Muhamad Kece ditangkap polisi. Orang ini, entah apa latar belakangnya, diduga telah melakukan penghinaan kepada Nabi Muhammad melalui saluran Youtube miliknya. Tak lama kemudian polisi juga menangkap Yahya Waloni, penceramah yang kerap membahas ajaran Kristen, dan ia pun diduga melakukan pelecehan terhadap agama Kristen.
Apa sebenarnya yang sedang dilakukan oleh orang-orang ini? Boleh jadi mereka memang senang mengejek orang. Tapi sebenarnya ini bukan soal ejek-mengejek. Yang mengkhawatirkan adalah, ini salah satu cara orang menjalankan agamanya.
Orang Islam punya kajian yang disebut kristologi. Isinya adalah kajian tentang isi Al-Kitab dan ajaran agama Kristen. Tapi ini bukan kajian untuk memahami. Ini kajian untuk menunjukkan kesalahan-kesalahan pada ajaran agama Kristen. Kenapa itu dikaji? Untuk meyakinkan diri bahwa Islam adalah ajaran sempurna, dan berfungsi sebagai pengoreksi ajaran yang keliru tadi.
Isi kajiannya adalah membahas sejarah agama Kristen, dan isi Al-Kitab. Dari tafsir pengkajinya sendiri disimpulkan bahwa Al-Kitab sebenarnya mengajarkan hal-hal yang berbeda dari yang dipraktikkan umat Kristen. Artinya, yang dilakukan oleh umat Kristen itu menyimpang dari yang diajarkan oleh Isa Al-Masih.
Di sisi lain ada pula orang Kristen yang melakukan hal yang sama. Mereka mengutip ayat-ayat Quran, memberinya tafsir sesuai selera mereka, untuk membenarkan ajaran agama mereka sendiri.
Beragama pada dasarnya meyakini ajaran yang dianut sebagai suatu kebenaran. Tapi bagaimana dengan ajaran agama lain? Ada puluhan agama berkembang di sekitar kita. Kalau agama saya benar, bagaimana dengan agama-agama itu? Agama pada umumnya hanya menerima kebenaran tunggal. Maka penganut agama pada umumnya yakin bahwa agama dia benar, sedangkan agama lain keliru.
Sampai di situ sebenarnya tak jadi masalah. Biarlah setiap orang meyakini kebenaran agama masing-masing. Masalah muncul ketika ada yang mencoba mengadu kebenaran agama-agama. Khususnya, dua agama yang berhubungan satu sama lain, seperti Islam dan Kristen. Keduanya membahas sosok yang sama, yaitu Isa Al-Masih atau Yesus Kristus, tapi dengan konsep yang berbeda. Bagi orang tertentu, ada godaan untuk membandingkan, dan menjawab pertanyaan, mana yang benar dari kedua ajaran tadi.
Karena ada yang tertarik pada kajian jenis itu, ada penyedianya. Biasanya yang menyediakan adalah orang yang pindah agama. Di agama barunya ia akan jadi orang yang lebih tahu soal agama lama, tahu pula kesalahan-kesalahannya. Ditambah pengalaman spiritualnya yang meyakinkan bahwa agama lama itu salah, dan agama barulah yang benar. Para pendengarnya mendapat tambahan energi untuk lebih yakin.
Orang-orang itu tidak sadar bahwa semua itu subjektif belaka. Ketika seseorang meyakini sesuatu sebagai kebenaran, maka segala sesuatu tentangnya serba benar belaka. Sebaliknya, segala sesuatu yang bukan tentangnya serba keliru. Tak ada yang istimewa soal itu. Sadarilah bahwa kalau kita menemukan kesalahan-kesalahan pada kitab orang lain, orang lain pun menemukan kesalahan-kesalahan pada kitab kita. Kenapa? Karena ini cuma soal kebenaran subjektif.
Kajian seperti ini sebenarnya tidak mendewasakan. Iman pada dasarnya sudah benar, cukup dengan keyakinan pada diri sendiri. Tidak perlu kesalahan pada iman orang lain untuk meyakini kebenaran iman sendiri. Itu adalah iman yang dewasa. Karena itu seharusnya para pemeluk agama menggunakan energinya untuk menggali kebenaran ajaran agamanya sendiri.
Lebih dari itu, mereka seharusnya menggunakan sebanyak mungkin energi untuk memberi manfaat kepada orang lain, baik yang seagama maupun tidak. Agama menuntun orang untuk jadi orang baik. Berusahalah untuk tetap baik, dan menjadi lebih baik lagi. Itu sebenarnya sebuah usaha yang memerlukan sangat banyak energi. Kalau setiap umat beragama fokus untuk melakukan hal itu, mereka tidak akan punya energi untuk mempertanyakan kebenaran agama orang lain.
(mmu/mmu)