Guyon Seksis Bapak-Bapak di Tempat Kerja
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Guyon Seksis Bapak-Bapak di Tempat Kerja

Selasa, 12 Okt 2021 14:45 WIB
Primasari N Dewi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
ilustrasi pelecehan seksual
Foto ilustrasi: iStock
Jakarta - Bekerja di lingkungan yang mayoritas pekerjanya adalah laki-laki tentunya bukan hal yang mudah bagi seorang perempuan. Banyak hal yang harus disesuaikan, termasuk soal penampilan fisik dan performa pekerjaan. Untuk seorang ibu yang bekerja saja, ia juga harus mempersiapkan banyak hal, termasuk bagaimana menyeimbangkan peran ganda yang harus ia jalani. Namun, yang paling utama yang harus disiapkan oleh perempuan saat bekerja adalah kesiapan mentalnya sendiri.

Bisa jadi humor misoginis dan seksis menjadi makanan sehari-hari di tempat kerja. Seksisme adalah prasangka atau diskriminasi berdasar gender seseorang, sedangkan misoginis adalah orang yang memiliki kebencian atau rasa tidak suka terhadap perempuan secara berlebihan. Meski dikombinasi dengan humor/guyonan/candaan pun, tetap saja hal tersebut mendiskreditkan perempuan.

Terkadang, dengan dalih untuk mencairkan suasana biar akrab dan tidak kaku selama bekerja, bapak-bapak berusaha melucu dengan bahan apapun. Kalau semua ikut tertawa dan suasana menjadi ramai riuh, tentu ia senang dan akan diulanginya lagi nanti. Bahan humor ini terkadang tak luput membahas soal perempuan dan cenderung seksis. Meskipun kadang tak langsung ditujukan kepada rekan kerja perempuannya, tetap saja risih didengar.

"Tadi, pas ngantri beli makan siang ada babon (ayam betina), cantik dan badannya asoy sekali."

"Istri itu ya begitu harus nurut, kalau gak nurut ya ditukar saja."

"Wuih bakul angkringannya bahenol kaya biola (tubuhnya)."

"Kamu lagi PMS ya, kalau nggak bisa fokus kerja, istirahat saja sana di kantin."

"Sudah biar Budi saja, kamu perempuan mah nggak bakal bisa melakukan pekerjaan itu."

"Sana bikinin kopi buat tamunya, kamu kan perempuan. Masak si Budi disuruh pakai rok."

Dan, banyak candaan-candaan lainnya.

Sebenarnya humor seperti ini bukan hal baru dan sudah ada sejak lama. Menurut Ian Wilkie, dosen seni pertunjukan di University of Salford dalam artikel di The Conversation, menjadikan bentuk tubuh, ras, warna kulit, kepercayaan, seksualitas, disertai dengan ungkapan seksis dan misoginis merupakan hal yang biasa dalam komedi lama. Makanya, tak heran pula komedi Warkop DKI dan Srimulat tak lepas dari humor seksis ini.

Tapi, itu kan sudah jadul sekali ya, sudah lama, sekitar dekade 80-an atau 90-an. Herannya, humor beginian masih terus saja dilakukan sampai hari ini.

Di tempat kerja, meski tak secara personal diserang dan disudutkan, kalau perempuan menjadi target guyonan seksis ini tentu akan merasa marah, jijik, dan malu. Efek emosional yang lumrah. Namun, kalau sudah kebangetan, perasaan seperti ini akan sangat mengganggu performa pekerjaan si perempuan di tempat kerja. Niat hati ingin bekerja sungguh-sungguh, namun efek guyon seksis bisa jadi membuat tidak nyaman.

Yang melempar guyonan mungkin malah sudah lupa apa yang ia ucapkan. Dalih, "Ya kan bercanda, masak begitu saja dimasukkan ke hati. Baperan deh.", "Lho itu kan bukan kamu, kok kamu marah?" adalah jurus jitu menghindar tanpa mau meminta maaf. Memang begitulah adanya di tempat kerja, dari dulu sampai sekarang. Di mana-mana begitu.

Kalau dipikir-pikir, kenapa ya perempuan bisa menjadi korban humor seksis ini?

Secara teori, setidaknya ada tiga jenis teori humor yang bisa dipakai untuk mencari tahu alasannya, yakni teori superioritas, teori keganjilan, dan teori pelepasan.

Teori superioritas adalah teori humor yang bersumber dari penderitaan orang lain. Biasanya bapak-bapak di kantor merasa lebih superior dibanding karyawatinya, atau kalaupun ada perempuan, perempuan muda dan lajanglah yang sering menjadi sasaran humor ini. Merasa lebih superior tentunya menjadi senjata yang sangat ampuh untuk melawan "si lemah".

Teori keganjilan adalah humor yang diarahkan ke satu arah, kemudian dikejutkan dengan hasil yang berbeda dari yang diharapkan. Teori pelepasan adalah sebuah humor digunakan menghilangkan stres dan pelepasan dari ketegangan psikologis. Entah masalah apa yang sedang dihadapi si bapak-bapak ini, namun dengan bercanda bisa jadi ia sedang melepas stres.

Sebenarnya tidak ada masalah melepas stres dengan bercanda, hanya saja, kalau dengan guyonan seksis karena saking tidak ada bahan humor yang lain, hal ini tentu tidak bisa ditolerir dan dibiarkan. Masih banyak bahan humor lain yang bisa digali untuk sekedar guyon di tempat kerja.

Saat pertama kali saya mendengar guyonan seksis bapak-bapak di kantor tempat saya bekerja, saya cuma diam saja. Kaget sih. Meski saya bukan objek bercandanya, melainkan perempuan lain yang saya pun tak kenal, saya tidak bisa ikut tertawa. Ada rasa kesal, tetapi saya hanya bisa diam saja. Selain karena saya masih karyawan baru kala itu, kedudukan mereka yang jauh lebih di atas membuat saya pekewuh dan takut.

Saya juga mengurungkan diri untuk "menasihati" agar sebaiknya tidak bercanda seksis dan merendahkan perempuan. Saya pikir lagi, lha memang saya siapa. Seorang junior, bawahan, anak kemarin sore. Hanya saja, mendengar hal itu tetap membuat risih dan malu.

Sekarang kalau sudah ada tanda-tanda guyonannya mulai mengarah ke seksis, saya berusaha mengalihkan pembicaraan ke yang lain. Istilah bahasa Jawanya nyelamur. Setidaknya hal itu bisa membuat cerita/candaan mereka berbelok dan saya tidak perlu mendengar candaan yang aneh dan merusak mood kerja saya. Kalau tidak, ya saya mending pergi dari situ. Pura-pura ke toilet kek.

Sebenarnya selain humor seksis yang mengarah pada perempuan, ada juga humor yang mengarah pada laki-laki (yang lebih muda dan belum menikah) juga terkadang dilontarkan oleh bapak-bapak.

"Kok masih lajang di umur segini? Punya anu kok hanya dipakai buat pipis."

"Tiga bulan lagi ganti tahun, masa kamu gak ganti status?"

Kadang obrolan vulgar antar laki-laki di kantor juga dilakukan padahal di situ ada karyawatinya yang juga ikut dengar. Atau memang disengaja biar ikut dengar juga? Duh. Kenapa tidak di tempat yang lebih privasi saja? Malah kadang, chat dengan gambar saru di WAG juga dilakukan. Selain gambar, stiker saru juga kadang dipakai. Entah apa yang ada di dalam benak para bapak saat melakukan guyonan nggak jelas seperti itu, yang ada para perempuan merasa risih dan jijik sendiri.

Jadi, apa yang sebaiknya si karyawati lakukan saat bapak-bapak atasannya becanda seksis? Pergi saja atau tetap mendengarkan, tapi tanpa ekspresi atau marah dan melarang mereka seperti itu lagi? Uhmm...susah sih ini, tapi edukasi memang diperlukan untuk memberitahu mereka bahwa bercanda seksis itu sudah tidak zamannya lagi alias sudah kuno dan termasuk salah satu kekerasan verbal berbasis gender. Kalau dibiarkan, bisa jadi mengarah pada kekerasan fisik bahkan pelecehan. Ngeri sih.

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads