Tuntas Memahami Seluk Beluk Pandemi

ADVERTISEMENT

Pustaka

Tuntas Memahami Seluk Beluk Pandemi

Ahmad Kurnia Sidik - detikNews
Sabtu, 02 Okt 2021 11:15 WIB
Wabah dan Dilemanya
Jakarta -

Judul Buku: Wabah dan Pandemi: Dari Cacar Sampai Coronavirus; Penulis: Meera Senthilingam; Penerjemah: Hera Andrayani; Penerbit (Kepustakaan Populer Gramedia, Agustus 2021; Tebal: x + 134 hlm: 13,5 x 20 cm

Disadari atau tidak, hidup kita ini selalu berdampingan dengan organisme kecil yang tak kasat mata. Bahkan tak jarang, demi mempertahankan hidupnya, organisme ini menafkahi diri dengan cara meniti dari satu tubuh ke tubuh lainnya serta meninggalkan infeksi yang membuat banyak korban manusia dari banyak peradaban bergelimpangan tak berdaya. Pasukan organisme kecil ini jika ingin menyerang manusia, yang paling kaya atau paling berkuasa pun menjadi tak kuasa untuk menolaknya.

Coba kita lihat, orang terkaya di dunia, Nathan Meyer Rothschild, pada tahun 1836 meninggal karena luka abses yang terinfeksi. Begitu juga orang yang berkuasa, seperti berbagai raja Inggris yang harus roboh karena disentri, cacar, pneumonia, tifoid, tuberculosis, dan malaria. Infeksi yang disebabkan organisme kecil ini tidak berhenti sampai masa itu saja. Di pengujung 2019, organisme kecil yang bernama coronavirus menyerang dunia dan sampai hari ini belum juga terentaskan sepenuhnya. Disorientasi di beragam lini kehidupan terjadi karena infeksi coronavirus tersebut dan jika kita tidak melawan, akibat yang ditimbulkan adalah kedistopiaan.

Definisi-Definisi

Selagi para ahli kesehatan dan sains berjuang mencari solusi, masyarakat secara luas juga harus turut serta membantu dalam bentuk lainnya, misalnya mengetahui seluk-beluk dan cara menghindari infeksi yang sedang terjadi. Meera Senthilingam, melalui buku ini mencoba untuk hadir dalam proses edukasi kepada masyarakat perihal infeksi-infeksi organisme kecil yang telah dan sedang terjadi dari berbagai belahan dunia. Mulai dari cacar sampai coronavirus dibahas dalam buku ini.

Pemahaman masyarakat yang tuntas perihal infeksi, wabah, epidemi, pandemi, maupun endemik cukup signifikan mempengaruhi perkembangan negara. Karena jika hal tersebut tidak terpenuhi, paranoia budaya akan timbul dan melahirkan semacam panic buying, moral panic, konspirasi, dan sebagainya. Menurut Meera, ketakutan dan reaksi sosial terhadap wabah baru sering dapat lebih merusak daripada pandemi itu sendiri. Oleh karena itu buku ini membuka suguhan dengan definisi-definisi yang diperlukan.

Penyakit yang ada di muka bumi ini memiliki dua tipe, yaitu menular dan tidak menular. Menular berarti penyakit yang dapat menyebar dari satu tubuh ke tubuh lainnya, atau disebut dengan infeksius. Jika penyakit menular munculnya secara tiba-tiba dan menyerang banyak orang di suatu kondisi geografis tertentu, itu yang dinamakan sebagai wabah. Kondisi dunia hari ini akibat dari globalisasi salah satunya ialah terbuka lebar sekat geografis, mobilitas massa menjadi sangat cepat serta memungkinkan manusia untuk berpindah dari satu benua ke benua yang lain dalam waktu singkat.

Konsekuensinya, wabah dalam satu daerah juga dengan leluasa berpindah-pindah tempat. Wabah yang sudah menyebar ke sekitar geografis asalnya ini dinamakan epidemi. Menjadi pandemi apabila epidemi menyebar ke arah geografis yang sangat luas. World Health Organization (WHO) menambahkan rincian terkait apa yang dikatakan sebagai pandemi adalah penyakit menular yang persebarannya sangat luas dan merupakan "penyakit baru."

Tentu, seperti yang sudah disinggung di atas bahwa perlawanan dan pemberantasan (eradikasi) harus segera dilakukan walau masih dalam bentuk wabah, namun hal tersebut pun tidak menutup kemungkinan untuk menyisakan pathogen penginfeksi yang ada disebabkan banyak faktor yang mungkin tidak bisa disimplifikasi. Dalam kondisi tersebut terjadilah hal yang dinamakan sebagai endemik atau penularan penyakit tertentu secara "berkelanjutan" di suatu daerah.

Dalam proses penularannya, dari buku berjudul asli Outbreaks and Epidemic ini, Meera mewartakan setidaknya ada enam rute transmisi yang digunakan organisme untuk menitipkan patogennya: melalui kontak langsung dengan cairan tubuh penderita, melalui udara, melalui kontak mulut dengan kotoran yang terkontaminasi atau yang dikenal dengan fekal-oral, melalui vector, dari ibu ke anak, dan melalui air. Kendati disebutkan pelbagai macam rute tadi, namun infeksi bisa terjadi secara tumpang tindih, dalam artian ada beberapa penyakit yang mampu menggunakan lebih dari satu rute transmisi.

Anti-Vaksin

Tak jarang informasi yang menjadi kontra-eradikasi wabah pun banyak berseliweran dan menjadi konsumsi masyarakat. Seperti, gerakan anti-vaksin yang memang sudah ada sejak abad ke-19. Meera menjelaskan, setidaknya setelah Andrew Wakefield pada 1998 mempublikasikan artikel jurnal penelitian yang mengusulkan bahwa vaksin MMR (measles, mumps, rubella) dapat menyebabkan autisme, gerakan anti-vaksin menjadi marak, keras, dan lebih kuat di berbagai belahan dunia.

Preseden lain perihal penolakan vaksinasi ini, seperti ungkapan Larson, Direktur Vaccine Confident Project, ada tiga alasan utama masyarakat modern: kaum libertarian menginginkan kebebasan dalam memilih atau ingin menentang otoritas, ingin bebas dari zat kimia, serta kekhawatiran akan keamanan vaksin.

Namun menurut Meera yang paling jamak dari masa ke masa adalah agama. Anggapan akan benturan agama dan sains telah melahirkan orang-orang yang menentang segala inovasi ada, menganggap vaksin yang termasuk di dalamnya adalah bagian dari konspirasi dengan dalil-dalil agama Informasi keliru mengenai vaksin merupakan ancaman besar bagi kesehatan global yang dapat membatalkan puluhan tahun kemajuan yang dicapai dalam menangani penyakit yang dapat dicegah.

Sejatinya, gagasan di balik vaksinasi adalah manusia menjadi terlindungi, baik untuk dirinya sendiri maupun manusia di sekitarnya. Hal tersebut sudah terbukti ampuh mengendalikan penyebaran wabah. Setelah Edward Jenner menemukan vaksin pada 1796, perjuangan dilanjutkan oleh William Foege pada 1970-an dengan strategi Ring Vaccination (Cincin Vaksinasi) yang memfokuskan pada daerah terpapar wabah hingga berhasil menyelamatkan miliaran orang di dunia ini dari cacar yang mematikan itu.

Dengan begitu, dalam menghadapi kelompok anti-vaksin ini, penyelenggara wewenang harus bijaksana, mengajak mereka berdiskusi dengan mencoba memahami mereka dan mengakui bahwa sains seputar vaksin mungkin tidak sempurna, tapi manfaatnya jauh melebihi resiko, sehingga menjadi pilihan baik.

Wabah dan Politik

Pemberantasan (eradikasi) wabah sendiri tentu melibatkan banyak orang dan sangat kompleks. Dibutuhkan koordinasi banyak orang, banyak lingkungan, serta budaya, sehingga urusan ini menjadi politis. Dalam beberapa kasus, tanggapan terhadap wabah dapat digunakan sebagai alat politik untuk mengumpulkan dukungan atau mengalihkan perhatian dari masalah lain yang dialami negara.

Di situasi lain, wabah dapat memungkinkan para pemimpin untuk menyoroti semua masalah yang dihadapi negara ketika dunia memperhatikan dan bisa menanggapi. Tidak diragukan lagi bahwa wabah pasti menjadi bagian dari agenda politik. Namun perlu ditegaskan juga bahwa hal tersebut pun tidak mengesahkan sama sekali terhadap praktik korupsi di tengah masyarakat yang kebingungan dan sengsara.

Politik pun menjadi syarat dalam dalam pemberantasan wabah. Meera menjelaskan ada dua, yaitu syarat sainstifik dan syarat politik. Perihal syarat politik, pemberantasan harus terjangkau dan efektif secara biaya, serta jika pemberantasan secara total dilakukan harus memiliki keuntungan signifikan dalam jangka panjang. Di sisi lain perihal syarat saintifik, secara epidemiologis bisa ditangani, seperti tidak menyebar dengan mudah, dapat didiagnosis dengan mudah, atau infeksi memberi kekebalan terhadap orang yang mampu bertahan hidup darinya. Juga intervensi yang efektif harus tersedia, seperti vaksin atau pengobatan untuk menghentikan penyakit.

Dengan begitu, sikap politis yang positif dari segala pihak dibutuhkan untuk bisa bahu-membahu dalam pemberantasan wabah yang ada. Hilangkan terlebih dahulu egoisme diri yang bisa mengganggu proses eradikasi yang sedang dilaksanakan. Melalui buku Meera ini, kita bisa melihat dampak yang mengerikan dari wabah yang telah dan sedang terjadi, juga proses menanganinya. Dan, mungkin cocok untuk dibaca semua kalangan dalam kondisi negara yang diselimuti wabah hari ini.

Ahmad Kurnia Sidik bergiat di Lingkar Diskusi Sasadara, Surakarta

(mmu/mmu)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT