Minggu lalu, saya membagikan kisi-kisi Ujian Madrasah (UM atau disebut juga US jika di bawah naungan Kemendikbud) pada siswa Kelas 12 saat pembelajaran tatap muka terbatas. Tak terasa sebentar lagi saya akan berpisah dengan mereka. Sayangnya sedikit sekali tatap muka yang sempat kami lakukan dikarenakan pandemi masih berlangsung. Setelah menjelaskan beberapa hal terkait ketentuan UM, salah satu siswa berkata,"Kita ini sudah auto lulus kan, Bu?"
Pertanyaan itu sedikit membuat saya kaget. Pasalnya, siswa tersebut bukannya membaca atau penasaran dengan kisi-kisi yang saya berikan, dia justru buru-buru memasukkannya ke dalam tas. Tersirat dari pertanyaan yang ia lontarkan, bahwa ketika kelulusannya otomatis, maka ia tak perlu lagi memikirkan ujian.
Hal yang terjadi agak berbeda saat pemerintah masih memberlakukan Ujian Nasional (UN). Saat itu, ketika saya memberikan kisi-kisi soal ujian, dengan semangat mereka membaca dan mempelajarinya. Meski dalam beberapa tahun belakangan UN tidak lagi dijadikan standar kelulusan, mayoritas siswa saat itu masih terlihat begitu bersemangat. Banyak yang tetap mengikuti les atau bimbel dan membeli buku-buku latihan dengan harapan nama mereka berada di deretan atas saat pengumuman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak pandemi Covid-19 mewabah, Menteri Pendidikan memang mengambil keputusan meniadakan UN. Namun, saat itu para siswa belum mengetahui kalau kebijakan ini akan diambil di tahun kelulusan mereka. Madrasah kami bahkan masih sempat mengadakan bimbingan intensif untuk mata pelajaran yang diujikan sejak awal semester genap. Sehingga beberapa siswa mengaku kecewa dengan kebijakan tersebut.
Di tahun ini, sejak awal menaiki Kelas 12, seluruh siswa sudah bisa memprediksi bahwa peniadaan UN akan tetap berlanjut. Jangan tanya apa dampaknya. Tentu kita sudah sama-sama tahu, motivasi belajar siswa merosot tajam. Ditambah lagi sejak masa pandemi sebagian besar kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring. Hal yang terjadi selama PJJ, banyak siswa ogah-ogahan mengerjakan tugas dan sekadar hadir untuk mengisi presensi di google classroom. KPAI bahkan mencatat sekitar 119 siswa memilih menikah usia dini selama pandemi.
Saya pribadi sebenarnya sepakat dengan Menteri Pendidikan yang mengatakan bahwa UN lebih banyak berisi butir-butir yang mengukur kompetensi berpikir tingkat rendah dan kurang optimal sebagai alat untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Namun, dampak merosotnya motivasi belajar siswa juga sebaiknya tidak kita biarkan begitu saja.
Menurut Surat Edaran Mendikbud Nomor 1 tahun 2021, peserta didik dinyatakan lulus setelah mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan. Pertama, portofolio berupa evaluasi atas nilai rapor, nilai sikap, dan prestasi yang dilakukan sebelumnya. Kedua, penugasan. Ketiga, tes secara luring atau daring dan/atau keempat, bentuk kegiatan penilaian lain yang ditetapkan oleh satuan pendidikan.
Di poin nomor empat tentang bentuk kegiatan penilaian lain, alangkah baiknya jika sekolah mulai merencanakan kegiatan praktik yang fokus pada minat dan bakat untuk merawat motivasi belajar siswa. Karena tugas praktik tahun ini boleh diadakan dan ditiadakan, maka lebih baik jika sekolah memberlakukan dengan fleksibel saja.
Sekolah bisa memberikan ujan praktik di bidang tertentu sesuai keinginan siswa. Sehingga meski UN ditiadakan, setidaknya tetap ada sesuatu yang ditunggu-tunggu peserta didik, yaitu melakukan kegiatan praktik yang disukainya. Jika tidak banyak ujian praktik yang harus dikerjakan, siswa bisa semakin fokus menekuni ujian praktik yang dipilih.
Kegiatan yang didasari dengan minat siswa tentu akan lebih menyenangkan dibanding dengan kegiatan yang memaksa siswa mengerjakan banyak hal yang belum tentu disukainya. Berkaca dari tahun lalu, banyak sekolah tetap mengadakan ujian praktik hampir di semua mata pelajaran yang dilakukan secara daring. Hasilnya, siswa mengikuti ujian tersebut tanpa kesungguhan.
Banyak guru akhirnya terpaksa memberi nilai gaib karena beberapa siswa bahkan tidak mengikuti ujian praktik pada mata pelajaran mereka. "Sudah auto lulus, mengapa masih harus mengerjakan hal-hal yang tak disukai?" Mungkin begitulah yang para siswa pikirkan.
Selain itu, merencanakan ujian praktik berdasar minat dan bakat juga akan membantu siswa mempersiapkan diri mereka mendalami jurusan di jenjang lebih tinggi berikutnya. Jika seorang siswa ingin mengambil kuliah di Jurusan Sastra, maka ujian praktiknya bisa berupa membuat karya tulis sastra. Jika siswa Kelas 9 ingin mengambil Jurusan Keagamaan di jenjang berikutnya, maka ujian praktiknya bisa berupa membuat tutorial pelaksanaan ibadah dengan tepat dan benar atau pidato keagamaan untuk selanjutnya di-upload di Youtube. Dengan begitu, siswa bisa mengenal dan mendalami apa yang menjadi minat dan bakatnya.
Singkatnya, tetap ada peluang memotivasi belajar para siswa generasi auto lulus tanpa UN. Masih ada waktu untuk merancang tugas akhir yang menggembirakan bagi peserta didik. Para pejuang pendidikan sepatutnya memikirkan hal-hal yang bisa membuat siswa belajar dengan senang, tak melulu dengan tegang.
J. Masruroh guru di Ngawi
Simak video 'Kasus Corona di RI Meningkat, UN 2021 Ditiadakan':