Selain itu, sejumlah kandidat-kandidat lainnya yang juga dari awal sudah masuk bursa survei sebagai capres utama turut meramaikan demokrasi melalui deklarasi pula, seperti yang telah dilakukan juga oleh relawan yang juga tampak akan memiliki afiliasi terhadap Gubernur Jawa Tengah. Relawan inilah yang akan mendukung secara penuh Ganjar Pranowo sebagai salah satu kandidat di dalam perhelatan politik nasional 2024 mendatang. Identitas yang koheren terhadap kader PDIP ini diberi nama Sahabat Ganjar. Dalam deklarasi tersebut, pihak relawan mengklaim sudah melakukan deklarasi dukungan di seluruh provinsi (34) untuk Ganjar.
Semula, sebelum adanya relawan yang mengatasnamakan Sahabat Ganjar, sedari awal sudah ada yang memulai, seperti relawan yang mengatasnamakan Ganjarist, yang secara realitas politik juga sudah mendeklarasikan dukungannya di sebuah rumah di Jalan Palem, Blitar. Sementara itu, deklarasi juga muncul untuk Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Pada saat yang sama, munculnya sejumlah deklarasi relawan capres 2024 tersebut ditengarai karena sejumlah hal ihwal. Pertama, mulai dekatnya momentum politik 2024, yang juga masih menjadi bahan diskursus mengenai pelaksanaannya dan hal ihwal dinamika yang berkembang mengenai kepemiluan.
Secara umum, masih cukup lama menjelang Pemilu 2024. Tetapi, dalam kalkulasi politik hal ini perlu dilakukan, karena untuk menghidupkan terlebih dahulu mesin-mesin politik yang ada. Tak hanya itu, sejumlah lembaga survei pun yang kredibilitas juga turut meramaikan hasil surveinya. Dan, telah menghasilkan sejumlah nama dan/atau tokoh; seperti dari Gubernur, Menteri, dan DPR, Ketua Umum Partai Politik, dan seterusnya.
Dalam sebuah survei yang sudah dilaporkan oleh Litbang Kompas, Oktober 2021 telah memberikan ilustrasi kepada khalayak publik. Hasilnya menunjukkan bahwa secara persentase masih saling kejar satu sama lainnya. Meski demikian, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo memperoleh hasil sebesar 13,9 persen. Kemudian, diikuti oleh para elite politik lainnya, seperti Anies Baswedan (9,6 persen), Ridwan Kamil (5,1 persen), Tri Rismaharini (4,9 persen), Sandiaga Uno (4,6 persen), Basuki T Purnama (4,5 persen), AHY (1,9 persen), Mahfud MD (1,2 persen), dan Gatot Nurmantyo (1,1 persen).
Sebagai komparasi, laporan hasil survei juga telah disampaikan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Survei ini dilakukan pada 15-21 September 2021. Dalam survei tersebut menunjukkan sejumlah nama yang tidak jauh berbeda dengan seperti survei yang telah disampaikan oleh lembaga lainnya. Secara umum, berdasarkan laporan tersebut, Prabowo Subianto (20,7 persen), Ganjar Pranowo (19,0 persen), Anies Baswedan (14,3 persen), dan sejumlah elite politik lainnya yang memperoleh di bawah 10 persen, seperti Sandiaga Uno, Tri Rismaharini, AHY, Ridwan Kamil, Mahfud MD, dan seterusnya.
Berdasarkan laporan dari kedua lembaga tersebut menunjukkan bahwa tiga urutan teratas selalu dihiasi oleh Ganjar, Pabrowo, dan Anies. Sudah menjadi rahasia umum, di antara ketiga sosok tersebut memiliki jabatan yang strategis, misalnya, Prabowo, selain menjabat sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, ia juga menjadi menteri di kabinet Jokowi. Kedua elite politik lainnya juga sama, yakni menjabat sebagai Gubernur di daerahnya masing-masing.
Namun, momentum panggung politik tersebut, tampaknya akan segera habis pada 2022 mendatang. Oleh karena itu, faktor kedua munculnya deklarasi relawan capres adalah untuk menciptakan panggung politik baru bagi para Gubernur yang akan habis masa jabatannya pada 2022.
Ketiga, untuk meningkatkan akseptabilitas publik terhadap para kontestan. Awalnya, sebelum munculnya sejumlah relawan capres 2024 itu, panggung depan politik (frontstage politics) kita juga dihebohkan dengan banyaknya spanduk, baliho, dan jenis serupa lainnya. Hal ini dilakukan sebagai salah satu langkah awal sebelum mesin-mesin politik dihidupkan. Tapi, hal tersebut juga secara praksis riil tampak tidak memiliki korelasi mutlak terhadap peningkatan elektabilitas dan popularitas, hanya sebagian kecil. Karena, sebagai pemilih, masyarakat sudah berpikir secara rasional; masyarakat membutuhkan komitmen kerja, termasuk gagasan cemerlang dari intitusi modern dan elite politik Tanah Air.
Jika tiada aral yang melintang, sejumlah tokoh atau elite politik lainnya juga dalam pentas politik bisa menjadi 'kuda hitam', yang tiba-tiba akan meramaikan konstelasi politik nasional. Sebagian besar, dari sejumlah partai politik yang akan menjadi peserta pemilu, tampaknya hanya PDIP yang hanya bisa mengusung calon presiden, tanpa melakukan koalisi dengan partai politik lainnya. Sedangkan, partai politik lainnya, harus dapat membangun koalisi agar mencapai presidential threshold. Menurut klausul peraturan, adanya ambang batas yang harus dicapai, yakni presidential threshold 20% suara nasional dan 25% kursi parlemen.
Politic-Intelligence
Sebagai institusi modern, partai politik seharusnya dapat menciptakan ruang lingkup organisasi yang inovatif dan bersifat egaliter. Dengan kata lain, dapat mengisolasi sikap hierarkis. Sebab, struktur organisasi yang bersifat sentralisasi akan cenderung mengabaikan aspirasi yang disampaikan oleh anggota (daerah), loyalis, dan masyarakat (voters). Sementara itu, partai politik yang juga dapat dikatakan sebagai entitas publik perlu memerhatikan struktur kepartaiannya, apabila mau mengambil 'hati pemilih', untuk mengetahui hal ini tentunya partai politik harus mewujudkan dan membentuk sejumlah divisi yang akan mengetahui identifikasi para pemilih.
Dalam bahasa lain, perlu mewujudkan divisi litbang. Sebagaimana sudah diketahui, bahwa litbang akan berkenaan dengan penelitian dan pengembangan institusi, terlebih partai politik sebagai entitas modern. Selain itu, hal ini juga sebagai salah satu bentuk konkret untuk dijadikan sebagai tool evaluasi secara komprehensif. Penelitian dan pengembangan sudah barang tentu akan menekankan pada kualitas perbaikan. Sebab, hasil dari litbang akan tersaji sejumlah data akurat yang telah diperoleh dari masyarakat, loyalisi, dan seterusnya.
Dalam perspektif saya, litbang masih belum menjadi prioritas bagi entitas modern ini. Artinya, belum berjalan secara maksimal. Padahal, secara periodik lima tahunan, pesta demokrasi selalu dilaksanakan. Namun, keadaan tampak masih belum berjalan ke arah yang lebih baik, justru terkatung-katung, seperti masih munculnya sejumlah konflik di internal partai, kepentingan jangka pendek, pragmatisme, praktik korupsi yang dilakukan oleh oknum tertentu, dan lain sebagainya.
Gambaran wajah partai politik di Indonesia masih begitu kurang baik. Bahkan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DPR dan partai politik juga belum merangkak ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian, parpol di Indonesia masih harus bergulat dengan tingkat kepercayaan. Tapi, tampaknya, parpol belum juga berbenah. Selain itu, muncul interpretasi yang berkembang, seperti perlu adanya reformasi partai politik.
Hadirnya divisi litbang bisa menelaah berbagai hal ihwal yang menjadi problematika internal dan eksternal. Misalnya, ketika ada monitoring, sebagian besar kegiatan akan selalu dimonitor. Dan, berawal dari litbang ini, akan diketahui sejumlah pesaing politik lainnya. Sebab, dalam aspek monitoring, ada dua elemen yang perlu diperhatikan, yakni monitoring internal dan monitoring eksternal.
Pertama, monitoring internal. Partai politik juga harus fokus terhadap pembenahan yang ada di internal organisasi, sebelum melakukan monitoring lainnya yang bersifat eksternal. Sebab, partai politik memiliki tujuan untuk mengagregasi kepentingan, merebut dan mempertahankan kekuasaan dan seterusnya.
Tak hanya itu, apabila partai politik tidak mampu mengindentifikasi permasalahan yang ada di internal, maka akan mengalami kesukaran dalam melacak upaya-upaya yang akan menggembosi parpol dan menimbulkan prahara serta resonansi yang ada. Sehingga, parpol di kemudian hari, akan selalu bergulat di internal, dan akan mengganggu kinerja partai politik sendiri. Dan pada akhirnya bermuara terhadap ditinggalkannya partai politik oleh konstituen, pemilih, dan loyalis, terutama party ID di Indonesia sangat lemah.
Dengan demikian, monitoring (internal dan eksternal) akan menghasilkan sebuah strategi dan taktik politik yang mutakhir, karena sesuai big data yang dimiliki hasil dari divisi litbang. Penelitian dalam sektor eksternal juga sangat perlu, seperti untuk mengetahui sejauh mana kontribusi partai politik selama ini. Apabila ditemukan belum maksimal atau masih jauh panggang dari api, maka sudah semestinya hal ini segera dievaluasi secara komprehensif dan sustainable.
Sejumlah program dan kegiatan parpol juga harus berorientasi pada kepentingan publik. Partai politik juga perlu menciptakan inovasi-inovasi politik. Inovasi politik ini sangat perlu untuk pengembangan institusi. Inovasi yang diciptakan harus memiliki nilai pembeda dengan strategi politik yang sudah digunakan oleh parpol lainnya, agar tingkat akseptabilitas masyarakat terhadap partai politik juga tinggi.
Partai politik juga harus mampu beradaptasi dengan perkembangan politik kontemporer; kegiatan seperti penelitian dan pengembangan tersebut harus dilakukan secara konsisten dan persisten. Pada dasarnya, untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan, membutuhkan kerja-kerja cerdas atau inovasi politik harus selalu menjadi penggerak dari setiap aktivitas intelektual partai politik. Akibatnya, setelah divisi litbang melakukan penelitian dan pengembangan, biasanya akan ada sejumlah rekomendasi atau masukkan bagi policy partai politik.
Imron Wasi mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia, peneliti di Banten Institute for Governance Studies (BIGS)
(mmu/mmu)