Ikhtiar Sinkronisasi Peraturan Menteri
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Mimbar Mahasiswa

Ikhtiar Sinkronisasi Peraturan Menteri

Selasa, 14 Sep 2021 11:26 WIB
Arrival Nur Ilahi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Presiden Jokowi saat memimpin rapat evaluasi PPKM, Senin (6/9)
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Jakarta -

Awal Agustus lalu, Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan mengenai pemberian persetujuan Presiden terhadap pembentukan rancangan Peraturan Menteri atau kepala lembaga yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2021. Perpres tersebut intinya mengharuskan setiap rancangan Peraturan Menteri atau Kepala Lembaga yang akan ditetapkan oleh Menteri atau Kepala Lembaga wajib mendapatkan persetujuan Presiden.

Sebelumnya, pengaturan Peraturan Menteri hanya merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) yang di dalamnya tidak perlu melalui mekanisme persetujuan Presiden melainkan cukup hanya ditetapkan oleh menteri.

Sejatinya, dalam Pasal 3 ayat (2) Perpres tersebut tidak mengharuskan semua rancangan Peraturan Menteri atau Kepala Lembaga mendapatkan persetujuan dari Presiden. Melainkan, persetujuan Presiden hanya diperuntukkan kepada Peraturan Menteri atau Kepala Lembaga yang mempunyai karakteristik tertentu. Pertama, berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, bersifat strategis, yang berarti bahwa Peraturan Menteri tersebut mempunyai pengaruh pada program prioritas Presiden, target pemerintah yang ditetapkan dalam Rencana pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah, pertahanan, keamanan, dan keuangan negara.

Ketiga, Peraturan Menteri atau Kepala Lembaga tersebut mempunyai hubungan dengan kementerian atau lembaga lain.

ADVERTISEMENT

Latar Belakang Sinkronisasi

Persetujuan Presiden menjadi hal inti dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2021. Sejatinya terdapat beberapa alasan mendasar persetujuan Presiden menjadi hal yang urgen. Pertama, dalam konsideran Perpres tersebut terlihat semangat untuk melakukan penyelarasan gerak penyelenggaraan pemerintahan dan menjaga arah kebijakan pembangunan nasional.

Jika melihat dalam praktik, maka terlihat terdapat beberapa Peraturan Menteri yang saling bersilangan. Misalnya, dalam Pasal 11 ayat (1d) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19, memperbolehkan sepeda motor untuk mengangkut penumpang. Padahal, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 menyebutkan untuk sarana angkutan roda dua berbasis aplikasi hanya dipergunakan untuk mengangkut barang dan tidak untuk penumpang.

Selain itu, Peraturan Menteri mengalami obesitas. Menurut data dari Kementerian Hukum dan HAM sampai dengan Agustus 2021, Peraturan Menteri saat ini berjumlah 16.062, jumlah ini tergolong banyak bahkan dapat disebut sebagai obesitas regulasi. Akibatnya, timbul konflik regulasi,hingga inkonsistensi regulasi. Oleh karena itu, upaya untuk menanggulangi obesitas regulasi yang berakibat pada konflik regulasi dapat dilakukan dengan Presiden melakukan intervensi Peraturan Menteri atau Kepala Lembaga dalam menyetujui rancangan Peraturan Menteri sebelum ditetapkan.

Kedua, hadirnya Perpres tersebut diharapkan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah yang tertinggi mengetahui setiap kebijakan yang akan ditetapkan oleh Menteri atau Kepala Lembaga. Dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) telah disebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan, lebih lanjut dalam Pasal 17 UUD NRI 1945 disebutkan Presiden dibantu oleh Menteri. Dengan konstruksi demikian, terlihat Menteri merupakan pembantu Presiden yang seharusnya setiap kebijakannya diketahui dan direstui oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan.

Namun, dalam perkembanganya, Presiden Joko Widodo sering meluapkan kemarahannya kepada Menteri karena kinerjanya kurang maksimal. Misalnya saat Presiden Joko Widodo menegur menterinya terkait dengan pembangunan infrastruktur dan bantuan sosial. Dengan demikian, terlihat jelas bahwasannya kerapkali kebijakan dari Menteri atau Kepala Lembaga tidak sesuai dengan kehendak dari Presiden, sehingga persetujuan Presiden dalam rancangan Peraturan Menteri atau Kepala Lembaga diperlukan untuk memastikan kebijakannya searah dengan kehendak Presiden.

Problematik Pendelegasian

Dalam ilmu perundang-undangan dikenal sumber kewenangan perundang-undangan yang terbagi atas atribusi dan delegasi. Menurut S. Hamid Attamimi, sumber kewenangan atribusi ialah penciptaan kewenangan (baru) oleh konstitusi atau pembentuk undang-undang yang diberikan kepada suatu organ negara.

Melihat definisi tersebut, maka Peraturan Menteri dapat dikelompokkan sebagai peraturan yang bersifat atribusi, karena Peraturan Menteri secara implisit diakui lewat ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) UU P3. Yang mana pasal tersebut menjelaskan bahwa salah satu jenis Peraturan perundang-undangan ialah mencakup Peraturan yang ditetapkan oleh Menteri.

Berbeda halnya dengan sumber kewenangan atribusi, sumber kewenangan delegasi, menurut Jimly Asshidiqqie, adalah pelimpahan suatu kewenangan oleh suatu organ pemerintahan kepada pihak lain untuk mengambil keputusan atas tanggung jawab sendiri. Dalam konteks perundang-undangan maka terjadi peralihan kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan. Berdasarkan definisi tersebut, Peraturan Sekretaris Kabinet merupakan salah satu dari contoh sumber kewenangan delegasi, karena diperintahkan oleh Perpres Nomor 68 Tahun 2021 untuk membentuk aturan pelaksanaan.

Dengan memahami perbedaan sumber kewenangan, maka akan terlihat permasalahan dalam Pasal 11 Perpres Nomor 68 Tahun 2021. Dalam pasal tersebut dijelaskan aturan pelaksana mengenai persetujuan Presiden terhadap rancangan Peraturan Menteri ialah melalui Peraturan Sekretaris Kabinet. hal tersebut justru problematik, karena Peraturan Menteri yang diatur menggunakan Peraturan Sekretaris Kabinet posisinya lebih tinggi.

Makna lebih tinggi ialah didasarkan pada Peraturan Menteri dibentuk atas dasar atribusi undang-undang berbeda halnya dengan Peraturan sekretaris kabinet yang dibentuk melalui perintah Perpres. Akibatnya, Peraturan Menteri seakan mengalami pengerdilan. Hal ini dikarenakan pengaturan mengenai pembentukan Peraturan Menteri diatur melalui Peraturan Sekretaris Kabinet yang kedudukannya lebih rendah.

Pekerjaan Rumah

Setidaknya terdapat dua catatan evaluasi terhadap Perpres Nomor 68 Tahun 2021. Pertama, selama ini pengawasan Presiden terhadap para menterinya tidak berjalan dengan efektif. Kedua, Presiden mempunyai permasalahan kepercayaan terhadap para menterinya. Jika dilihat secara netral, maka catatan ini dapat dijadikan sebuah pekerjaan rumah dalam pelaksanaan persetujuan Presiden dalam rancangan Peraturan Menteri.

Dalam UU Nomor 38 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara disebutkan bahwa Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Berdasarkan hal itu, Menteri sejatinya merupakan seorang ahli dalam bidang tertentu. Selain itu, Menteri dibantu oleh staf ahli yang mempunyai keahlian di bidangnya. Hal ini memperjelas kedudukan Menteri sebagai seorang ahli yang mengelola bidang tertentu.

Berdasarkan hal itu, Presiden mempunyai pekerjaan rumah dalam pelaksanaan Perpres Nomor 68 Tahun 2021. Pekerjaan rumah tersebut terletak pada bagaimana Presiden dapat menjadikan syarat persetujuan Presiden dalam rancangan Peraturan Menteri sebagai penyelarasan visi misi Presiden yang tertuang dalam RPJP, RPJMN, maupun RKP dengan keahlian Menteri, sehingga tidak ada egosentrisme dari Presiden yang berujung pada Peraturan Menteri yang terkesan hanya untuk kepentingan Presiden semata.

Terakhir, Perpres nomor 68 Tahun 2021 sejatinya harus diterima dengan baik, mengingat banyak Peraturan Menteri yang kerapkali bersilangan, sehingga memerlukan harmonisasi. Terlebih, Presiden sebagai kepala pemerintahan harus mengetahui segala kebijakan para menterinya. Namun, Perpres tersebut menyisakan beberapa permasalahan yang harus diperbaiki seperti, aturan pelaksana seharusnya tidak menggunakan Peraturan Sekretaris Kabinet, dan dalam pelaksanaannya Presiden harus mampu bertindak proporsional antara visi dan misi Presiden dengan keahlian para menterinya.

Arrival Nur Ilahi mahasiswa dan peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum UII

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads