Membaca tulisan berjudul Sandiaga Bidik Potensi Wisata Mistis, Hantu Indonesia Terkenal Paling Serem! di detikTravel beberapa waktu lalu membuat saya tergelitik untuk menulis tanggapan. Dalam tulisan itu antara lain disebutkan bahwa wisata mistis atau ghost tourism menurut Sandiaga adalah potensi yang tidak bisa diabaikan.
Disebutkan juga dalam berita tersebut bahwa di Rumania, misalnya, wisatawan datang ke sana karena ingin melihat drakula. Di Inggris, orang ingin melihat Dr Jekyll dan Mr Hyde. Begitu juga dengan Amerika dan Jepang yang terkenal dengan wisata hantunya. Di Amerika, orang bahkan ada yang rela membayar untuk melihat rumah hantu yang masuk produksi beberapa film horor terkenal seperti Conjuring.
Terlepas dari pro-kontra, ada satu pertanyaan yang mesti dijawab, mengapa "wisata hantu" (wisata mistis) menarik (bagi sebagian kalangan tentunya) sehingga potensial dikembangkan?
Mengapa Menarik?
Motivasi berwisata umumnya merupakan keinginan yang sulit untuk dimengerti yang timbul dari dalam diri seseorang. Karena bersifat internal, dorongan untuk berwisata sangat bergantung kepada diri pribadi. Meskipun demikian, berbagai literatur menyebutkan bahwa hal ini berkaitan erat dengan umur, pengalaman, pendidikan, emosi, serta kondisi fisik seseorang.
Motivasi berwisata umumnya merupakan keinginan yang sulit untuk dimengerti yang timbul dari dalam diri seseorang. Karena bersifat internal, dorongan untuk berwisata sangat bergantung kepada diri pribadi. Meskipun demikian, berbagai literatur menyebutkan bahwa hal ini berkaitan erat dengan umur, pengalaman, pendidikan, emosi, serta kondisi fisik seseorang.
Berbeda halnya dengan motivasi berwisata, daya tarik wisata yang bersifat eksternal akan lebih mudah diidentifikasi. Oleh karena itu, tulisan singkat ini akan fokus membahas mengapa "wisata hantu" menarik dari sisi eksternal ini.
Jika kita buka kembali Undang-Undang Kepariwisataan (UU Nomor 10 Tahun 2009), definisi daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan (Pasal 1).
Ada beberapa kata kunci yang menurut saya bisa kita catat dari definisi ini, yaitu (1) keunikan; (2) keindahan; (3) nilai; (4) alam; (5) budaya; dan (6) buatan manusia. Poin 1 sampai 3 terkait dengan kriteria daya tarik wisata, sementara poin 4 sampai 6 terkait dengan jenis daya tarik wisata.
Dari sudut pandang wisatawan, daya tarik wisata terkait dengan sesuatu yang menarik untuk dilihat, dilakukan, dan/atau dibeli (something to see, something to do, something to buy). Sementara dari sudut pandang pemangku kepentingan di bidang pariwisata (antara lain pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat) jika berpedoman kepada Pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 2009 menurut saya meliputi (1) keunikan; (2) keindahan; dan (3) nilai yang ditawarkan kepada wisatawan.
Dalam konteks "wisata hantu", menurut saya "keunikan" merupakan kriteria yang yang paling relevan karena biasanya terkait dengan hal-hal non-bendawi yang terkadang tidak disadari. Salah satu pengertian "unik" adalah tersendiri dalam bentuk atau jenisnya; lain daripada yang lain; tidak ada persamaan dengan yang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima, 2016).
Secara sederhana, pengertian keunikan adalah sesuatu yang sulit ditemukan kesamaannya atau bahkan tidak ditemukan di tempat lain. Dengan kata lain, dalam bahasa yang lebih sederhana keunikan dalam hal ini bisa berarti "sesuatu yang langka". Keunikan biasanya bersifat non-bendawi dan bisa digali dari sisi mitologis (mitos dan cerita sejenis yang berkembang di masyarakat), historis (sejarah), dan/atau sains (ilmu pengetahuan).
Berbagai fenomena alam dan budaya yang digali dari sisi mitologis, historis, dan/atau sains berpotensi untuk dikembangkan menjadi daya tarik wisata yang bisa ditawarkan kepada wisatawan, baik untuk dilihat, dilakukan, maupun dibeli. Keunikan fenomena alam dan budaya yang tidak bisa dipindahkan berpeluang untuk menjadi daya tarik wisata dalam kategori sesuatu yang bisa dilihat.
Beberapa aktivitas budaya masyarakat setempat yang unik dan memungkinkan melibatkan wisatawan berpeluang untuk menjadi daya tarik wisata untuk kategori sesuatu yang bisa dilakukan (selain dilihat). Demikian juga dengan keunikan hasil buatan manusia (misal hasil kerajinan) berpeluang untuk menjadi daya tarik wisata yang bisa dibeli sebagai cendera mata atau suvenir.
Dari paparan di atas bisa disimpulkan bahwa "wisata hantu" menarik (bagi sebagian kalangan) kemungkinan karena kriteria "keunikan" yang melekat dalam bentuk wisata ini. Kemampuan bercerita (storry telling) oleh seorang pemandu "wisata hantu" tentang sisi mitologis dan historis dari tempat yang dikunjungi menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam paket wisata ini sehingga wisatawan merasa puas.
Senyampang pariwisata masih "mati suri" pada masa pandemi ini, tidak ada salahnya memanfaatkan kondisi ini untuk "duduk bersama" (meskipun secara virtual) guna mendiskusikan "wisata hantu". Siapa tahu ada yang tertarik?
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini