...Menjalankan pemerintahan itu, berarti melihat ke depan dan merencanakan apa saja yang akan dilakukan atau harus dilakukan... ~ Gouverner C'est Prevoir
Reshuffle kabinet terbatas kembali digulirkan oleh Presiden Joko Widodo pada minggu lalu. Dalam reshuffle kabinet kali ini terdapat hal berbeda; Presiden Jokowi menambah satu nomenklatur kementerian dan meleburkan satu kementerian. Penambahan nomenklatur kementerian tersebut yaitu Kementerian Investasi yang dijabat oleh Menteri Bahlil Lahadalia. Lalu untuk peleburan kementerian yaitu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dijabat oleh Menteri Nadiem Makarim. Dari dua nomenklatur ini, ada hal unik sebetulnya yang bisa menjadi diskursus dalam penyelenggaraan pemerintahan pasca reshuffle kabinet terbatas ini.
Hal unik itu adalah soal pelimpahan kewenangan satu kementerian yang lama kepada satu kementerian yang baru akibat peleburan nomenklatur. Itulah cikal bakal lahirnya Kemendikbudristek. Sebelumnya, Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sementara Bambang Brodjonegoro menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi (dahulu Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi/Kemenristekdikti).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peleburan kedua Kementerian ini bermula ketika ketika Presiden Jokowi menyerahkan Surat Presiden bernomor R-14/Pres/03/2021 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan perihal Permohonan Persetujuan Pembentukan Kementerian Investasi serta Peleburan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk digabungkan dengan Kementerian Riset dan Teknologi.
Permohonan peleburan kedua kementerian negara ini pun disetujui secara mutlak oleh DPR. Hal demikian menimbulkan berbagai kontroversi dari berbagai kalangan, dikarenakan tanpa adanya gemuruh secara tiba-tiba peleburan itu pun resmi dilaksanakan. Isu hangat yang menuai kritikan keras ialah peleburan kedua kementerian tersebut seperti tidak memiliki pertimbangan yang bijak dan matang. Seolah-olah peleburan ini hanya distrategikan untuk sekadar memberikan ruang pada Kementerian Investasi yang baru dibentuk.
Impact lain dari peleburan kedua kementerian ini ialah dijadikannya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi badan otonom yang semula melekat pada Kemenristek. Kekhawatirannya ketika BRIN memiliki wewenang khusus untuk mengurusi pelaksanaan riset hal ini nantinya akan menyebabkan dualisme kekuasaan yang akan berdampak pada kesewenang-wenangan kebijakan lembaga otonom.
Keyakinan untuk memperkuat isu dari "memberikan ruang terhadap Kementerian Investasi" ini, dapat dilihat terhadap Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang memberikan ambang batas terhadap maksimal jumlah Kementerian Negara, yaitu hanya sebanyak 34 kementerian saja. Hal itu sekiranya yang menyebabkan Presiden Jokowi memutar otak untuk dapat menyediakan ruang untuk Kementerian Investasi dengan cara menggabungkan dua kementerian yang 'mungkin' dirasa memiliki tugas dan tanggung jawab yang hampir bersamaan.
Penambahan Kewenangan
Tentu dengan penambahan kewenangan seperti itu berkonsekuensi pada tugas dan tanggung jawab dari rumpun Kemendikbudristek, mulai dari jabatan tertinggi dalam hal ini Menteri, hingga pada jabatan paling bawah dalam lingkungan kementerian tersebut. Atas dasar itu, sebagai lokomotif bergeraknya Kemendikbudristek, Nadiem Makarim dihadapkan pelbagai banyak persoalan yang mesti diselesaikan baik di bidang Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan juga Teknologi.
Padahal dengan melakukan peleburan ini, tanggung jawab yang harus dibenahi oleh Nadiem Makarim akan semakin besar dan berisiko terhadap tumpang tindihnya tata kelola pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi. Tak ayal, sebenarnya peleburan dua kementerian ini akan membuat perumusan kebijakan dan koordinasi Ristek akan semakin tenggelam oleh persoalan pendidikan dan kebudayaan. Hal ini dikarenakan yang sebelumnya Kemendikbud menangani pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, mengah, vokasi, hingga budaya dan pembentukan karakter, kini juga harus memayungi penyelenggaraan bidang riset, teknologi dan pendidikan tinggi.
Luar biasa sekali ketika seluruh beban tanggung jawab itu diamanahkan kepada satu Kementerian yang nantinya akan menimbulkan PR besar. Ibarat tidak berkaca terhadap cerita lama, ketika dahulunya Kemenristek dan Kemendikbud yang pernah bersatu lalu dipisah karena tidak berjalan dengan efektif dan maksimal. Penggabungan ini juga menyebabkan tanggung jawab Nadiem Makarim tidak hanya terkait tugas dan wewenang Kemendikbudristek, tapi juga mengenai anggaran yang justru akan semakin mengecil mengingat juga akan menopang tugas riset dan teknologi.
Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan "Pemerintah memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional." Apakah dengan disahkannya peleburan Kemendikbudristek ini akan mencukupi kebutuhan pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi?
Persoalannya, pendidikan dasar dari SD hingga SMA belum merata di seluruh Indonesia. Masih banyaknya anak-anak bangsa yang hidup dan menetap di daerah-daerah terpelosok belum dapat mengenyam pendidikan dengan baik dan adil. Beban belum meratanya pendidikan menyebabkan Nadiem juga harus berpikir keras bagaimana untuk dapat menguatkan riset dan teknologi negara yang masih jauh tertinggal dari negara-negara lain.
Bertolak-belakang dengan negara-negara maju yang sangat terfokus terhadap riset dan teknologinya, karena data riset harus dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan/ilmiah. Riset dan teknologi Indonesia sangat memerlukan perhatian khusus dengan salah satu cara adanya Kementerian khusus yang memayungi Ristek seperti Kemendikti terdahulu.
Utak-atik Kementerian yang dilakukan oleh Presiden Jokowi yang sebelumnya pada Kabinet Kerja memisahkan Kemendikbud dan Kemendikti, kini meleburkannya kembali pada Kabinet Indonesia Maju, jangan sampai menjadi bumerang bagi kemajuan pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi Indonesia. Kesiapan Nadiem Makarim dalam mengemban tugas berat ini juga sangat perlu diperhatikan.
Nadiem harus mampu untuk lebih meningkatkan kualitas, kuantitas, dan inovasi perguruan tinggi dalam bidang riset dan teknologi. Peningkatan terhadap gerak Ristek juga sangat perlu untuk dilakukan guna membangun hilirisasi dan komersialisasi hasil riset dan teknologi dalam industri dan sistem ekonomi nasional.
Keseimbangan kinerja Nadiem Makarim yang dihadapkan dengan tugas berat peleburan dua kementerian ini harus dijalankan dengan tepat. Nadiem bersama ketua BRIN Laksana Tri Handoko harus pintar-pintar membagi tugas guna membangun koordinasi yang erat dan tidak tumpang tindih. Dikarenakan posisi Nadiem untuk memimpin Kemendikbudristek masih banyak diragukan oleh berbagai pihak.
Oleh sebab itu penunjukan Nadiem Makarim sebagai Menteri juga menjadi ajang pemantasan diri yang harus ditunjukkan kepada masyarakat Indonesia. Kemajuan pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi diharapkan dapat dilaksanakan dengan sebaik mungkin guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga harapan publik untuk perbaikan pendidikan, kebudayaan, pengembangan riset, dan teknologi kembali pada khitah alinea keempat UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selamat bekerja lebih keras lagi, Mas Menteri Nadiem Makarim!
Indah Nadilla peneliti Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Andalas
Simak Video: 4 Upaya Perbaikan Sistem Pendidikan RI yang Terus Diupayakan Nadiem