Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui peleburan Kementerian Riset dan Teknologi ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai usulan Presiden Jokowi. Selanjutnya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang saat ini menjadi satu dengan Kemenristek akan menjadi lembaga tersendiri, mirip dengan lembaga lain seperti BNPB.
Apa yang diinginkan pemerintah dengan peleburan ini? Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja penelitian dan pengembangan. Latar belakangnya, selain memiliki lembaga-lembaga riset yang dikoordinasi oleh Kemenristek, negara juga punya sangat banyak lembaga penelitian dan pengembangan di bawah kementerian teknis.
Lembaga-lembaga ini menghabiskan cukup banyak dana, baik untuk menggaji karyawan yang jumlahnya tidak sedikit, maupun sebagai dana kegiatan riset. Tapi seperti yang pernah dikeluhkan oleh Presiden Jokowi, hasilnya tidak ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan tadi akan dikeluarkan dari kementerian, dan akan digabungkan menjadi pusat-pusat riset di bawah kendali dan koordinasi BRIN. Harapannya, penggabungan ini akan mempertegas peran, fungsi, serta keluaran yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga tersebut.
Perombakan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi ini adalah perombakan yang sangat besar, melibatkan struktur organisasi yang luas dan kompleks, serta sumber daya manusia yang tidak sedikit. Pertanyaannya, akankah perombakan ini efektif?
Kita semua masih ingat bahwa saat membentuk kabinet pada periode pertama kepemimpinannya, Presiden Jokowi sudah melakukan perombakan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang tadinya berada di bawah Kemendikbud dipindahkan ke Kemenristek. Bertahun-tahun waktu dihabiskan untuk melakukan penyesuaian organisasi akibat perubahan itu. Hasilnya? Tidak jelas. Pada kabinet periode kedua, Presiden Jokowi malah mengembalikan Ditjen Dikti ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Tidakkah perombakan kali ini akan menjadi sesuatu yang sama? Masa pemerintahan Presiden Jokowi periode kedua tersisa tinggal tiga tahun lebih. Masa yang tersisa itu mungkin hanya akan habis terpakai untuk melakukan berbagai penyesuaian organisasi. Artinya, sampai akhir pemerintahan Jokowi lembaga-lembaga baru ini mungkin belum akan bekerja sebagaimana mestinya.
Kalau begitu, akankah ada maknanya? Itu tergantung apakah nanti presiden baru akan melanjutkan kebijakan ini atau tidak. Kalau dilanjutkan, mungkin lembaga baru ini akan mulai bekerja, lalu dari situ barulah kita bisa melihat apakah perombakan ini efektif atau tidak. Tapi kalau nanti presiden baru melakukan perubahan lagi, perombakan kali ini akan jadi sia-sia.
Kenapa Presiden Jokowi begitu berambisi untuk mereorganisasi lembaga-lembaga riset? Jawaban klisenya adalah untuk meningkatkan kinerja riset. Tapi apakah itu akan efektif? Itu tidak mudah dijawab. Pertanyaan yang mesti diajukan lebih dahulu, apakah Presiden Jokowi punya konsep utuh, dan mau secara serius menjalankannya?
Bagi saya pribadi agak sulit untuk menjawab "ya" pada pertanyaan itu. Pemindahan Ditjen Dikti ke Kemenristek, kemudian dikembalikan lagi ke Kemendikbud telah menunjukkan bahwa tidak ada konsep yang jelas yang menyertai keinginan itu.
Lebih aneh lagi, Jokowi mengangkat M. Nasir sebagai Menristek. Orang yang diangkat Jokowi ini bukan orang yang punya rekam jejak dalam kegiatan riset. Tidak pula ia punya konsep. Entah apa pertimbangan Jokowi mengangkat dia. Ketika kinerjanya tidak jelas, Presiden Jokowi juga tidak menggantinya, sampai masa jabatannya berakhir.
Apakah perombakan kali ini tidak mengulangi kekacauan yang dibuat Jokowi di periode pertama pemerintahannya? Akankah ia menunjuk orang yang benar-benar mumpuni, bukan sekadar kocok-kocok organisasi untuk berbagi jabatan? Ada kabar yang beredar bahwa Ketua Umum PDIP Megawati akan mengambil peran pembina di BRIN. Kapan Megawati pernah terlibat dalam kegiatan riset?
Niat untuk meningkatkan kinerja riset itu sangat baik dan penting, tentu saja. Masalahnya, apakah niat itu diiringi dengan penyusunan konsep dan rencana strategis yang benar? Apakah tarik menarik politik tidak mendominasinya? Ini yang harus dijawab dengan tegas oleh Presiden Jokowi.
(mmu/mmu)