Mudah Melupakan Kejahatan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Kang Hasan

Mudah Melupakan Kejahatan

Senin, 13 Sep 2021 10:23 WIB
Hasanudin Abdurakhman
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
kang hasan
Hasanudin Abdurakhman (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Saipul Jamil dibebaskan dari penjara setelah menjalani masa hukuman yang dijatuhkan pengadilan. Saat keluar, ia disambut dengan kalungan bunga. Kemudian ada stasiun TV yang segera menghadirkannya sebagai bintang tamu di sebuah acara talk show.

Saipul Jamil dihukum karena melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Kejahatannya tidak hanya itu. Dalam proses peradilan, ia menyuap aparat hukum untuk membuat dirinya lepas dari jerat hukum. Artinya, selain seorang predator Saiful Jamil juga pelaku tindak pidana korupsi.

Orang dengan catatan kejahatan seperti itu disambut seperti pahlawan saat keluar dari penjara, lalu dihadirkan di stasiun TV, untuk didengarkan omongannya. Ia bercerita tentang bagaimana kisahnya selama hidup dalam penjara. Cerita itu mungkin dianggap sebagai cerita yang menghibur, bahkan inspiratif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Stasiun TV menghadirkan Saiful Jamil tentu atas pertimbangan bisnis. Ia dihadirkan dengan asumsi ada penontonnya. Artinya memang ada orang-orang yang tetap menggemari Saiful Jamil, tak peduli dengan rekam jejak yang pernah ia lalui. Orang-orang itu tak memandang Saiful Jamil sebagai penjahat.

Saipul tentu bukan satu-satunya orang yang tetap mendapat tempat setelah melakukan kejahatan. Nurdin Halid, terpidana kasus korupsi, masih bisa ikut pemilihan gubernur. Emir Moeis menjadi komisaris di BUMN. Andi Mallarangeng kembali menjadi petinggi di Partai Demokrat. Tomy Soeharto bisa mendirikan partai dan bergaul erat dengan politikus penting meski ia adalah mantan terpidana korupsi dan pembunuhan.

ADVERTISEMENT

Itu baru segelintir saja dari begitu banyak contoh orang-orang yang masih mendapat tempat terhormat setelah melakukan kejahatan serius.

Apakah orang yang pernah berbuat salah harus terus dianggap salah dan dikucilkan? Tentu saja tidak. Tapi logika normalnya, orang baru bisa kita terima kalau ia memang menunjukkan tanda-tanda penyesalan dan perubahan sikap. Yang banyak kita saksikan tidak demikian. Mereka langsung diterima begitu saja.

Sebenarnya bukan hanya masyarakat yang begitu, sistem hukum juga.begitu. Para pelaku kejahatan serius seperti korupsi, pembunuhan, dan kejahatan seksual, begitu mudah mendapat remisi, sehingga sebagian besar mereka hanya menjalani separuh masa hukuman. Selain itu, hak-hak politik mereka juga jarang diusik, sehingga mereka bisa dengan mudah kembali ke posisi-posisi penting.

Sebagian dari anggota masyarakat dia menganggap kejahatan sebagai kekejian yang menjijikkan. Pelaku kejahatan seksual tetap dipuja kalau ia tadinya pesohor. Koruptor tetap dikelilingi pendukung kalau ia adalah tokoh politik. Bagi sebagian orang, para terpidana itu dihukum semata karena sedang sial saja.

Sensitivitas anggota masyarakat terhadap kejahatan sangat rendah. Khusus untuk kejahatan seksual, jauh lebih rendah lagi. Tindakan pelecehan seksual dianggap hal biasa. Bahkan perkosaan pun tidak dianggap mengerikan. Ada banyak kasus di mana pemerkosa diminta mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menikahi korban.

Selebihnya, kalau kejahatan dilakukan oleh pesohor, orang dengan mudah bisa melupakan dan memaafkan. Ini adalah sisa mental feodal dalam pikiran masyarakat kita. Orang terkenal diperlakukan seperti keluarga bangsawan di zaman dulu. Mereka tetap terhormat, meski jahat. Orang-orang masih suka berkumpul di sekitar orang-orang itu.

Kita memerlukan sistem yang bisa mengubah pola pikir permisif terhadap berbagai kejahatan. Hukuman untuk koruptor mesti diperberat. Mereka harus dimiskinkan dan disingkirkan dari masyarakat. Artinya, jangan ada lagi kesempatan buat mereka untuk menduduki jabatan. Dengan begitu mereka tidak akan punya kesempatan untuk mengulangi kejahatannya.

Demikian pula, pelaku kejahatan seksual jangan sampai punya kesempatan untuk mengulangi perbuatannya. Salah situ pintu masuk bagi kejahatan itu adalah popularitas dan uang. Sama seperti koruptor, pelaku kejahatan seksual dari kalangan pesohor tidak boleh lagi diberi akses untuk tetap jadi pesohor.

Apakah itu tidak bertentangan dengan hak asasi manusia? Tidak. Hak dia untuk mencari nafkah tidak ditutup. Yang ditutup hanyalah jalan yang membuat dia bisa mengulangi kejahatannya.

Hukuman tidak hanya untuk pelaku. Hukuman juga berfungsi untuk mencegah calon pelaku lain melakukan kejahatan. Kalau hukumannya rendah, pelaku lain bisa dengan enteng mengambil risiko, melakukan kejahatan serupa. Hukuman yang keras diharapkan bisa membuat orang takut sebelum bertindak.

Kita juga harus terus mengkampanyekan untuk tidak lagi memuja para pelaku kejahatan, tidak menjadi penggemar mereka, juga tidak berkerumun di dekat mereka.

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads