Hadiah Nobel bidang ekonomi tahun 2021 diberikan pada tiga ekonom Amerika Serikat yaitu David Card, Joshua Angrist, dan Guido Imbens. Kontribusi mereka dalam bidang ilmu ekonomi adalah riset tentang upah minimum, imigrasi, dan ketenagakerjaan dengan metode eksperimen alami. Hasil penelitian mereka memberikan kontribusi pada metode penelitian di bidang ketenagakerjaan, terutama pada fenomena imigrasi dan penetapan upah minimum.
David Card, seorang profesor ekonomi dari University of California, Berkeley mempelopori riset di bidang ketenagakerjaan, secara khusus tentang dampak upah minimum terhadap ketenagakerjaan. Adapun Joshua Angrist yang merupakan profesor ekonomi dari Massachusetts Institute of Technology dan Guido Imbens profesor ekonomi dari Stanford University adalah para ahli ekonometrika yang berkontribusi pada model kausalitas yang digunakan dalam desain eksperimen natural dari penelitian-penelitian tersebut.
Nobel Ekonomi 2021 ini relevan dengan salah satu isu ekonomi nasional pada masa pandemi COVID-19 yaitu masalah ketenagakerjaan. Pada Agustus 2020 angka pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 9,77 juta orang atau sekitar 7,07 persen. Angka ini diperkirakan mengalami kenaikan menjadi 7,1 sampai dengan 7,3 persen pada Agustus 2021. Kenaikan jumlah pengangguran terbuka ini tidak lepas dari kondisi pandemi yang berdampak pada sektor-sektor ekonomi yang menyerap banyak tenaga kerja seperti sektor pariwisata, akomodasi, perdagangan, dan industri pengolahan.
Salah satu tema menarik terkait dengan masalah ketenagakerjaan di Indonesia adalah penetapan upah minimum yang selalu memicu kontroversi dan perdebatan antara asosiasi pengusaha, serikat buruh, dan pemerintah. Asosiasi pengusaha menyampaikan argumen untuk melakukan kompromi atas penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) dengan alasan beban biaya produksi yang terus meningkat.
Adapun serikat buruh menyampaikan argumen bahwa penetapan UMK sebenarnya masih jauh di bawah standar kesejahteraan buruh. Pemerintah sendiri mempunyai pendapat yang berbeda, yaitu penetapan UMK juga memperhatikan kepentingan yang lebih besar yaitu pengaruhnya terhadap ketenagakerjaan. Dalam hal ini pemerintah mengingatkan bahwa penetapan UMK yang tidak berhati-hati bisa berdampak pada penciptaan lapangan pekerjaan baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilema
Penentuan upah minimum di Indonesia selalu dihubungkan dengan iklim investasi. Beberapa waktu yang lalu pengesahan Omnibus Law yang sampai saat ini memicu kontroversi juga memuat pengaturan upah minimum dan masalah pengaturan kontrak perusahaan dengan pekerja yang dianggap merugikan pekerja. Argumentasi yang diajukan pemerintah dan juga asosiasi pengusaha adalah upah minimum yang terlalu tinggi bisa menyebabkan pengurangan jumlah orang yang bekerja.
Hal ini berdasarkan analisis permintaan dan penawaran tenaga kerja dengan kurva permintaan tenaga kerja. Dalam kurva tersebut, kenaikan upah minimum yang bukan berdasarkan kenaikan permintaan terhadap tenaga kerja (misalnya karena penetapan upah minimum oleh pemerintah) menyebabkan pasar tenaga kerja mengurangi permintaan terhadap tenaga kerja karena perusahaan tidak bersedia membayar tenaga kerja dengan upah yang ditetapkan. Jika perusahaan mengurangi permintaan terhadap tenaga kerja, maka akan meningkatkan jumlah orang yang tidak bekerja (pengangguran terbuka).
Ikhsan (2005) dalam sebuah kertas kerjanya menulis bahwa sejak krisis ekonomi tahun 1998, kenaikan upah riil meningkat di atas kenaikan produktivitas. Kenaikan upah riil ini disebabkan karena kenaikan upah minimum regional (Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota). Dalam studinya, Ikhsan juga mengemukakan bahwa kenaikan upah minimum ini menyebabkan menurunnya daya saing produk manufaktur Indonesia jika diukur dengan biaya tenaga kerja.
Kenaikan upah minimum juga menjadi penyebab berkurangnya kesempatan kerja di sektor formal. Hal ini berdasarkan adanya pemindahan industri manufaktur penanaman modal asing (PMA) dari Indonesi ke Vietnam pada 2003-2005.
Pada sisi lain, paper dari Card et al., (1994) yang menganalisis dampak upah minimum dan penciptaan lapangan kerja dengan setting pekerja di restoran cepat saji di New Jersey dan Pennsylvania AS, menemukan bahwa kenaikan upah minimum tidak menyebabkan berkurangnya lapangan pekerjaan bagi para pekerja berpendidikan rendah.
Paper dari Card et al., (1994) ini adalah salah satu studi awal yang dianggap menjadi pondasi penelitian ketenagakerjaan dan menyebabkan penulisnya menjadi penerima Hadiah Nobel bidang ekonomi tahun 2021 ini. Apakah kemudian kajian ini juga bisa menjadi dasar dalam kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia? Kelompok terbesar ilmuwan di bidang ekonomi ketenagakerjaan mendukung tesis yang menjelaskan bahwa upah minimum yang ditetapkan tanpa mekanisme penawaran dan permintaan tenaga kerja beresiko menyebabkan kenaikan jumlah pengangguran.
Harus Disesuaikan
Penetapan upah minimum di Indonesia harus disesuaikan dengan karakteristik pasar tenaga kerja di Indonesia yang berbeda dengan kondisi di negara maju. Karakteristik pasar tenaga kerja di Indonesia sama dengan pasar tenaga kerja di negara berkembang pada umumnya. Pekerjaan dengan produktivitas rendah di sektor pertanian, pengolahan, perdagangan kecil, dan jasa merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbanyak dengan persentase sekitar 67-75 persen dari pasar tenaga kerja.
Angkatan kerja didominasi mereka yang berpendidikan rendah dan tidak terampil dan angkatan kerja berusia relatif muda serta sektor informal mendominasi lapangan kerja dengan hampir dua pertiga lapangan kerja yang tersedia adalah di sektor informal baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pada masa pandemi saat ini terjadi peningkatan pekerjaan sektor informal menjadi sekitar 60 persen dari sebelumnya 55 persen.
Karakteristik pasar tenaga kerja seperti di Indonesia yang didominasi oleh sektor informal menyebabkan penetapan upah minimum sebenarnya menjadi tidak relevan karena sektor informal tidak akan mengikuti regulasi. Penetapan upah minimum di Indonesia sulit diikuti oleh sektor informal karena; pertama, sektor informal di Indonesia didominasi oleh pekerja self employed atau pekerja sekaligus pemilik dari usaha mikro, kecil, dan menengah.
Kedua, banyaknya pekerja lepas yang juga tidak terikat oleh aturan upah minimum, misalnya para pekerja atau karyawan di sektor informal (pekerja di warung makan, asisten rumah tangga dan buruh lepas di sektor properti).
Nobel Ekonomi 2021 yang dimenangkan oleh David Card, Joshua Angrist, dan Guido Imbens memberikan wawasan bagi para pengambil kebijakan di Indonesia terkait dengan masalah ketenagkerjaan di negeri ini. Berdasarkan temuan mereka, penetapan upah minimum tidak menyebabkan penambahan jumlah pengangguran. Kondisi yang berbeda terjadi di Indonesia; di negara ini pengangguran tidak hanya disebabkan karena upah minimum, namun ada masalah lain yang lebih krusial, yaitu dualisme ekonomi yang memunculkan dominasi sektor informal di pasar tenaga kerja, serta masalah produktivitas beberapa sektor ekonomi yang perlu dibenahi.