Tingkah laku pesepeda di Jakarta menjadi sorotan belakangan ini. Ada berbagai tingkah mereka yang dipandang tak patut oleh publik. Yang paling menonjol adalah memakai jalur yang tidak diperuntukkan bagi pesepeda, beramai-ramai pula. Padahal jalur untuk pesepeda sudah disediakan. Perilaku ini khususnya diperlihatkan oleh pengguna road bike.
Saya pernah memuat tulisan di Facebook saya tentang pesepeda yang seenaknya berjalan di tengah Jl. Sudirman pada pagi hari saat kendaraan ramai menjelang orang-orang masuk kerja. Beberapa pengguna road bike datang menjawab tulisan itu. Alasan mereka, jalur sepeda yang disediakan tidak cocok untuk road bike karena sempit. Apalagi kalau mau peloton, tidak bisa, tulis mereka. Lalu mereka meminta, lebih tepatnya menuntut, pengguna jalan yang memakai kendaraan lain untuk rela berbagi.
Ini satu soal penting, yaitu etiket bersepeda. Saya pernah cukup lama tinggal di Jepang. Kota-kota di sana sangat ramah sepeda. Hal yang berbeda dari sistem kita di sini, di Jepang sepeda diperlakukan sama dengan pejalan kaki. Jadi, pesepeda berjalan di atas trotoar, atau pada bahu jalan kalau tidak ada trotoar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentu saja para pengguna road bike tidak lantas boleh peloton di atas trotoar. Tidak pula di atas jalan raya. Ramah sepeda itu artinya disediakan jalur sepeda sebagai sarana transportasi untuk warga kota. Adapun road bike, tujuannya bukan seperti itu. Kalau mau melaju dengan kecepatan tinggi dan peloton, tempatnya tentu bukan di jalan yang dipakai untuk jalur transportasi. Tempatnya di jalan yang relatif sepi.
Ini yang sering dilupakan orang, yaitu tujuan suatu aktivitas. Memakai jalan raya yang ramai untuk keperluan sport seperti road bike, itu sama saja dengan memakai jalan raya untuk balap motor. Itu sudah tidak patut. Beberapa kawan saya, termasuk yang tinggal di Jepang, mengkritik perilaku tak patut para pengguna road bike tadi.
Rasanya dengan wawasan seadanya saja kita bisa paham bahwa sepeda yang dikendarai di jalan protokol yang sibuk sangat berbahaya. Sudah cukup banyak contoh kecelakaan yang terjadi. Satu-satunya hal yang membuat orang-orang itu bertahan tinggal ego, keinginan untuk memaksakan kehendak.
Soal lainnya adalah kebijakan Gubernur DKI. Ia tampaknya ingin menjadikan Jakarta sebagai kota ramah sepeda. Ia ingin agar orang-orang menjadikan sepeda sebagai alat transportasi. Itu baik saja. Hanya saja, Gubernur DKI perlu mengingat kembali prinsip yang sering ia sampaikan, yaitu membangun itu tidak hanya membangun fisik, tapi juga membangun manusia.
Dalam soal menjadikan Jakarta sebagai kota ramah sepeda ini, Gubernur DKI gagal melakukannya, baik dari sisi fisik maupun manusia. Dari sisi fisik, jalur sepeda permanen yang dibuat di jalan utama Sudirman-Thamrin dianggap tidak efektif, dan hendak ditutup oleh Polda Metro Jaya. Alih-alih mencari solusi, misalnya membangun tempat khusus bagi pengguna road bike, Gubernur malah berupaya agar jalan seperti fly over, bahkan jalan tol, boleh dipakai untuk road bike.
Dari sisi manusia, itu tadi, tidak ada upaya memadai untuk mendidik para pesepeda agar mereka tahu tata tertib bersepeda.
Simak video 'Catat Ya Buat Pesepeda, Pemprov DKI Wajibkan Kalian Pakai Jalur Kiri':