Judul buku: How to Avoid Climate Disaster: The Solutions We Have and the Breakthroughs We Need; Penulis: Bill Gates; Penerbit: Knopf, 2020; Tebal: 256 halaman (ebook)
Pada awal pandemi COVID-19, pandangan mata dunia tertuju kepada Bill Gates yang telah mengutarakan ancaman sebuah virus pada sebuah forum di tahun 2015. Sebagian menaruh curiga dia berada di balik situasi ini. Namun sebagian lain menilai ini adalah sebuah prediksi ilmiah, mengingat dia bersama Melinda Foundation fokus membantu menangani penyakit di negara-negara miskin.
Untuk menghindari tudingan negatif serupa, pada 16 Februari 2021 Bill Gates merilis "buku putih" tentang ancaman dunia berikutnya, yaitu kerusakan akibat perubahan iklim. Isu perubahan iklim bukan perhatian baru bagi dia. Dalam blog pribadinya, Gatesnotes.com, Bill Gates sudah menuliskannya sejak 2009.
Di buku ini Gates mengajak pembaca untuk mengingat dua angka acuan: 51 miliar ton, yaitu rata-rata emisi gas rumah kaca (GRK) bumi setiap tahunnya, serta 0 ton sebagai target. Nihil emisi bertujuan agar bumi tidak semakin memanas dan mampu mencegah akibat buruk yang ditimbulkan. Buku ini diperkaya dengan data dari lembaga terkait dan hasil diskusi Gates dengan para pakar. Kedua hal ini menjadi landasan Gates menguraikan solusi dan terobosan untuk menghindari ancaman bencana iklim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gates tertarik pada isu perubahan iklim bermula dari kondisi paradoks di Nigeria di awal tahun 2000. Sebagai negara yang kaya sumber energi, tingkat elektrifikasi di Nigeria masih rendah. Dari data International Energy Agency dan Bank Dunia, pendapatan per kapita berkorelasi dengan konsumsi energi. Gates berpikir bahwa solusi permasalahan energi bukan hanya aspek pemerataan di negara-negara miskin, namun juga dampak buruk GRK dari konsumsi tinggi di negara-negara maju.
Angka 0 emisi GRK yang dipatok Gates terdengar utopis. Tantangan besar seperti penggunaan listrik dan bahan bakar justru semakin meningkat, terutama di negara berkembang. Gates kembali mengingatkan akan kenaikan suhu bumi yang meningkat 1 derajat Celcius pada era pra industri dan target ambang batas 1,5 hingga 2 derajat Celcius hingga tahun 2030 sesuai Kesepakatan Paris 2015. Kenaikan permukaan air laut karena melelehnya kutub es, bencana angin topan, dan curah hujan tinggi akibat perubahan iklim menjadi alasan kenapa kita harus berjuang mencapai target 0, walaupun dirasa sangat sulit.
Di bagian berikutnya, Gates menawarkan berbagai solusi praktis untuk mencapai target 0. Adapun 51 miliar ton emisi GRK kontribusinya berasal dari:
- Material produksi (semen, baja, plastik): 31%
- Penggunaan energi: 27%
- Peternakan dan kehutanan: 19%
- Bahan bakar (transportasi): 16%
- Peralatan penghangat dan pendingin: 7%
Bukti kepedulian Gates pada isu energi adalah turun tangannya dia pada TerraPower, sebuah perusahaan energi berbahan nuklir yang terjangkau dan ramah lingkungan. Nuklir menjadi salah satu alternatif yang disodorkan Gates dalam buku ini. Bayang-bayang tragedi Chernobyl dan tingkat kecelakaan kerja, dibantah dengan data. Angka kecelakaan kerja energi nuklir merupakan terendah dibanding batu bara, migas, dan biomassa.
Selain nuklir, Gates menjelaskan alternatif energi bayu lepas pantai, panas bumi, serta penyimpanan energi dalam bentuk pompa hydro dan thermal storage. Pengembangan inovasi teknologi carbon capture dan pengurangan konsumsi energi menjadi solusi lainnya.
Material produksi seperti semen, baja, dan plastik menjadi dilema dalam pembangunan ekonomi dan peradaban manusia. Pembangunan jembatan, gedung bertingkat, fasilitas publik, perangkat perkantoran, dan rumah tangga terus meningkat menggunakan material ini. Bersama dengan penggunaan energi, pemakaian material ini juga harus lebih efisien dan membutuhkan inovasi teknologi untuk menciptakan bahan substitusi.
Sektor peternakan ternyata memberi dampak perubahan iklim yang tidak sedikit. Sektor ini menyumbang emisi GRK melalui pelepasan gas metana setara dengan 7 miliar ton setiap tahunnya. Selain itu, deforestasi dan pembakaran hutan untuk penanaman kelapa sawit di Indonesia dituliskan Gates dalam satu paragraf khusus. Gates mengungkapkan bahwa masalah ini adalah alasan kenapa negara kita menjadi negara penyumbang emisi GRK keempat terbesar di dunia. Untuk itu, menanam pohon menjadi penting, namun mengurangi penebangan pohon lebih utama.
Pembatasan fisik selama tahun 2020 tidak mengurangi penggunaan bahan bakar energi fosil dan emisi GRK secara signifikan, terutama di negara berkembang. Pada bagian ini Gates mengungkapkan tantangan mahalnya biaya bahan bakar rendah karbon, seperti bahan bakar nabati dan baterai listrik. Selisih harga antara energi fosil dengan energi hijau, atau Green Premium, bisa mencapai 237%-601%. Usaha yang masif untuk membuat energi hijau lebih murah dan pengembangan sumber bahan bakar alternatif perlu lebih dieksplorasi, misalnya listrik hidrogen, panel surya, dan energi mikroba.
Peralatan penghangat seperti microwave, atau pendingin seperti AC, menyumbang 7% dari emisi GRK per tahun. Green Premium yang tinggi (103%-425%) dan peralatan ini menunjang aktivitas serta kebutuhan manusia, menjadi tantangan yang tidak mudah dihadapi. Elektrifikasi dengan pompa panas listrik, dekarbonisasi dengan penggunaan energi bersih dan efisiensi energi, ditawarkan Gates di bagian akhir.
Mengurangi emisi GRK hingga 2030 dan mencapai nihil pada 2050 adalah peta jalur yang dibentangkan Gates dalam bukunya. Komitmen politik atau kebijakan pemerintah memainkan peranan penting. Stimulasi riset dan insentif pengembangan energi hijau, serta pemahaman perhitungan biaya eksternalitas, merupakan contohnya. Dalam penanganan perubahan iklim, seringkali yang dikhawatirkan adalah seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan. Mobilisasi dana, pengenaan pajak karbon dan kerangka kerja sama multilateral dalam menyusun skema green finance merupakan solusi masalah ini.
Pada akhirnya, bukan hanya pemerintah, peranan setiap manusia dibutuhkan untuk memerangi dampak perubahan iklim, baik sebagai warga negara, konsumen, pekerja, maupun pengusaha. Buku ini menjadi notifikasi, pengingat, atau bahkan alarm di awal tahun 2021 akan dampak buruk perubahan iklim.
Ahmad Nurholis profesional green finance dan keuangan negara, bekerja di SKK Migas