Kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis yang harus dipenuhi oleh setiap individu, baik individu yang sehat maupun individu yang sakit. Artinya dalam pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu tidak hanya aspek fisik, tetapi juga psikologis yaitu kebutuhan sosial, emosional, kultural, dan spiritual. Bagi individu yang sehat kebutuhan ini akan mudah terpenuhi, berbeda pada individu yang sakit atau sedang menjalani perawatan, kebutuhan ini harus dipenuhi oleh tenaga kesehatan.
Saya adalah seorang tenaga kesahan; profesi saya sebagai dosen keperawatan. Ada hal yang menggelitik di pikiran saya saat salah seorang sahabat bercerita tentang pengalaman dia selama dilakukan perawatan di rumah sakit. Pengalaman ini berawal pada saat sahabat saya menjalani perawatan akibat COVID-19. Dia menyampaikan ke saya, "Bu, bilangin ke mahasiswamu kelak saat jadi perawat perhatikan psikologis pasien. Kami ini pasien, saat di ruangan kami tidak hanya butuh obat, tapi kami juga butuh motivasi. Dan kami sulit mendapatkan itu selama mendapatkan perawatan di rumah sakit. Kami sering merasa bahwa saya ingin mati di ruangan itu, Bu."
Sahabat saya itu merasa stres dan frustrasi selama masa perawatan. Sebagai seorang perawat saya tidak rela dong ya ada yang mengintimidasi profesi saya. Saya mulai mengklarifikasi; bukannya perawat selalu memberikan obat-obatan, memberikan penjelasan, dan melakukan tindakan sesuai dengan kebutuhan pasien? Dan, saya rasa mereka sudah memberikan support yang baik untuk pasien.
Dan, kembali jawaban sahabat saya itu membuat saya berpikir ada sesuatu yang harus saya pelajari lagi dan ditekankan kembali kepada calon tenaga kesehatan khususnya perawat. Dia menyampaikan bahwa perawat selalu memberikan obat tepat waktu dan menyampaikan pesan untuk sabar dan ikhlas. "Kami sedang sakit, Bu dan tidak semudah itu untuk kami menerima, bersabar, dan ikhlas. Kami butuh kehadiran mereka secara nyata tidak hanya sekadar kata-kata. Mungkin itu juga yang menyebabkan banyak pasien yang tidak sembuh-sembuh bahkan meninggal."
Dari pernyataan itu saya melihat bahwa spiritualitas (energi batin, kekuatan, tenaga, semangat, motivasi) sangat dibutuhkan oleh pasien pada saat menjalani perawatan di rumah sakit. Dari pengalaman teman saya, memberikan motivasi tersendiri buat saya melihat kembali profesi yang sudah lebih dari 10 tahun ini saya jalani.
Saya mencoba membaca hasil penelitian, melihat bagaimana praktik keperawatan dengan cara observasi kegiatan tindakan keperawatan atau terkadang sharing dengan beberapa teman yang memang dia bekerja di rumah sakit. Dan, hasil yang yang saya dapat menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan psikososial dan spiritualitas kepada pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit masih sering terabaikan.
Kebutuhan spiritual dan psikososial kurang menjadi hal yang prioritas daripada kebutuhan fisik karena kebutuhan tersebut seringkali bersifat abstrak, kompleks, dan lebih sulit diukur. Sering dijumpai tenaga kesehatan hanya memberikan pemenuhan kebutuhan fisik tanpa memperhatikan pemenuhan kebutuhan spiritualitas dan psikologisnya.
Istilah spiritualitas seringkali disalahartikan dan dilihat sebagai sesuatu yang konteksnya sama dengan agama, keyakinan tertentu, aturan moral dan tradisi-tradisi. Spiritualitas pada dasarnya bukanlah sesuatu yang formal, terstruktur, dan terorganisasi seperti agama pada umumnya. Spiritualitas merupakan energi batin meliputi emosi dan karakter kekuatan, tenaga, semangat, moral atau motivasi.
