemitraan strategis antara pemerintah dan NU akan memastikan program-program pemerintah tepat sasaran. Apalagi NU sedang mengalami bonus demografi kaum muda yang multi-talenta. Keterlibatan kaum muda akan menjadikan NU semakin produktif.
Manifesto Gus Yahya di atas ibarat angin segar bagi NU dan Indonesia di tengah situasi yang tidak menentu ini. NU akan memainkan peran sebagai organisasi sosial keagamaan yang ke dalam mampu melakukan rekonstruksi dan revitalisasi organisasi untuk mewujudkan kemandirian dan kedaulatan, tetapi ke luar akan menjaga NKRI dalam toleransi dan harmoni. Bahkan, NU akan memainkan peran yang nyata dan riil dalam konteks global.
Jika semua itu terwujud, maka NU akan dikukuhkan sebagai benteng republik. NU akan membangun persaudaraan sesama Muslim. NU akan membangun persaudaraan kebangsaan. Pada akhirnya, NU akan membangun persaudaraan kemanusiaan. Dari NU untuk Indonesia dan dunia. Saya optimis, NU di bawah kepemimpinan Gus Yahya akan mewujudkan semua itu.
Zuhairi Misrawi Mustasyar Pengurus Cabang Istimewa NU Tunisia, Dubes Republik Indonesia untuk Tunisia
Simak Video 'Gus Yahya Jadi Ketum PBNU, Pengamat: Bisa Jauhkan NU dari Politik Pragmatis':