Dalam konteks ilmu rijalul hadist, Gus Yahya satu periode di bawah Kiai Said Aqil. Dia pernah menjabat sebagai juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid pada 2009 hingga Gus Dur dilengserkan. Dalam konteks ilmu-ilmu keislaman Gus Yahya mengenyam pendidikan pondok pesantren dari Pesantren Krapyak, Yogyakarta asuhan KH Ali Ma'shum. Mbah Ali adalah sosok ulama yang egaliter dan demokratis. Hal ini terbukti di Krapyak seorang santri biasa memanggil kiai atau gurunya dengan sebutan pak.
Hal inilah yang membuat Gus Yahya memiliki kesan lebih egaliter dan mampu untuk berkomunikasi secara baik dan nyambung dengan generasi muda dan tua di dalam tubuh NU. NU dengan jumlah pengikut lebih dari 40 juta jiwa memang membutuhkan leader seperti Gus Yahya. NU membutuhkan figur yang lebih gesit dan lebih transformatif serta akomodatif terhadap fenomena baru. Di antara fenomena baru misalnya adalah diaspora warga NU dan juga munculnya lapisan generasi muda NU yang lebih plural dan mondial.
Salah satu keunggulan Gus Yahya adalah pemahamannya terhadap konstalasi politik di Timur Tengah sama baiknya dengan di Eropa dan Amerika. Dari sini akan terbuka lebar bagaimana harapan NU menjadi pemersatu di dunia akan bisa terealisasi. Hal ini yang tidak dimiliki oleh calon-calon yang lain.
Hanya yang menjadi ganjalan mungkin bagi beberapa orang Gus Yahya adalah figur yang seringkali disalahpahami oleh kalangan di dalam NU. Tentu masih hangat dalam memori kolektif kita bagaimana kontroversi kunjungan Gus Yahya ke Israel dan menjalin kerja sama mesra dengan para rabi Yahudi dan Zionis. Mispersepsi ini akan bisa dieliminasi jika banyak anak-anak muda yang berada di sekeliling Gus Yahya.
Rumah Besar
Mengutip dari apa yang dikatakan oleh Mbak Alisa Wahid dalam webinar yang diselenggarakan oleh PSKP UGM Yogyakarta bahwa NU tidak hanya asosiasi atau perkumpulan para ulama yang berbasis pesantren dalam rangka melindungi tradisi-tradisi keagamaan; NU juga sebagai sebuah afiliasi; di dalamnya terdapat ribuan pondok pesantren yang memiliki sanad dan jejaring yang rumit.
NU sebagai rumah besar organisasi perlu untuk memilih tokoh yang punya strong leadership, kepemimpinan yang kuat dan mampu menyatukan berbagai elemen di dalamnya. Penting bagi NU untuk mengangkat tokoh yang punya kepemimpinan kuat dan mampu memahami zaman (bashirun bi ahli zamanihi). Dan, dua hal itu sudah ada dalam diri Gus Yahya. Wallahu a'lam bi ashawaab.
Sholahuddin, S.S, MA alumnus Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta, Kepala Madrasah Aliyah NU Al-Mustaqim, Wakil Katib Syuriyah MWC NU Kecamatan Kedung Jepara, Jawa Tengah
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini