Peluang Strategis Presidensi G-20
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Peluang Strategis Presidensi G-20

Jumat, 19 Nov 2021 14:00 WIB
Dani Setiawan
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Apa Itu Presidensi G20 yang Diemban Indonesia? Ini Penjelasannya
Presiden Jokowi di KTT G20 (Foto: Instagram @jokowi)
Jakarta -

Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Roma, Italia mengesahkan presidensi Indonesia untuk tahun 2022. Prosesi serah terima dihadiri oleh Presiden Joko Widodo pada 31 Oktober 2021, dan mulai berlaku efektif sejak 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. Ini merupakan kepercayaan sekaligus tanggung jawab besar bagi Indonesia untuk terlibat menentukan desain tata kelola pembangunan dan perekonomian global.

G20 sendiri merupakan forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). Kekuatan negara-negara G20 sangat besar. Merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, 80% investasi global, dan 85% PDB dunia. Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.

Meskipun telah dibentuk sejak 1999 atas inisiatif negara G-7, tetapi peranan G-20 mengemuka dalam penanganan krisis keuangan global pada 2008. Saat itu, keadaan ekonomi dunia memang sedang genting. Krisis yang bermula dari sektor keuangan, merambat ke sektor-sektor ekonomi lainnya dengan cepat. Di sejumlah negara, terutama Amerika Serikat dan Eropa krisis ini memicu gerakan rakyat yang besar mengkritik kebijakan-kebijakan penanganan krisis lewat pengetatan fiskal dan moneter yang dianggap memberatkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di Amerika misalnya, muncul gerakan sosial yang menamakan dirinya Occupy Wall Street. Sebuah gerakan protes yang melibatkan mahasiswa, buruh, kaum feminis, aktivis lingkungan, tokoh agama, dan kelompok lainnya menentang kebijakan-kebijakan neoliberalisme dalam penanganan krisis. Berkat kemajuan teknologi informasi, gerakan ini berkembang secara internasional dan melahirkan gerakan serupa di banyak negara.

Tak pelak, G-20 yang memainkan peran utama dalam mengkoordinasikan kebijakan di tingkat global terkena sasaran kritik. Tekanan yang kuat muncul agar negara anggota G-20 memainkan peran penting untuk menyiapkan paket stimulus fiskal dan moneter yang kuat, mendorong reformasi lembaga keuangan internasional seperti Lembaga Moneter Internasional dan Bank Dunia, mengurangi beban utang, dan menghasilkan agenda kongkret menyelesaikan isu-isu pembangunan global lain seperti kemiskinan, pengangguran, ketimpangan, kerusakan lingkungan hidup, serta pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

ADVERTISEMENT

Tuntutan ini mudah dipahami. Anggota G-20 merupakan pemain kunci dalam organisasi-organisasi internasional. Pemilik mayoritas saham dan voting power di Bank Dunia dan IMF, mendesain perjanjian perdagangan multilateral lewat WTO, hingga memiliki andil penting pencapaian target penurunan emisi karbon maupun SDGs. Singkatnya, negara G-20 bukan saja forum dialog dan koordinasi, tetapi menentukan maju-mundur dan baik-buruknya tata kelola pembangunan internasional.

Peluang Strategis

Rangkaian pertemuan G-20 yang akan dilaksanakan di Indonesia pada 2022 berlangsung di tengah situasi dunia yang belum pulih akibat pandemi Covid-19. Bencana kesehatan besar yang menghantam hampir seluruh negara di dunia dan telah menimbulkan kerusakan serius pada sektor ekonomi dan sosial.

Situasi ekonomi dunia masih dibayangi ketidakpastian. Meskipun tren positif pertumbuhan ekonomi global telah dimulai, tetapi terdapat ketidakseimbangan yang nyata dalam proses pemulihan ekonomi antara negara-negara maju dan berkembang atau emerging countries. Pada saat negara-negara maju sudah mulai menuai hasil positif dan menormalisasi kebijakan ekonomi, negara-negara miskin dan berkembang masih berkutat dalam pemulihan yang membutuhkan dukungan stimulus yang besar dari negara.

Situasi kesehatan juga belum sepenuhnya pulih. Meski WHO memperkirakan 40 persen populasi dunia sudah vaksinasi pada akhir 2021, 70 persennya diharapkan bisa dilakukan pada pertengahan 2022. Tetapi hal ini sangat bergantung pada produksi dan distribusi vaksin yang merata, khususnya bagi negara-negara miskin dan berkembang. Sebuah isu yang amat krusial mengenai kecenderungan negara-negara maju memonopoli produksi dan distribusi vaksin.

Isu yang sejak awal menjadi perhatian adalah mengenai akses yang setara terhadap vaksin. Data Oxfam menunjukan, negara kaya yang mewakili hanya 14 persen dari populasi dunia, telah membeli 53 persen dari semua vaksin yang paling menjanjikan. Hal ini belum mencakup opsi untuk dosis tambahan yang telah diatur di dalam kontrak yang ketat. Sementara di 70 negara miskin, mereka hanya mampu memberi vaksin kepada satu dari 10 orang penduduknya pada 2021.

Masalah pengangguran, khususnya dialami oleh kelompok usia muda juga menjadi hal krusial terutama saat pandemi. International Labour Organization (ILO) mengkonfirmasi bahwa pekerja muda sangat terpukul oleh krisis pada 2020 di semua wilayah dan kelompok pendapatan negara. Kehilangan pekerjaan global antara 2019 dan 2020 diperkirakan 8,7 persen dialami oleh kaum muda, dibandingkan dengan 3,7 persen untuk orang dewasa (ILO, 2020)

Sejak dimulainya pandemi global, kaum muda menanggung beban terberat dari konsekuensi ekonomi yang besar dari pandemi COVID-19 melalui tiga jalur. Pertama, gangguan terhadap pendidikan, pelatihan, dan pembelajaran berbasis kerja. Kedua, meningkatnya kesulitan bagi pencari kerja muda dan pendatang baru di pasar tenaga kerja. Ketiga, hilangnya pekerjaan dan pendapatan, serta memburuknya kualitas pekerjaan. Selama fase awal krisis, data survei angkatan kerja yang terbatas pada April 2020 menunjukkan penurunan tajam dalam pekerjaan kaum muda dan peningkatan pengangguran kaum muda, terutama bagi perempuan (ILO, 2021).

Secara geopolitik, kerentanan juga masih tampak akibat rivalitas kekuatan negara-negara besar yang memicu terjadinya gangguan dalam bidang keamanan, perdagangan, dan investasi di tingkat regional dan global. Diperlukan suatu upaya nyata untuk membangun spirit kolektif membangun hubungan yang saling percaya, kerja sama, solidaritas, dan inklusifitas.

Presidensi Indonesia pada G20 menjadi peluang strategis. Mendorong desain pembangunan global yang inklusif, dalam arti melibatkan semua pihak, termasuk pemuda, perempuan, masyarakat madani, perguruan tinggi, kelompok bisnis yang menjadi acuan utama dalam menyusun agenda-agenda pemulihan ekonomi dan sosial. Meredakan ketegangan yang tidak produktif antar sesama anggota yang mengganggu stabilitas ekonomi dan politik di level regional maupun internasional.

Termasuk dalam hal ini juga kesungguhan Indonesia secara aktif menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang dan kelompok-kelompok rentan dalam agenda pembangunan internasional. Sebagaimana tema yang diusung Indonesia: Recover Together, Recover Stronger.

Momen ini harus dimanfaatkan pemerintah Indonesia untuk mengarahkan agenda dan kebijakan tata kelola pembangunan internasional yang lebih adil dan kokoh. Memastikan target pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan dapat dicapai, mendorong perdagangan yang adil, memberikan perhatian yang kuat pada sektor UMKM. Melanjutkan agenda reformasi arsitektur keuangan global agar lebih transparan dan berkeadilan. Memperluas skema-skema pengurangan atau penghapusan utang bagi negara-negara miskin dan berkembang, serta memperkuat jaring pengaman sosial secara merata bagi seluruh warga.

Last but not least, pemerintah Indonesia harus memiliki agenda yang kuat mendorong transformasi ekonomi hijau yang ditunjukan oleh komitmen kuat anggota G-20 pada penggunaan energi bersih, penghentian laju deforestasi, dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam.

Dani Setiawan pengajar FISIP UIN Jakarta

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads