Konflik Israel-Palestina memasuki babak baru. Militer Israel terus menerus melakukan serangan udara terhadap target-target yang sebetulnya dilarang dalam hukum perang. Baru-baru ini, militer Israel membombardir sebuah apartemen di Gaza yang merupakan tempat sejumlah media internasional membuka kantor perwakilan. Aljazeera dan Associated Press adalah dua di antara beberapa media yang menjadi korban serangan Israel.
Israel dan Palestina memang sedang melakukan jual-beli serangan. Palestina di satu sisi diwakili oleh faksi Hamas menembakkan ratusan roket, sementara Israel menangkis serangan dengan teknologi anti-roket yang dikenal dengan sebutan air dome, sebagian besar berhasil dilumpuhkan di udara, selanjutnya Isreal menggunakan kekuatan udara yang dimilikinya untuk membombardir sasaran yang telah ditentukan.
Superioritas militer Israel tidak perlu diragukan. Perang Arab-Israel pada tahun 1967 menunjukkan betapa tangguhnya militer Israel. Sehingga, Palestina bukanlah lawan sepadan. Eskalasi yang berlangsung sejak Jumat (14/5) pekan lalu itu mengakibatkan jumlah korban dari pihak Palestina 145 meninggal dan 40 di antaranya adalah anak-anak. Sementara dari pihak Israel 10 orang meninggal dan satu di antaranya adalah anak-anak (New York Times, 16/5).
Penyebab Konflik
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kekerasan yang terjadi saat ini dipicu oleh keputusan Mahkamah Agung Israel yang memerintahkan eksekusi lahan yang selama ini didiami warga Palestina diambil alih oleh Nahalat Simon, sebuah organisasi sayap kanan Yahudi yang memiliki misi untuk menggusur orang-orang Arab-Palestina diganti dengan warga Yahudi terutama di kawasan Jerusalem Timur. Peristiwa itu terjadi di daerah Sheikh Jarrah, tidak jauh dari Masjid Al-Aqsa.
Peristiwa pengusiran sekaligus pengambilan paksa tanah yang telah dihuni sejak tahun 1948 itu terdengar luas di kalangan warga Palestina. Sebagai bentuk simpati, warga Palestina berkumpul di kawasan Masjid Al-Aqsa. Mereka berkumpul di Al-Aqsa untuk menentang putusan Mahkamah. Mereka berkumpul untuk mengirim pesan kepada dunia bahwa jika dunia diam atas pengambilan tanah kali ini, maka kelak rumah-rumah warga Palestina tidak ada lagi yang tersisa. Mereka menagih janji Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terutama UNRWA yang menyetujui posisi warga Palestina sebagai pemilik sah tanah itu melalui putusan tahun 1959. (Middleeastmonitor, 11/5)
Berdiam diri atas penyerobotan tanah sama halnya dengan memupus harapan akan masa depan negara Palestina. Semangat itulah yang membuat warga Palestina melakukan aksi unjuk rasa terhadap pihak Israel di Gate Damascuss yang berlangsung sejak pagi hingga waktu berbuka puasa. Aksi warga Palestina direspons secara eksesif oleh tentara Israel yang merangsek secara membabi buta ke dalam Masjid Al-Aqsa --menembakkan gas air mata dan peluru karet tanpa ampun.
Kekerasan yang dilakukan tentara Israel memicu protes dan demontrasi baik di kota-kota Palestina maupun di kota-kota besar lainnya seperti di Irak, Lebanon, Turki, bahkan di Amerika Serikat.
Respons Dunia Internasional
Tindakan Israel yang sewenang-wenang mendapat kritik dari seorang supermodel keturunan Palestina yang saat ini tinggal di Amerika Serikat, Gigi Hadid. Gigi Hadid merupakan pesohor yang memiliki pengikut Instagram mencapai 66 juta yang secara terbuka menyampaikan simpatinya terhadap perjuangan rakyat Palestian sekaligus mengkritik perusahaan Instagram yang bersikap ambivalen terhadap Palestina --di satu sisi melarang anti-semitisme, tetapi di sisi lain membiarkan tindakan rasis dilakukan oleh Israel.
Hal senada disampaikan juga oleh anggota kongres dari Partai Demokrat, Rashida Tlaib, yang menyampaikan kritiknya di hadapan anggota Kongres terkait dukungan Amerika Serikat terhadap Israel yang berlebihan dan tanpa batas.
Sejauh ini, PBB telah mengingatkan Israel untuk menghentikan aksi militernya serta mempersiapkan pertemuan darurat pada hari Minggu untuk membahas ketegangan yang terjadi. Begitu juga dengan pemimpin tertinggi Katolik sedunia Paus Fransiskus yang meminta supaya Jerusalem bisa menjadi tempat hidup berdampingan para pemeluk agama dan memastikan keselamatan warga sipil.
Dalam waktu dekat, PBB sangat dibutuhkan perannya untuk memastikan de-eskalasi. Para pemimpin dunia terutama negara-negara anggota OKI sangat dinanti perannya untuk mempersiapkan masa depan dua negara Israel-Palestina supaya konflik paling tua di muka bumi itu segera berakhir.
M. Sya'roni Rofii Ketua Rumah Perdamaian Universitas Indonesia, Anggota Dewan Pembina OIC Youth Indonesia
(mmu/mmu)