Sudah nyaris dua tahun semenjak wabah COVID-19 melanda seluruh penjuru dunia secara pesat dan menimbulkan dampak di berbagai aspek. Berbagai kebijakan terus dibuat dan dievaluasi oleh pemerintah, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB Transisi, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, PPKM Darurat, hingga PPKM Jawa-Bali yang masih diterapkan sampai saat ini guna menekan laju penularan virus corona.
Aturan-aturan tersebut memiliki target yang sama untuk membatasi mobilitas masyarakat di tengah pandemi. Pusat perbelanjaan atau mall merupakan salah satu yang terkena dampak besar akibat peraturan tersebut. Semenjak awal pandemi, seringkali dilakukan penutupan sementara pada mall karena mall merupakan salah satu sarana publik dengan angka mobilitas yang tinggi, dan hal ini tentunya bertentangan dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Penurunan Kunjungan
Keberadaan mall memiliki peran yang signifikan dalam menggerakkan roda perekonomian. Seperti mendorong peningkatan konsumsi dalam negeri, meningkatkan penerimaan asli daerah (PAD), membantu dinamisasi perekonomian kota, menjadi wadah dalam menampung dan menyalurkan produksi dari produsen kepada masyarakat sebagai konsumen, serta membuka potensi pengembangan ekonomi. Hal-hal tersebut tentunya berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Namun, peningkatan angka penularan COVID-19 tak menghentikan kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan agar pandemi di Indonesia segera usai. Peningkatan angka penularan virus corona yang diiringi dengan aturan penutupan mall dan penurunan kunjungan membuat para pengusaha pengelola mall hanya bisa angkat tangan pada keadaan dan keputusan yang membuat usahanya mengalami kerugian setahun belakangan ini.
Meski sempat beberapa kali diperbolehkan untuk beroperasi, namun hanya sebagian gerai dan tenant tertentu saja yang boleh buka, seperti supermarket, restoran, dan kafe yang hanya menerima take away. Arena permainan anak, gerai busana, dan gerai aksesoris belum boleh beroperasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski terjadi penurunan jumlah kunjungan disertai penjualan yang minim, biaya operasional yang ditetapkan masih tetap tinggi. Kondisi ini mengancam para pengusaha untuk gulung tikar sekaligus meningkatkan kekhawatiran para karyawan mall untuk bertahan hidup di tengah pandemi. Karena tentunya hal tersebut mampu berdampak pada perumahan karyawan, bahkan PHK.
Membuahkan Hasil
Aturan ketat yang ditetapkan oleh pemerintah membuahkan hasil. Kini, kasus aktif virus corona mulai berangsur menurun. Kendati demikian, kebijakan PPKM di Jawa dan Bali masih terus dilanjutkan. Pada kebijakan kali ini, PPKM mulai berbasis pada level. Yang awalnya hanya ada level 4, kini terdapat level baru di bawahnya, yaitu level 2 dan 3. Level yang ditetapkan bergantung pada jumlah kasus aktif virus corona di suatu daerah.
Melalui penurunan kasus dan kebijakan yang baru, pemerintah pun mulai memberi kelonggaran pada sejumlah sektor. Yang salah satunya ialah perluasan cakupan uji coba pembukaan mall. Kebijakan PPKM berbasis level ini memperluas pembukaan kegiatan operasional mall untuk 16 wilayah lainnya, yang awalnya hanya 4 kota.
Pembukaan mall tentunya mengikuti aturan-aturan baru yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Seperti jam operasional yang dimulai dari pukul 10.00 hingga 20.00 waktu setempat, dengan batas kapasitas pengunjung meningkat menjadi 50% setelah sebelumnya hanya 25%.
Kemudian akses makan di tempat atau dine-in pada restoran dan kafe diperbolehkan dengan jumlah batas kapasitas 25% atau 2 orang per meja. Pada kebijakan sebelumnya, kegiatan makan/minum di tempat umum, khususnya di mall hanya menerima delivery atau take away.
Bagi daerah dengan status PPKM level 3 dan 2, pemerintah telah memberi izin pembukaan bioskop. Namun tentunya diiringi aturan tambahan, seperti batas kapasitas penonton sebanyak 50% dan tidak diperbolehkannya makan/minum di dalam studio.
Kehadiran bioskop dinilai memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian. Sehingga dengan dibukanya bioskop kembali, diharapkan mampu mendongkrak jumlah angka kunjungan mall yang disertai dengan pemulihan ekonomi.
Walau adanya pelonggaran pada kebijakan kali ini, namun beberapa mekanisme protokol kesehatan yang ketat siap diberlakukan bagi pengunjung dan pengelola mall guna memutus rantai penularan virus corona. Dan bagi masyarakat yang ingin mengunjungi mall, diwajibkan telah menerima vaksin COVID-19 sebagai upaya penekanan penularan virus. Pengecekan dilakukan melalui aplikasi PeduliLindungi yang perlu diakses masyarakat untuk mengantongi sertifikat vaksin COVID-19.
Selain itu, hanya masyarakat yang berusia 12 sampai 70 tahun yang lolos proses skrining saja yang diizinkan untuk menjadi pengunjung mall.
Melalui pemantauan dari aplikasi PeduliLindungi, angka statistik pengunjung mall terlihat mengalami kenaikan dibanding sebelumnya. Sayangnya, pergerakan kenaikan ini relatif lambat. Dan apabila dihitung berdasarkan persentase, ternyata volume pengunjung mall masih jauh di bawah batas kapasitas 50%.
Kondisi lengang dan sepi pengunjung dihadapi oleh mall-mall meskipun aturan baru telah ditetapkan. Keadaan ini tentunya jauh dari yang diharapkan. Seperti yang terjadi pada beberapa mall di wilayah Bandung. Dilansir CNN Indonesia, Marcomm mall Paskal 23, Clarissa mengatakan bahwa persentase kunjungan mal masih di bawah 20%, yakni di bawah jumlah rata-rata pengunjung. Hal tersebut menjadi berita buruk apabila dibandingkan dengan angka kunjungan mall satu tahun lalu. Pada saat itu, jumlah pengunjung Paskal 23 mampu mencapai angka 15.000 per harinya, meskipun kebijakan PSSB tengah diterapkan.
Masih Khawatir
Penurunan jumlah pengunjung mall ini diduga karena sebagian dari masyarakat masih khawatir dan tidak yakin bahwa mall terbebas dari COVID-19, sehingga enggan untuk berkunjung. Selain itu, masih banyak masyarakat yang belum menerima vaksin, yang lantas membuat mereka tidak memenuhi syarat memasuki mall. Juga, diterapkannya batas usia minimum untuk mengunjungi mall, yakni 12 tahun, membuat para orangtua mengurungkan niatnya karena mereka tak bisa membawa sang anak untuk bermain di mal.
Di sisi lain, aspek ekonomi yang terdampak oleh pandemi dirasakan oleh hampir seluruh kalangan masyarakat Indonesia, dan mengakibatkan terjadinya penurunan daya beli. Ditambah, masyarakat lebih memilih untuk berbelanja melalui perdagangan elektronik (e-commerce) semenjak layanan jual beli secara online itu marak digunakan. Masyarakat pun tidak perlu lagi bepergian dan khawatir pada penularan COVID-19 dalam memenuhi kebutuhannya.
Meski hal-hal tersebut tidak membuat para pengusaha pengelola mall bernapas lega, setidaknya pelonggaran aturan pada PPKM kali ini sedikit mengobati bisnisnya dari kolaps. Terlebih, masih banyak masyarakat yang berkunjung ke mall untuk sekadar ke restoran dan kafe semenjak dine-in diperbolehkan.
Statistik pengunjung mall pun diprediksi akan naik secara bertahap seiring dengan kasus aktif virus corona yang kian hari kian mereda. Dengan demikian, usaha-usaha yang dimiliki oleh para pengusaha pengelola mall pun dinilai berpotensi kembali bangkit.