Optimalisasi Pajak Tahun 2022
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Optimalisasi Pajak Tahun 2022

Kamis, 23 Des 2021 10:34 WIB
Said Abdullah
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ketua Banggar DPR 2019-2024 Said Abdullah
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah. Foto: dok. Istimewa
Jakarta -

Pada periode Januari 2020-November 2021 pemerintah telah menyelesaikan 32 Proyek Strategis Nasional (PSN) senilai Rp 158,8 triliun. Tahun depan (2022) kita perkirakan masih terdapat 29 PSN yang akan selesai. Selain itu, masih terdapat proyek-proyek strategis baru yang akan berjalan hingga 2024, dan beberapa kegiatan besar seperti tahapan pemilu serentak di 2024. Untuk proyek strategis pemindahan Ibukota Negara setidaknya membutuhkan anggaran sebesar Rp 90 triliun hingga 2024. Tahapan hingga pelaksanaan pemilu 2024 minimal kita membutuhkan anggaran Rp 100 triliun, lalu kita juga masih melanjutkan proyek jalan tol trans Sumatera yang membutuhkan anggaran kurang lebih Rp 40 triliun.

Di atas adalah beberapa bagian saja dari rencana kerja anggaran yang kita butuhkan pada tahun tahun mendatang. Semua pekerjaan strategis di atas akan berjalan sesuai rencana bila ditopang penerimaan negara, khususnya perpajakan yang baik. Saya memberi apresiasi yang tinggi kepada pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan atas capaian kinerja perpajakan hingga November 2021 ini yang tumbuh baik dari tahun lalu.

Per November 2021 realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp. 1.082,6 triliun dari target APBN 2021 sebesar Rp.1.229,58, atau 88 persen. November tahun lalu penerimaan perpajakan kita masih 77 persen. Capaian kita tahun ini lebih baik, hal ini menandakan sinyal pemulihan ekonomi telah berjalan. Tumbuhnya penerimaan perpajakan kita tahun 2021 ini disumbang dari pertumbuhan PPh sektor migas. Membaiknya harga komoditas, khususnya migas memberi sumbangan pertumbuhan PPh migas hingga November 2021 ini sebesar 57, 7 persen. Bea dan Cukai juga menopang pertumbuhan penerimaan perpajakan dengan baik. Realisasi penerimaan bea dan cukai hingga November 2021 mencapai 232,25 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun kinerja penerimaan perpajakan menunjukkan kinerja yang membaik, akan tetapi masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita perbaiki terkait sektor perpajakan. Beberapa agenda yang harus kita perbaiki dan persiapan ke depan untuk menyempurnakan sektor perpajakan antara lain:

1. Penerimaan perpajakan sangat dipengaruhi oleh sektor komoditas. Padahal tidak semua sektor komoditas kita bisa diperbaharui. Minyak, gas, mineral dan batubara pada waktunya akan habis. Industri fosil ini di hulu dan hilir memberi kontribusi besar bagi kemerosotan lingkungan hidup. Sudah waktunya pemerintah ke depan menancapkan reformasi struktural sektor perpajakan lebih nyata. Untuk menandai tahapan reformasi struktural itu, pemerintah bisa berpijak pada Undang Undang No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Setidaknya ada tiga isu penting dalam UU HPP. Yakni masuknya pajak karbon, dan tax amnesty jilid 2, serta fleksibilitas tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketiganya dapat menjadi sumber penerimaan pajak baru bagi pemerintah di tahun 2022.

ADVERTISEMENT

2. Kita sangat serius mengurangi emisi. Masuknya pajak karbon dalam Undang Undang HPP salah satu wujud keseriusan itu. Nilai strategisnya, pembangunan kita ke depan rendah emisi. Pemerintah diberikan kewenangan untuk menyusun peta jalan pajak karbon agar ada transformasi energi kita menuju renewable energy, pada saat yang sama pajak karbon dapat mengangkat penerimaan pajak kita yang shortfall berkali-kali.

3. Untuk kedua kalinya pemerintah memberlakukan tax amnesty. Kita berharap tax amnesty jilid dua ini bisa menambah penerimaan pajak tahun depan antara Rp. 110-120 triliun. Jalan pahit ini terpaksa kita tempuh karena dua hal, bertujuan menambah penerimaan perpajakan, selain itu menjadi kesempatan terakhir bagi para penghindar pajak untuk membersihkan hartanya. Arah ke depan jalannya lebih keras, negara akan memberlakukan perampasan aset terhadap para pengemplang pajak, tindak kejahatan narkoba dan korupsi.