Bagi individu yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, jelas ini merupakan tugas dari tenaga kesehatan dalam pemenuhan kebutuhannya salah satunya yaitu perawat. Sayangnya pemenuhan kebutuhan spiritual (spiritual care) oleh perawat masih terabaikan, padahal sangat dibutuhkan dalam proses perawatan pasien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek spiritual merupakan salah satu yang berdampak pada kondisi kesehatan pasien, sehingga penting untuk mencari tau hal-hal yang berkaitan dengan pemenuhan spiritual care oleh perawat. Nyatanya pasien tidak hanya membutuhkan obat-obatan (pemenuhan kebutuhan fisik), tetapi juga memerlukan dukungan psikologis (spiritualitas) termasuk pada pasien COVID-19.
Asuhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan termasuk perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan fisik semata. Pemenuhan kebutuhan spiritual sering terabaikan pada pasien, terutama pasien COVID-19 yang dia harus menjalani isolasi, tidak ada keluarga yang menunggu dengan tenaga kesehatan yang menggunakan APD Level III. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, akan menjadi stresor tersendiri bagi pasien yang selanjutnya akan memperburuk kondisi fisik pasien.
Pemerintah sudah menyiapkan dengan sangat luar biasa relawan yang untuk mengatasi wabah ini, tetapi mereka lupa bahwa pasien harus memenuhi kebutuhan psikologisnya dan fokus memenuhi kebutuhan secara fisik. Tidak hanya pasien, teman-teman sejawat saya perawat yang melakukan tugas sebagai tenaga kesehatan menyembuhkan negara ini dari COVID-19 juga mengalami beban kerja tekanan mental yang luar bisa pada saat menjalankan tugasnya sebagai perawat.
Dan, sayangnya itu pun masih sering terabaiakan. Mungkin ini juga yang membuat bahwa asuhan yang diberikan oleh perawat kurang optimal seperti yang disampaikan oleh pasien, ya karena beban kerja perawat yang tinggi.
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan. Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Ketika seseorang mendapatkan beban secara fisik ataupun secara psikologis, kebutuhan spiritualitasnya pasti akan terganggu.
Masalah kebutuhan spiritual sendiri sudah ada di diagnosis keperawatan yang artinya itu harus ditangani oleh perawat yaitu distres spiritual. Distres spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna tentang apa yang sedang terjadi, dan jika gagal mendapatkannya dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain, maka hal ini akan memperburuk kondisi pasien.
Pentingnya pemenuhan kebutuhan spiritual ini bagi pasien hendaknya dijadikan sebagai budaya menjadi jiwa bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang siap selama 24 jam mendampingi pasien dan memberikan asuhan keperawatan yang holistik.
Saya adalah seorang tenaga kesahan; profesi saya sebagai dosen keperawatan. Ada hal yang menggelitik di pikiran saya saat salah seorang sahabat bercerita tentang pengalaman dia selama dilakukan perawatan di rumah sakit. Pengalaman ini berawal pada saat sahabat saya menjalani perawatan akibat COVID-19. Dia menyampaikan ke saya, "Bu, bilangin ke mahasiswamu kelak saat jadi perawat perhatikan psikologis pasien. Kami ini pasien, saat di ruangan kami tidak hanya butuh obat, tapi kami juga butuh motivasi. Dan kami sulit mendapatkan itu selama mendapatkan perawatan di rumah sakit. Kami sering merasa bahwa saya ingin mati di ruangan itu, Bu."
Sahabat saya itu merasa stres dan frustrasi selama masa perawatan. Sebagai seorang perawat saya tidak rela dong ya ada yang mengintimidasi profesi saya. Saya mulai mengklarifikasi; bukannya perawat selalu memberikan obat-obatan, memberikan penjelasan, dan melakukan tindakan sesuai dengan kebutuhan pasien? Dan, saya rasa mereka sudah memberikan support yang baik untuk pasien.
Dan, kembali jawaban sahabat saya itu membuat saya berpikir ada sesuatu yang harus saya pelajari lagi dan ditekankan kembali kepada calon tenaga kesehatan khususnya perawat. Dia menyampaikan bahwa perawat selalu memberikan obat tepat waktu dan menyampaikan pesan untuk sabar dan ikhlas. "Kami sedang sakit, Bu dan tidak semudah itu untuk kami menerima, bersabar, dan ikhlas. Kami butuh kehadiran mereka secara nyata tidak hanya sekadar kata-kata. Mungkin itu juga yang menyebabkan banyak pasien yang tidak sembuh-sembuh bahkan meninggal."
Dari pernyataan itu saya melihat bahwa spiritualitas (energi batin, kekuatan, tenaga, semangat, motivasi) sangat dibutuhkan oleh pasien pada saat menjalani perawatan di rumah sakit. Dari pengalaman teman saya, memberikan motivasi tersendiri buat saya melihat kembali profesi yang sudah lebih dari 10 tahun ini saya jalani.
Saya mencoba membaca hasil penelitian, melihat bagaimana praktik keperawatan dengan cara observasi kegiatan tindakan keperawatan atau terkadang sharing dengan beberapa teman yang memang dia bekerja di rumah sakit. Dan, hasil yang yang saya dapat menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan psikososial dan spiritualitas kepada pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit masih sering terabaikan.
Kebutuhan spiritual dan psikososial kurang menjadi hal yang prioritas daripada kebutuhan fisik karena kebutuhan tersebut seringkali bersifat abstrak, kompleks, dan lebih sulit diukur. Sering dijumpai tenaga kesehatan hanya memberikan pemenuhan kebutuhan fisik tanpa memperhatikan pemenuhan kebutuhan spiritualitas dan psikologisnya.
Istilah spiritualitas seringkali disalahartikan dan dilihat sebagai sesuatu yang konteksnya sama dengan agama, keyakinan tertentu, aturan moral dan tradisi-tradisi. Spiritualitas pada dasarnya bukanlah sesuatu yang formal, terstruktur, dan terorganisasi seperti agama pada umumnya. Spiritualitas merupakan energi batin meliputi emosi dan karakter kekuatan, tenaga, semangat, moral atau motivasi.
Bagi individu yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, jelas ini merupakan tugas dari tenaga kesehatan dalam pemenuhan kebutuhannya salah satunya yaitu perawat. Sayangnya pemenuhan kebutuhan spiritual (spiritual care) oleh perawat masih terabaikan, padahal sangat dibutuhkan dalam proses perawatan pasien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek spiritual merupakan salah satu yang berdampak pada kondisi kesehatan pasien, sehingga penting untuk mencari tau hal-hal yang berkaitan dengan pemenuhan spiritual care oleh perawat. Nyatanya pasien tidak hanya membutuhkan obat-obatan (pemenuhan kebutuhan fisik), tetapi juga memerlukan dukungan psikologis (spiritualitas) termasuk pada pasien COVID-19.
Asuhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan termasuk perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan fisik semata. Pemenuhan kebutuhan spiritual sering terabaikan pada pasien, terutama pasien COVID-19 yang dia harus menjalani isolasi, tidak ada keluarga yang menunggu dengan tenaga kesehatan yang menggunakan APD Level III. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, akan menjadi stresor tersendiri bagi pasien yang selanjutnya akan memperburuk kondisi fisik pasien.
Pemerintah sudah menyiapkan dengan sangat luar biasa relawan yang untuk mengatasi wabah ini, tetapi mereka lupa bahwa pasien harus memenuhi kebutuhan psikologisnya dan fokus memenuhi kebutuhan secara fisik. Tidak hanya pasien, teman-teman sejawat saya perawat yang melakukan tugas sebagai tenaga kesehatan menyembuhkan negara ini dari COVID-19 juga mengalami beban kerja tekanan mental yang luar bisa pada saat menjalankan tugasnya sebagai perawat.
Dan, sayangnya itu pun masih sering terabaiakan. Mungkin ini juga yang membuat bahwa asuhan yang diberikan oleh perawat kurang optimal seperti yang disampaikan oleh pasien, ya karena beban kerja perawat yang tinggi.
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan. Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Ketika seseorang mendapatkan beban secara fisik ataupun secara psikologis, kebutuhan spiritualitasnya pasti akan terganggu.
Masalah kebutuhan spiritual sendiri sudah ada di diagnosis keperawatan yang artinya itu harus ditangani oleh perawat yaitu distres spiritual. Distres spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna tentang apa yang sedang terjadi, dan jika gagal mendapatkannya dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain, maka hal ini akan memperburuk kondisi pasien.
Pentingnya pemenuhan kebutuhan spiritual ini bagi pasien hendaknya dijadikan sebagai budaya menjadi jiwa bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang siap selama 24 jam mendampingi pasien dan memberikan asuhan keperawatan yang holistik.
Candra Dewi Rahayu dosen Keperawatan FIKES UNSIQ Wonosobo
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini