Sikap dalam Keberagamaan

Kolom Kang Hasan

Sikap dalam Keberagamaan

Hasanudin Abdurakhman - detikNews
Senin, 20 Sep 2021 09:49 WIB
kang hasan
Hasanudin Abdurakhman (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Pangkostrad Letnan Jenderal Dudung Abdurachman mengeluarkan pernyataan. Inti pernyataan sebenarnya adalah "jangan fanatik berlebihan". Tapi yang jadi ramai adalah buntut pernyataan itu, bahwa "semua agama benar di mata Tuhan." Yang meramaikannya adalah kalangan Islam. Pemuka agama lain sepertinya tidak menanggapi.

Apa masalahnya? Banyak orang Islam alergi dengan pernyataan ini. Sebabnya, dalam Quran jelas dinyatakan bahwa agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam. Seorang muslim yang mengatakan semua agama benar dianggap menyalahi ayat Quran tadi.

Kata Dudung, "Saya bukan ulama." Dia tidak menyampaikan pernyataan sebagai ulama, kepada muslim. Ia adalah seorang panglima yang sedang berbicara kepada para prajurit, yang memiliki agama berbeda-beda. Ia sebenarnya tidak bicara soal kebenaran suatu agama. Ia bicara soal bagaimana bersikap dalam keberagaman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tiap agama punya klaim kebenaran. Agama saya adalah agama yang benar, yang diterima oleh Tuhan. Atas dasar itulah setiap umat beragama yakin untuk memilih dan mempertahankan imannya. Tapi ingat, sekali lagi, setiap orang beragama yakin dengan kebenaran imannya. Artinya, pada saat yang sama ada banyak orang yang yakin dengan kebenaran agama masing-masing.

Kalau ada banyak agama yang diyakini sebagai kebenaran, lalu agama mana yang paling benar, atau benar sebenar-benarnya? Ini sebenarnya pertanyaan yang tidak perlu. Kebenaran agama adalah kebenaran subjektif. Tidak mungkin agama-agama diperbandingkan untuk dicari mana yang paling benar.

ADVERTISEMENT

Peliknya, ada banyak orang yang tidak kunjung sadar soal itu. Ada yang suka membanding-bandingkan. Tak jarang pula perbandingan dilakukan dengan serampangan membedah isi kitab dan ajaran agama lain untuk disalahkan. Bahkan narasi perbandingan menjurus ke penghinaan. Ini tentu saja perbuatan berbahaya, karena bisa menimbulkan perpecahan. Karena itu penting untuk terus diingatkan bahwa memperbandingkan agama untuk mencari yang paling benar tidak perlu.

Yakinlah dengan kebenaran agama sendiri. Kebenaran suatu agama tidak memerlukan kesalahan pada agama lain.

Sebenarnya kontroversi ini bukan hal baru. MUI pernah mengharamkan pluralisme. Keberatan terhadap pernyataan "semua agama sama" atau "semua agama benar" sudah berlangsung sejak dulu. Bagi sebagian kalangan umat Islam pernyataan itu dianggap sebagai upaya untuk mengaburkan keyakinan terhadap kebenaran Islam.

Menurut mereka, mula-mula orang Islam digoyahkan dari keyakinan bahwa Islam adalah satu-satunya kebenaran. Kalau itu sudah dicapai, selanjutnya lebih mudah untuk mengajak mereka pindah ke agama lain, karena toh sama saja.

Pangkal persoalannya adalah adanya sekelompok orang yang yakin bahwa umatnya jadi target untuk dikonversi menjadi umat lain. Ada orang-orang yang percaya bahwa ada upaya sistematis untuk menyerang umat Islam, menjadikan mereka pindah agama. Lebih parah lagi, ada yang meyakini bahwa pemerintah melakukan hal itu. Orang-orang dengan pikiran seperti ini sangat waspada terhadap negara. Mereka menempatkan negara seperti musuh.

Ini sebenarnya sesuatu yang delusional. Puluhan tahun umur negara ini, umat Islam tetap menjadi mayoritas. Negara terus memberi pelayanan dengan porsi terbesar, sangat besar, untuk umat Islam. Negara tidak punya kepentingan untuk mengubah keyakinan warganya. Tidak pula ada pihak tertentu yang meminjam tangan negara untuk tujuan itu.

Kepentingan negara sebenarnya hanya satu, yaitu kesetiaan kepada Pancasila. Artinya, jadilah umat beragama yang taat kepada agama masing-masing, dengan komitmen untuk menjadikan Republik Indonesia sebagai rumah bersama untuk ditempati oleh warga dengan berbagai agama. Jangan ada usaha untuk mendominasi rumah itu.

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads