Tanggapan terhadap Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus menjadi sangat liar. Topik bahasan menjadi sangat provokatif. Nadiem Makarim dituduh mencoba melegalkan perzinaan di kampus. Bagaimana ceritanya?
Dalam peraturan itu berkali-kali disebutkan istilah "tanpa persetujuan". Maksudnya adalah, tindakan apapun yang bersifat seksual adalah kekerasan bila tidak ada persetujuan dari objek, atau yang terkena perilaku itu. Itu soal logis saja, bukan?
Sebenarnya bukan hanya logis, deretan berbagai definisi tindakan yang dikategorikan kekerasan seksual itu menegaskan hal-hal yang selama ini kabur. Kata Nadiem Makarim dalam diskusi di Mata Najwa, tidak ada lagi ruang atau dalih untuk lari dari jerat hukum bagi pelaku tindakan seksual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi, apa masalahnya? Bagi sekelompok orang, dalam hal ini kalangan Islam, frasa "tanpa persetujuan" itu masalah. Masalahnya, kalau dibalik, kata mereka. Maksudnya, kalau ada persetujuan jadi boleh. Dalam tafsir mereka, kalau misalnya ada laki-laki dan perempuan berciuman, melakukan tindakan seksual secara suka sama suka di lingkungan kampus, maka tindakan itu menjadi boleh dengan adanya peraturan ini.
Anda yang biasa bernalar tentu akan berkerut kening mendengar tafsir itu. Tapi begitulah. Nadiem Makarim harus menjelaskan bahwa peraturan ini sangat spesifik untuk mengatur soal kekerasan seksual, bukan soal lain. Peraturan soal tindak asusila di kampus di berbagai level sudah banyak. Peraturan ini tidak mengubah peraturan yang sudah ada. Tanpa penjelasan Nadiem pun sebenarnya soal itu sudah sangat jelas, bagi yang berakal.
Masih ada keluhan lain. Kata para pengkritik, peraturan ini tidak memuat nilai agama. Apa maksudnya? Sebenarnya ini lagi-lagi keluhan turunan dari keluhan yang dinarasikan dalam bentuk fitnah tadi. Intinya, mereka menginginkan agar kampus secara spesifik menetapkan peraturan yang mencegah perbuatan zina.
Ini lagi-lagi usulan konyol. Kampus membuat peraturan hanya untuk mengatur kehidupan di kampus. Tujuan orang ke kampus adalah dalam rangka kegiatan belajar mengajar. Kenapa perlu ada peraturan tentang perzinaan? Ini kampus, bukan tempat hiburan. Sama halnya, di kampus tidak perlu ada peraturan khusus soal perjudian, pencurian, perampokan, pelacuran, dan lain-lain. Tiadanya peraturan spesifik soal itu bukan berarti perjudian, perampokan, pelacuran, dan sebagainya tadi dibolehkan.
Peraturan itu katanya tidak memasukkan nilai agama. Bagi mereka apa sih nilai agama itu? Mungkin harus secara tegas menyebut dalil-dalil, atau memakai istilah-istilah agama. Padahal substansinya jelas. Peraturan ini melindungi setiap orang dari tindak kekerasan seksual. Peraturan ini melarang tindak kekerasan seksual. Agama mana pun melarangnya. Peraturan negara memang tidak perlu secara khusus memakai istilah agama tertentu.
Setelah dijelaskan oleh Nadiem pun, pihak-pihak yang keberatan masih menuntut agar peraturan itu diubah. Alasan mereka, karena telah memicu polemik dan kontroversi. Sungguh konyol. Polemik dan kontroversi tidak disebabkan oleh isi peraturan, tapi oleh tafsir tanpa nalar terhadap peraturan itu. Karena itu Nadiem berkali-kali menegaskan agar peraturan ini dibaca dan dimaknai secara logis.
Berbagai pihak, khususnya para mahasiswa, terlebih mahasiswi, mendukung peraturan ini. Terlalu banyak kekerasan seksual terjadi, berlalu begitu saja. Para korban tidak menemukan peraturan spesifik yang bisa dijadikan basis untuk minta perlindungan. Juga tidak ada lembaga yang secara spesifik ditunjuk untuk menangani. Karena kedua masalah itu, kasus-kasus yang diadukan sering menguap begitu saja.
Selain itu, ada begitu banyak tindakan yang sebenarnya merupakan kekerasan seksual yang selama ini dianggap biasa. Itu karena tidak dinyatakan sebagai kekerasan seksual. Peraturan ini mempertegasnya. Ini jadi sebuah momentum penting dalam pendidikan kita. Orang-orang diberi tahu dengan tegas, bahwa hal-hal yang selama ini dianggap biasa adalah sebuah tindak kekerasan seksual.
Semoga keberatan-keberatan konyol yang menjurus ke fitnah tadi segera berakhir. Selanjutnya kampus-kampus perlu secara serius melakukan berbagai upaya pencegahan kekerasan seksual berbasis pada peraturan ini.
(mmu/mmu)