Kolom

Menimbang Kebijakan Kartu Vaksin

Rudi Hartono - detikNews
Selasa, 24 Agu 2021 14:00 WIB
Cetak kartu vaksin yang kian marak (Foto: dok. istimewa)
Jakarta -
Kebijakan pemberlakuan kartu vaksin sebagai syarat bepergian ke tempat-tempat publik menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Baik mereka yang pro maupun kontra, keduanya sama-sama mempunyai alasan yang logis. Bagi masyarakat yang pro, umumnya, berpendapat bahwa menjadikan kartu vaksin sebagai salah satu syarat dapat mendorong percepatan vaksinasi demi tercapainya herd immunity.

Kebijakan ini juga dipandang dapat membatasi ruang gerak masyarakat, utamanya yang belum divaksin, sehingga dapat meminimalisasi potensi penyebaran virus. Dengan begitu, memberlakukan kartu vaksin dianggap tepat di tengah target vaksinasi nasional yang belum tercapai.

Namun, buat masyarakat yang kontra justru melihat bahwa kebijakan kartu vaksin sebagai salah satu syarat bepergian ke tempat-tempat publik adalah diskriminatif. Sebab tidak semua orang sudah, atau tidak mau untuk, divaksin dikarenakan ketidakpercayaannya terhadap efektivitas vaksin dan/atau ketersediaan vaksin di tempatnya yang masih terbatas. Terdapat beberapa faktor kenapa orang tidak mau, atau belum divaksin yang mesti diperhatikan.

Untuk itu, sebelum sampai pada kesimpulan perlu-tidaknya memberlakukan kartu vaksin jadi persyaratan, maka terlebih dahulu kita perlu melihat dengan saksama fakta empirik di lapangan sehubungan pelaksanaan program vaksinasi, baik vaksinasi program maupun vaksinasi gotong royong. Pemerintah harus arif dan bijaksana dalam melihat kendala-kendala vaksinasi, dan menyikapinya dengan fair agar tidak ada masyarakat yang dirugikan.

Belum Merata

Kehadiran vaksin Covid-19 setidaknya telah membuat masyarakat mulai sedikit tenang. Panik massal perlahan mulai teratasi. Berbeda dengan setahun sebelumnya, tatkala belum ditemukan vaksin, hampir tidak ada orang yang pikirannya tidak dibayang-bayangi perasaan cemas dan takut. Kini, dengan kehadiran vaksin, muncul secercah harapan terkait pemulihan kesehatan dan ekonomi nasional.

Hanya saja sejak awal program ini dicanangkan, tidak sedikit masyarakat yang meragukan vaksin Covid-19. Atas dasar itulah Presiden kemudian harus menjadi orang pertama yang mendapat suntik vaksin yang disiarkan secara langsung stasiun televisi. Tujuannya untuk membuat masyarakat percaya dan yakin terhadap keamanan vaksin.

Sebagai faktor penting dalam pemulihan kesehatan dan ekonomi nasional, pemerintah mencanangkan program vaksinasi. Semakin cepat vaksinasi dilakukan akan semakin baik. Dari sini kemudian Presiden Jokowi mencanangkan target 2 juta dosis vaksin dalam sehari, namun dalam pelaksanaannya belum tercapai.

Dari laporan Satgas Covid-19, capaian vaksinasi sejak 1 sampai 10 Agustus masih berada di bawah target. Suntikan vaksin terbanyak tercatat pada tanggal 6 yang mencapai 1.238.380 dosis, lalu tanggal 8 sebanyak 1.128.176 dosis, dan pada tanggal 10 sebesar 1.250.792 dosis. Selain itu, suntikan vaksin dosis pertama dan kedua juga tidak merata. Secara akumulatif, per 10 Agustus, vaksinasi tahap pertama mencapai 51.195.551, sedangkan vaksinasi tahap kedua baru 24.897.580.

Data tersebut memperlihatkan bahwa selain belum meratanya suntikan vaksinasi tahap pertama dan kedua, juga masih terdapat masyarakat yang belum mendapat vaksin dikarenakan satu dan lain hal. Merujuk survei teranyar BPS, masih terdapat 20 persen masyarakat belum melakukan vaksin lantaran khawatir akan efek sampingnya serta kurang percaya terhadap efektivitasnya. Sedangkan masyarakat yang belum melakukan vaksin dikarenakan alasan kesehatan, hasil, dan sarana serta akses yang sulit sebanyak 32,5 persen.

Ada dua hal yang bisa dicermati dalam konteks pelaksanaan vaksinasi. Pertama, problem yang datang dari pemerintah, dalam hal ini menyangkut ketersediaan stok vaksin secara nasional dan daerah. Karenanya target 2 juta dosis dalam sehari tampak tidak tercapai. Kedua, problem yang datang dari masyarakat itu sendiri. Ada orang yang belum/tidak ingin divaksin karena faktor penyakit tertentu yang dialami, tidak mengetahui lokasi vaksinasi, dan tidak percaya sama sekali terhadap vaksin.

Oleh sebab itu memberlakukan kebijakan kartu vaksin di tengah pelaksanaan vaksinasi yang masih menyisakan persoalan, akan terkesan diskriminatif buat masyarakat yang belum mendapat vaksin lantaran ketersediaan vaksin di daerah yang minim, atau karena faktor kesehatan sebagaimana saran Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terkait 11 jenis kondisi atau penyakit yang tidak dapat divaksin.

Prinsipnya, kebijakan kartu vaksin bukanlah persoalan serius selagi stok vaksin di masing-masing daerah itu mencukupi. Sebaliknya, jika di daerah-daerah masih terdapat stok vaksin yang minim, tentu kebijakan kartu vaksin sangat merugikan masyarakat terkait.

Bumerang

Pemberlakuan kartu vaksin sebagai syarat bepergian ke tempat publik, selagi itu bertujuan agar mendorong partisipasi masyarakat dalam menyukseskan program vaksinasi Covid-19, tentunya patut didukung. Sebab terdapat keseriusan pemerintah dalam menghadapi pandemi lewat cara melindungi warganya serta menekan penularan. Hal itu dapat dilakukan dengan vaksinasi. Di titik ini orang dapat bersepakat dengan kebijakan tersebut.

Namun terdapat persoalan lain yang mesti menjadi pertimbangan serius pemerintah sebelum mengambil langkah pemberlakuan kebijakan kartu vaksin itu. Pemerintah harus memastikan dan menjamin ketersediaan dan penyebaran vaksin merata di semua daerah. Pemerintah juga harus mempertimbangkan masyarakat yang mengidap penyakit tertentu, yang secara medis tidak disarankan disuntik vaksin.

Yang tidak kalah penting adalah bagaimana perlindungan negara kepada masyarakat tidak berdampak pada tercederainya hak-hak mereka dalam mendapatkan pelayanan publik. Mengapa ini perlu dipertimbangkan dan diperhatikan? Jawabannya adalah agar tidak menimbulkan diskriminasi.

Jangan sampai kartu vaksin, dalam derajat tentu, hendak dijadikan instrumen legitimasi dalam mendiskreditkan hak-hak masyarakat. Bagaimanapun, semua orang tentu ingin mendapat perlindungan dan perlakuan yang sama dari negara. Namun, tidak semua orang beruntung untuk mendapatkan itu.

Pemerintah harus memperhatikan bagaimana dampak pemberlakuan kartu vaksin. Apalagi sekarang ini sudah muncul kasus pemalsuan kartu vaksin. Tentu saja, kalau kebijakan itu diberlakukan secara luas, akan berpotensi memicu persoalan lainnya seperti praktik manipulasi atau jual beli kartu vaksin.

Program vaksinasi memang perlu didukung agar tercipta herd immunity. Namun bukan berarti kita haru mengafirmasi seluruh kebijakan yang mengatasnamakan percepatan vaksinasi. Ada beberapa hal-hal yang perlu didukung, dan ada pula yang harus dikritisi sejauh itu cenderung diskriminatif dan berpotensi mencederai hak-hak masyarakat, sebagaimana rencana vaksinasi individu berbayar yang kemudian dibatalkan oleh Presiden.

Kita tidak ingin kemudian kebijakan kartu vaksin menjadi bumerang buat pemerintah di masa mendatang.

Rudi Hartono Forum Intelektual Nuhu Evav Malang

Lihat juga Video: Respons Sandiaga soal Pihak yang Menolak Kartu Vaksin Syarat Masuk Mal






(mmu/mmu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork