2. Pertemuan pada tanggal 7 Mei 2021 berkaitan dengan HUT saya yang ke-76. Sebagai Presiden, tidak mungkin beliau (Joko Widodo) yang datang ke rumah saya. Silaturahmi sebagai dua sahabat adalah hal yang biasa, karena Pak Jokowi setelah menjadi Presiden tidak berubah sama sekali dengan sewaktu dulu sebagai rakyat biasa.
3. Tempo mengambil sumber katanya dari 3 orang purnawirawan. Kredibilitasnya mereka apa? Kenapa tidak kroscek kepada Pak Jokowi atau pihak Istana yang jelas kredibel, menyangkut pertemuan saya tersebut? Tidak perlu harus ngarang berita dan ngarang-ngarang sumber, jika pers tersebut memang terpandang dan profesional.
4. Kalau mau mencuri perhatian publik untuk meningkatkan rate, jangan menyalahgunakan hak kebebasan pers. Melepas hoax seperti itu merupakan bentuk manipulasi terhadap hak-hak pers, untuk membunuh karakter seseorang atau membuat orang jadi mati perdata.
5. Jika saya menggunakan hak jawab ke sumber berita tersebut percuma saja, karena akan ditenggelamkan oleh ingar bingarnya suara hoax yang terlebih dahulu dengan sengaja telah dilepaskannya.
6. Melayani dengan berpolemik di mana pun, punya implikasi menaikkan rate majalah atau portal medianya, yang berarti membantu Tempo mencapai tujuan.
7. Media yang terpandang selalu memverifikasi, sehingga tidak liar dan jadi kontra produktif, karena merusak nama baik Tempo sendiri. (bar/bar)