Telah terjadi kecurangan dalam tes seleksi masuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyatakan ada 9 titik lokasi pelaksanaan tes tempat berlangsungnya berbagai kecurangan. Sejauh ini ada 225 peserta tes yang diduga melakukan kecurangan.
Tes seleksi CPNS kini dilakukan dengan cara yang canggih, berbasis komputer, tidak lagi dengan tes tertulis secara manual seperti zaman dulu. BKN sudah membuat sistem yang tadinya dianggap sulit dibobol. Tapi ternyata para peserta tes bisa mengakali sistem itu, baik secara mandiri maupun atas bantuan orang lain. Cerita klise terjadi, yaitu adanya keterlibatan orang dalam. Termasuk di dalamnya keterlibatan Kepala BKPSDM di suatu kabupaten. Kecurangan dilakukan antara lain dengan mengambil alih komputer peserta tes, mengendalikannya secara remote, lalu joki membantu peserta mengisi tes dari jauh.
Sebelumnya juga diberitakan soal adanya ratusan orang yang tertipu oleh janji adanya bantuan untuk masuk menjadi pegawai negeri. Mereka membayar puluhan juta rupiah, tapi ternyata akhirnya tidak mendapatkan yang dijanjikan. Penipuan ini melibatkan putri artis masa lalu, Nia Daniati.
Berita seperti itu, yaitu orang berduyun-duyun ikut seleksi masuk pegawai negeri, lalu kecurangan saat pelaksanaan tes, dan adanya orang tertipu saat mencoba menyogok agar bisa menjadi pegawai negeri terus terdengar. Menjadi pegawai negeri masih merupakan mimpi banyak orang. Sebagian mencoba bertarung dengan jujur. Tapi ada orang-orang yang sampai berani melakukan kecurangan. Juga berani berkorban demikian besar, mempertaruhkan puluhan sampai ratusan juta. Padahal posisi yang diburu hanya pegawai negeri, dengan gaji beberapa juta rupiah saja.
Mengapa begitu banyak orang yang berminat, dan mengapa sampai banyak yang nekat melakukan kecurangan? Jawaban utamanya adalah karena begitu banyak orang yang membutuhkan pekerjaan, alias tingginya angka pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka Februari 2021 adalah 6,26%. Khusus untuk angkatan kerja usia 21-24 tahun tingkat penganggurannya adalah 17,66%, meningkat 3,36% dari tahun sebelumnya. Ada hampir 9 juta orang yang menganggur, dan ada sejumlah yang sama pula yang setengah menganggur. Dalam situasi tidak punya pekerjaan, menjadi pegawai negeri tentu sangat menarik.
Itu masih ditambah lagi dengan berbagai daya tarik yang melekat pada posisi pegawai negeri itu. Ada gaji tetap, juga uang pensiun. Yang paling menarik tentu saja, tidak ada istilah PHK. Bagi banyak orang, bekerja di sektor swasta disertai beban yang tidak diinginkan, yaitu ancaman PHK. Ancaman itu tidak berlaku bagi pegawai negeri.
Pemerintah sendiri membuat posisi pegawai negeri itu menarik. Meski sudah sejak 20 tahun yang lalu disadari bahwa jumlah pegawai negeri sudah terlalu banyak, dan harus dikurangi, pada praktiknya pemerintah terus menambahnya. Membuka lowongan pegawai negeri adalah salah satu cara yang mudah untuk menekan angka pengangguran. Janji pemerintah untuk tetap membuka penerimaan pegawai negeri membuat minat untuk jadi pegawai negeri itu terus membara.
Masalahnya tentu saja bukan pada tingginya minat untuk menjadi pegawai negeri, tapi adanya kecurangan tadi. Ada orang-orang yang masih mau membayar untuk menjadi pegawai negeri menunjukkan bahwa praktik jual beli pos pegawai itu masih ada. Artinya, birokrasi kita masih sangat korup. Lalu ada orang-orang bermental korup, ingin masuk dengan cara yang korup, untuk melestarikan sistem yang korup itu.
Daya tarik lain menjadi pegawai negeri selain soal stabilitas status kepegawaian tadi adalah adanya harapan untuk mendapatkan pemasukan sampingan dalam berbagai bentuk. Jadi, meski gajinya rendah, orang tetap bisa punya penghasilan besar dengan menjadi pegawai negeri. Ringkasnya, persepsi korupsi terhadap birokrasi pemerintah masih tinggi.
Kecurangan dalam tes masuk pegawai negeri tidak bisa dipandang sebagai soal teknis, dan hanya diatasi dengan memperbaiki sistem seleksi. Persoalan yang lebih besar dari itu adalah birokrasi yang masih dianggap korup, sehingga orang berani mencoba memasukinya dengan cara yang korup. Ini tentu saja bukan sekadar soal anggapan saja. Birokrasinya memang masih korup. Menyikapi kecurangan tes masuk tadi harus jadi satu paket dengan usaha keras untuk membersihkan birokrasi.
(mmu/mmu)