4. Undang-Undang HPP memberlakukan kenaikan tarif PPN sebesar 11 persen yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022, dan sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari2025. Kenaikan tarif ini juga memberikan tambahan amunisi buat penerimaan perpajakan. Namun, Undang Undang HPP tetap memberikan kelenturan sebagai kebutuhan kebijakan fiskal, pemerintah ke depan. Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengubah tarif PPN paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen. Kelenturan tarif ini dapat digunakan pemerintah untuk insentif dan disinsentif perpajakan untuk menopang arah pembangunan, misalnya untuk kegiatan renewable energi diberikan insentif, sementara energi fosil diberikan disinsentif.

5. Rendahnya kepatuhan pajak sesungguhnya adalah masalah lama, dan berlangsung hingga kini. Setidaknya ada tiga isu utama terkait rendahnya kepatuhan wajib pajak ini. Pertama, wajib pajak memang berniat menghindarkan pajak, sehingga kalaupun harus melaporkan SPT hanya sebagian saja hartanya yang dilaporkan, kedua; rumitnya sistem administrasi perpajakan, dan ketiga; rasio fiskus dan wajib pajak yang tidak imbang. Terhadap ketiga hal ini sesungguhnya dimandatkan kepada pemerintah untuk memperbaikinya.

Perihal penghindaran pajak (tax avoidance) pemerintah telah memiliki segenap instrumen hukum, mulai Undang Undang No 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, Undang Undang No 9 tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang dan Undang Undang No 7 tahun 2021 tentang HPP. Ketiga regulasi itu saya kira menjadi bekal yuridis yang cukup untuk mengantisipasi penghindaran pajak.

Terkait pembenahan administrasi perpajakan, Undang Undang HPP bahkan memerintahkan kepada pemerintah untuk memperbaiki sistem administrasi perpajakan, langkah ini untuk memberi kemudahan wajib pajak menyampaikan SPT. Namun pada saat yang sama Ditjen Pajak perlu memberikan literasi yang luas agar sistem dan administrasi perpajakan kita dipahami oleh rakyat.

Urusan rasio fiskus yang tidak sepadan dengan dengan jumlah wajib pajak, Undang Undang HPP memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk melibatkan pihak lain, dalam hal ini pihak yang terlibat transaksi antar pihak untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kita harapkan dengan kerja simultan ini rasio kepatuhan perpajakan kita bisa naik di atas 80 persen di tahun depan. Pada tahun 2020 ini rasio kepatuhan pajak mencapai 77,63 persen, tahun 2019 mencapai 73 persen.

6. Kebijakan integrasi NIK sebagai NPWP, harusnya wajib pajak kita meningkat drastis. Jika pada tahun 2020 jumlah penduduk kita yang bekerja sebanyak 128,4 juta setidaknya jumlah wajib pajak kita sebanyak itu. Sebelum kebijakan integrasi ini, pada tahun 2020 jumlah wajib pajak terdaftar dan wajib SPT hanya 19 juta, jauh di bawah penduduk kita yang bekerja. Dengan pembenahan administrasi perpajakan kita berharap jumlah wajib pajak kita meningkat drastis. Dan untuk mendorong peningkatan SPT, perlu integrasi layanan publik. Misalnya ada pemberitahuan via daring, sehingga dibutuhkan integrasi data dengan Kominfo, syarat pelaporan SPT bisa dijadikan syarat wajib layanan pendidikan, mendapatkan surat nikah, perpanjangan SIM atau STNK, dll

7. Transformasi penerimaan pajak kita harus didorong agar bertumpu pada PPh orang pribadi. Sebab bila masih bertumpu pada PPh badan sangat beresiko terhadap kondisi ekonomi domestik dan global. Jika kondisi ekonomi sedang lesu, PPh badan otomatis pasti menurun, dan dampak ikutannya penerimaan pajak kita juga akan terkoreksi. Artinya jika penerimaan perpajakan kita masih bertumpu pada PPh badan yang tahun 2019 hanya berjumlah 3,3 juta usaha, dan yang wajib SPT sebanyak 1,47 juta namun realisasi SPT hanya 963 ribu, maka risikonya akan lebih besar.

Demikian kiranya sumbangan pemikiran saya, dapat kiranya menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengambil langkah langkah melakukan reformasi perpajakan pada tahun 2022.

*) Said Abdullah adalah Ketua Badan Anggaran DPR yang juga politikus PDI Perjuangan.

(tor/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads