Jakarta - Nyaris semua orang kini mengenal Muhammad Azwar alias Raju. Pengadilan Negeri Stabat yang namanya susah dilafalkan itu pun jadi perbincangan gara-gara sidang Raju yang kontroversial.Kontroversi sidang, yang akhirnya pada Rabu, 8 Maret, mengganjar Raju hukuman untuk dibina di rumah, bermula dari sebuah adegan yang sungguh mengundang simpati. Berita dimulai dari adegan seorang anak kecil meronta-ronta saat akan dibawa masuk ke ruang sidang pengadilan. Ia menjerit serta menangis sejadi-jadinya."Raju takut Mak, Raju nggak mau masuk ke dalam," teriak Raju sambil mendekap erat tubuh ayahnya. Lalu ayah Raju, Sugianto, berteriak memprotes jaksa dan hakim. "Siapa yang mau bertanggung jawab kalau anak saya nanti gila!"Adegan memilukan itu disiarkan semua televisi nasional dan diberitakan luas oleh media massa. Efeknya sungguh luar biasa, semua orang bersimpati dan membela Raju. "Kasihan sekali, masa anak kecil itu harus disidangkan," kata seorang ibu setelah menyaksikan tangisan Raju di televisi.Tak hanya ibu-ibu dan orang awam yang jatuh simpati, para ahli hukum, psikolog anak, anggota DPR, Komisi Yudisial (KY) sampai Presiden SBY pun memperhatikan Raju. Presiden mengutus staf ahlinya, Yenny Wahid, untuk mengetahui kasus tersebut.Semua berpendapat seragam, menyalahkan hakim. Coba simak pendapat Satjipto Rahardjo, guru besar hukum Undip. Satjipto menulis kolom yang isinya menyebut kasus Raju sebagai contoh penerapan hukum yang tanpa hati nurani. Bagi Satjipto, kasus Raju merupakan kasus perkelahian anak biasa yang tak pantas dibawa ke pengadilan.Psikolog Sarlito Wirawan juga berpendapat Raju tak semestinya disidangkan. Sarlito mencurigai proses peradilan Raju dan seolah memberi indikasi ada sesuatu antara orang tua pelapor Raju dengan penegak hukum.Ia menulis, ....bapak lawan lapor ke polisi (ini mulai aneh), lalu polisi menangkap Raju (.....haaah?....), kemudian polisi mengajukan ke jaksa (kok makin aneh?), dan jaksa ke pengadilan. "Yang paling super ajaib hakim tetap mengadili Raju dengan tata cara persis mengadili preman," tulis Sarlito.Hari-hari selanjutnya berita media massa nyaris berisi opini yang membela Raju. Semua orang beropini hanya berdasarkan adegan Raju yang menolak disidang. Dan pers pun seperti tenang-tenang saja atau mungkin sibuk memberitakan opini lanjutan, tidak menggali lebih dalam
background kasus Raju.Pers memang menganut prinsip "anjing menggigit orang bukan berita, tapi kalau manusia menggigit anjing baru berita. Ketika kasus Raju masih dalam proses perkelahian, kemudian disidik polisi, sidang yang sampai 8 kali tak dihadiri bocah itu, tidak ada pers yang memberitakanya.Pers mungkin sepakat apa menariknya semua itu, itu hanya hal biasa, klise dan banyak terjadi. Tapi ketika sebuah kasus menghentakkan terjadi,
background sebuah kasus amatlah penting untuk diketahui. Dan inilah yang nyaris luput dari pemberitaan.Rata-rata informasi yang dibeberkan pers hanya menyebut Raju yang masih di bawah umur ditahan karena berkelahi dengan kakak kelasnya. Siapa kakak kelas itu? Mengapa ia berkelahi dengan Raju? Mengapa keluarganya kemudian melaporkan Raju ke polisi, inilah yang sedikit bahkan nyaris tidak disodorkan pers.Hanya segelintir pers (yang mungkin karena merasa bersalah) yang kemudian menjelaskan kasus Raju dari sisi korban, yakni Armansyah alias Eman. Salah satu segelintir pers yang akhirnya memuat kasus dari versi Eman adalah Kompas.Eman (yang seolah disalahkan karena berumur lebih tua dari Raju), dari laporan Kompas diketahui ternyata fisiknya lebih lemah. Meski terpaut enam tahun dari Raju, tubuh Eman kurus dan kecil untuk anak seusianya.Dan akibat perkelahian itu (yang sering dianggap perkelahian anak kecil biasa) luka yang diderita Eman sungguh luar biasa. Hasil visum et repertum menunjukkan Eman menderita luka-luka memar, merasa sakit di perut, leher, tulang iga dan panggul.Orang tua Eman yang oleh Sarlito seolah diopinikan "ada apa-apanya" dengan aparat penegak hukum ternyata orang yang lebih miskin dari keluarga Raju. Keluarga Eman membawa kasus itu ke polisi setelah keluarga Raju menolak membiayai pengobatan.Saya tak pernah mempunyai maksud menyudutkan Raju. Saya tetap sepakat anak-anak di bawah umur tidak boleh ditahan, apalagi dicampur dengan tahanan dewasa. Saya juga sangat setuju, sidang kasus anak harus memakai UU Peradilan anak.Saya hanya ingin menyoroti betapa pers telah timpang melaporkan berita Raju karena nyaris tak memberikan porsi yang cukup pada korban. Padahal tidak adanya
cover both side sungguhlah berbahaya.Untuk saat ini (syukurlah) yang muncul memang baru pembelaan pada Raju dan opini yang salah pada keluarga Eman. Tapi kalau ini dibiarkan, bisa saja memakan korban. Bisa saja keluarga Eman dibenci, dimusuhi bahkan mendapat ancaman kekerasan. Inilah yang harus dihindarkan!
Keterangan Penulis:Penulis adalah wartawan detikcom.
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak menggambarkan sikap/pendapat tempat institusi penulis bekerja.
(/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini