Ketika masker langka di pasaran akibat pandemi COVID-19, sekitar bulan Maret 2020, Nurhayati mulai menjalankan mesin jahit manualnya untuk membuat masker kain non medis. Perempuan dari Desa Sungai Duri, Bengkayang, Kalimantan Barat itu bertekad menjahit masker sebanyak mungkin untuk dibagikannya secara gratis kepada petugas dan masyarakat di jalanan.
Bukannya tanpa halangan, namun akhirnya upayanya berbuah manis. Kesulitan pertama adalah ia lekas kehabisan bahan kain. Ternyata tingkat produktivitasnya juga tidak sesuai bayangan semula. Targetnya tak main-main, 10.000 unit masker. Padahal niat Nurhayati hanya ingin mengurangi beban petugas dan masyarakat yang berjuang sendiri dengan cara menyediakan masker buatan tangannya.
Gayung bersambut, kata berjawab. Masalah itu tak bertahan lama. Bantuan berdatangan dari para tetangganya yang membantu dengan mesin jahit sendiri-sendiri dan secara sukarela. Gotong royong itu pun viral hingga semakin banyak pihak yang bersimpati. Dukungan meluas hingga berlimpah bantuan bahan baku berupa kain, benang, dan juga uang tunai kepada Nurhayati dan para sukarelawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah lain yang mencuri perhatian datang dari ARMY Indonesia di tahun 2021, sebutan bagi penggemar boyband BTS di Tanah Air. Saat itu sedang heboh antrian pemesanan BTS Meal dari salah satu gerai resto siap saji itu, ratusan bahkan ribuan mitra pengemudi ojek online (driver ojol) yang telah menunggu pesanan berjam-jam akhirnya dibubarkan aparat keamanan dengan alasan kesehatan dan keselamatan.
Salah satu driver ojol, Bagyo mengaku hanya bisa pasrah ketika antrian dibubarkan dan sebagian orderan dibatalkan oleh pihak resto. Ia mengambil resiko dalam antrian demi menafkahi keluarganya. Ia dan driver ojol lainnya menempuh bahaya terpapar virus COVID-19. Kisah mereka merisak dunia maya.
Para pemesan makanan yang juga adalah penggemar boyband asal Korea Selatan itu tersentuh hatinya. BTS ARMY Indonesia, demikian mereka menyebut diri, membalas kegigihan para driver ojol dengan menggalang dana melalui platform donasi online. Simpati dan dukungan berdatangan pula dari masyarakat luas hingga terkumpul sekitar 262 juta rupiah.
Dana disalurkan secara merata kepada driver melalui sistem internal platform pemesanan ojol itu. Balas jasa tak berhenti pada donasi uang. Masyarakat tergerak untuk berbuat lebih bagi para mitra pengemudi ojek online. Paket makanan, sembako, hingga layanan tes antigen gratis bagi driver ojol disediakan.
Nampaknya kebaikan-kebaikan bersama semacam itu terus bergulir di tengah pandemi. Kolektivisme mengakar kuat menjadi ciri jati diri bangsa Indonesia, bersama-sama menghadapi terjangan COVID-19 yang merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa
Masyarakat terdiri dari individu-individu yang pada dasarnya memiliki akal sehat dan hati nurani. Pun sebagai bangsa, masyarakat Indonesia memiliki pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Aksi gotong royong kebaikan seperti pada dua kisah di atas boleh jadi adalah buah dari upaya internalisasi nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan selama puluhan tahun yaitu Pancasila.
Perjalanan Pancasila dapat ditelusuri jejaknya dari peristiwa pengasingan, oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda terhadap Koesno Sosrodiharjo atau lebih dikenal sebagai Soekarno. Ia diasingkan di Pulau Ende selama kurun waktu tahun 1934-1938.
Selama di pengasingan itulah, Soekarno atau Bung Karno mengumpulkan dan merumuskan nilai-nilai kebangsaan yang kelak mempersatukan seluruh rakyat Indonesia ke dalam sebuah pedoman, yaitu Pancasila.
Pancasila sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua suku kata. Panca artinya lima dan sila artinya dasar. Pancasila dimaknai oleh Sang Proklamator sebagai lima pedoman hidup berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam pengasingan, Bung Karno acap kali berdiskusi dengan banyak tokoh, diantaranya para misionaris Katolik berkebangsaan Belanda, juga penduduk lokal. Tak jarang, lengan baju disingsingkannya untuk membantu warga setempat membangun jembatan, Bahkan ketertarikannya pada dunia seni pertunjukan diekspresikan dalam pentas seni dan ia menulis naskah dramanya sendiri.
Di sela-sela kesibukan itu, dia sering beristirahat di bawah rindangnya sebuah pohon sukun. Pohon itu hanya berjarak 700 meter dari kediamannya. Daunnya rimbun dan tegap berdiri menghadap pantai Ende. Di situlah, perlahan-lahan dia merenung tentang pengalaman di Ende, dialektika dengan banyak tokoh budaya dan agama, serta impiannya untuk berdiri di atas kaki sendiri sebagai insan merdeka.
Gagasan kemerdekaan tidak serta merta diwujudkan semudah membalik telapak tangan. Bung Karno menyadari bahwa bangsa ini harus bersatu. Ia membutuhkan sesuatu yang dapat menyatukan jutaan orang dari berbagai suku, etnis, budaya, agama, politik, dan lain sebagainya.
Permenungan di bawah pohon sukun itu berbuah tujuh tahun kemudian. Perilaku sehari-hari masyarakat di berbagai daerah dirumuskan Bung Karno menjadi pedoman hidup berbangsa dan bernegara yang akhirnya menyatukan orang-orang sebagai bangsa.
Pedoman itu diungkapkannya dalam pidatonya pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan tanggal 1 Juni 1945. Bung Karno mencetuskan rumusan dasar negara dalam lima butir gagasan, yaitu kebangsaan, internasionalisme dan kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang maha esa. Ia menyebut lima butir gagasan itu sebagai Pancasila.
Nama Pancasila diucapkan Bung Karno dalam pidatonya, begini:
"Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi."
Peristiwa itulah yang kemudian dikenal sebagai hari kelahiran Pancasila. Pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945, Pancasila dijadikan ideologi dan dasar Negara bersama dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Baru 71 tahun kemudian, yaitu tanggal 1 Juni 2016, Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila sekaligus menetapkannya sebagai hari libur nasional.
Jati Diri Bangsa Indonesia: Bersatu Padu Hadapi Pandemi
Sudah lebih dari 16 bulan setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama warga negara Indonesia positif COVID-19. Semenjak itu, pelbagai kebijakan pemerintah diterapkan secara bertahap di tingkat nasional dan daerah untuk mencegah dan menanggulangi pandemi COVID-19. Terakhir adalah pada 1 Juli 2021, Presiden mengumumkan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat secara khusus untuk kawasan Pulau Jawa dan Bali.
Di samping itu, pemerintah Indonesia juga menggencarkan program vaksinasi gratis bagi masyarakat luas. Data Peta Sebaran dari situs daring www.covid19.go.id, diakses per 6 Juli 2021, menunjukkan bahwa vaksinasi ke-1 telah mencapai angka lebih dari 32 juta orang dan vaksinasi ke-2 telah mencapai 14 juta orang. Sedangkan tingkat kesembuhan mencapai 84 persen dan kematian 2,6 persen.
Vaksinasi sebagai intervensi kesehatan diupayakan untuk mempercepat pengendalian demi mencapai kekebalan kelompok dengan target sasaran 181,5 juta penduduk Indonesia. Program 3T yaitu testing, tracing, dan treatment juga digalakkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Dibarengi dengan upaya pemulihan ekonomi nasional, pemerintah mencatat realisasi anggaran tersebut sebesar Rp 252 triliun hingga Semester I-2021.
Penyerapan terbesar diperuntukkan bagi program-program perlindungan sosial, dukungan UMKM dan koperasi, kesehatan, insentif usaha, dan berbagai program prioritas lainnya. Pasca pemberlakuan PPKM Darurat, pemerintah merelokasi anggaran penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional pada sektor kesehatan, perlindungan sosial, dan insentif usaha.
Presiden Joko Widodo mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersatu melawan pandemi COVID-19. Kepatuhan terhadap protokol kesehatan 3M mutlak diperlukan, yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Perpaduan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat harus berkesinambungan antara 3T dan 3M serta vaksinasi. Inilah kunci menghadapi pandemi.
Danom Theo
(akd/ega)