Bisnis 10 Triliun Penyelundup Benur
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Bisnis 10 Triliun Penyelundup Benur

Jumat, 12 Mar 2021 07:18 WIB
Effendi Gazali
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Pengamat komunikasi politik Effendi Gazali
Effendi Gazali (Foto: Ari Saputra)
Jakarta -

Ada kabar baik dari Jubir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Vietnam dinyatakan lempar handuk, karena ekspor benih lobster (benur) disetop. Jadi Vietnam akan investasi di Indonesia.

Sebetulnya saat kami meneliti di Vietnam, November 2019, pembudidaya lobster mereka juga sudah setuju. Konjen kita di Ho Chi Minh, Hanif Salim memfasilitasi tim kami saat itu. Hanya formulasinya yang perlu dicari. Misalnya komposisi satu ekor ekspor benur legal, satu ekor kewajiban investasi di Indonesia. Karena ASEAN kan harus kerja sama, bukan saling bunuh. Selain investasi, sementara ini kita juga butuh kerja sama teknologi.

Kini, kebijakan KKP lebih tegas. Tidak ada formulasi apapun. Semua ekspor benur ditutup! Keren dan semoga sukses.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penyelundup Jalan Terus

Kedua, ada fakta menarik dalam webinar Masyarakat Akuakultur Indonesia, 8 Maret lalu. Beberapa pengepul dan penyelundup menyatakan mereka masih bekerja sampai saat ini.

ADVERTISEMENT

Alasannya klasik masalah dapur nelayan harus ngebul, ekonomi masih sulit, harga makin tinggi, serta penadah Singapura dan Vietnam tetap menyediakan modal.

Di level yang lebih atas, pengusaha pun banyak yang kesulitan ekonomi di bidang lain. Selundup benur jadi zona penyelamat. Apalagi kalau berkelindan dengan elite politik atau orang kuat. Belum lagi kemungkinan perlu bayar buzzer untuk mempertahankan opini publik.

Peserta webinar tersebut tidak ada yang membantah bahwa nilai penyelundupan per tahun (setidaknya 2019) mencapai Rp 10,08 triliun! Salah satu petinggi KKP sebelumnya pernah menyatakan hanya 50 persen yang berhasil dicegah. Itu karena orang-orang di belakang penyelundup sangat kuat.

Anehnya, gema melawan penyelundupan seperti lemah-lesu. Memang sebuah media menyebut, pada 2019 setidaknya ada 15 kali upaya penggagalan. Tapi 15 kali dibanding penyelundupan setiap hari (365 hari) tentu tidak ada apa-apanya!

Fitnah dan Hoaks

Kini, salah satu senjata kaum penyelundup tampaknya berupa fitnah. Belum lama, mantan penasihat ahli dari menteri yang terkena OTT diisukan mendukung peningkatan kuota ekspor benur. Padahal kamilah yang ngotot bahwa ekspor harus dilakukan setelah budidaya yang benar. Dan kuota sepenuhnya ditentukan Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan (Komnas Kajiskan).

Padahal lagi, sebagian birokrat dulu hanya angguk-angguk dan tepuk tangan kalau menterinya bicara. Memang ada juga yang dulu diam di forum rapat, tapi kemudian memilih mengundurkan diri.

Harusnya kinilah saat semua bersinergi mendukung kebijakan Menteri Sakti Wahyu Trenggono, dengan berbagai saran dan masukan.

Salah satu kendala masalah batin sebelumnya, soal "Unggahan Dokumen Perjalanan Wartawan" harusnya juga sudah selesai. Bukan saya yang mengunggahnya. Dari awal saya minta diaudit forensik.

Belakangan, ada satu tokoh menyatakan dialah yang mengunggah. Tokoh senior ini dulu rekan satu almamater media dengan satu tokoh dalam perjalanan itu. Makanya saya bawa ke Dewan Pers sebagai otoritas tertinggi civil society di bidang jurnalisme. Kalau Dewan Pers bilang sudah selesai, artinya tidak ada masalah. Itu sudah jadi semacam praktik jurnalisme normal kita dewasa ini.

Di posisi mana pun, kita semua wajib melawan fitnah dan hoaks. Bisnis penyelundup ini amat besar: sekitar Rp 10,08 triliun. Makin dilarang, makin mahal harganya. Apalagi tidak banyak publik yang peduli tentang penyelundupan benur. Padahal kita harus adil: suap harus diusut tuntas; tapi penyelundupan juga adalah tindak pidana.

Di awal tahun, kami sudah mendengar akan ada serangan berupa isu-isu baru terhadap mereka yang terus meneriakkan penyelundupan benur.

Padahal, hakim agungnya nanti adalah alam. Kenapa? Enam bulan lagi, industri lobster Vietnam harus hanya tinggal 20 persen. Karena 80 persen benurnya berasal dari Indonesia. Bukankah sekarang sudah disetop total?

Jika tidak demikian, maka yang terbukti terus berjaya adalah para penyelundup.

Entah apa lagi isu atau cobaan selanjutnya. Tapi, sementara ini, saya mau mengucapkan: penyelundup benur 10 T, saya menyerah....

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads