Data Kependudukan untuk Bertahan di Masa Sulit

Kolom

Data Kependudukan untuk Bertahan di Masa Sulit

Fani Wismono - detikNews
Senin, 08 Mar 2021 11:05 WIB
Petugas pelayanan terpadu kependudukan sedang melayani warga mengurus pembuatan e-ktp di kantor Kelurahan Keramat Jakarta Pusat, Selasa (4/11). Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani meminta Kemendagri menghentikan sementara pembuatan e-KTP guna mencocokkan data penerima program kartu sakti Jokowi-JK serta efektifitas e-KTP perlu dievaluasi terlebih dahulu sebelum dilanjutkan.
Foto: Hasan Alhabshy
Jakarta -
Ada dua orang yang diceritakan dalam tulisan ini. Keduanya adalah wanita kuat yang mencoba bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19. Mawar, sebut saja demikian, adalah orangtua tunggal dari dua anak. Dia dulunya bekerja dengan membuka usaha warung makan kecil-kecilan. Namun semenjak wabah melanda, warungnya terpaksa gulung tikar karena sepi pembeli. Kini dia mencoba menyambung hidup dengan menjadi kurir antar barang. Mawar bukanlah penduduk asli di kota tempat tinggalnya saat ini. Dia adalah pendatang yang tergoda mengadu nasib mencari penghidupan lebih baik di kota.

Melati juga orangtua tunggal dari dua orang anak. Untuk mencukupi kehidupannya dia bekerja apa saja, dari mulai kerja di salon, menjaga warung makan, menjadi SPG produk, hingga menjadi penyanyi di hajatan-hajatan orang. Dulu dia pernah terjebak di bisnis perdagangan manusia, namun berhasil kabur dan kembali ke rumahnya dengan selamat. Semuanya dilakukan untuk bertahan hidup di masa sulit saat ini. Pekerjaan saat ini bukannya tanpa hambatan. Adanya pembatasan kegiatan-kegiatan di tempat umum tentu berdampak pada pekerjaan sehari-hari Mawar dan Melati.

Itu adalah gambaran dua dari ratusan mungkin bahkan ribuan wanita sebagai orangtua tunggal. Mereka tidak pernah meminta hidup berpisah dari suami, tetapi begitulah keadaan memaksa mereka menjadi seperti sekarang. Sepanjang tahun 2020 detikcom banyak memberitakan terjadinya kasus perceraian, dan salah satunya yang pernah dilansir adalah berita pada saat Kementerian Agama rapat dengan Komisi VIII DPR di akhir tahun 2020.

Menteri Agama mengatakan bahwa kasus perceraian meningkat selama pandemi Covid-19. Bisa dibayangkan berapa banyak keluarga menjadi lebih sulit bertahan hidup setelah memutuskan berpisah di masa ini karena berbagai faktor, dan yang paling utama adalah faktor finansial.

Ada kasus menarik dari Mawar dan Melati tadi. Mereka berdua adalah pendatang yang hingga saat ini tidak memiliki KTP kota tempat tinggalnya sekarang. Mereka pernah mengatakan bahwa berurusan dengan birokrasi sangat rumit dan memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Di saat seperti ini, setidaknya mereka bisa mendapatkan akses bantuan sosial dari pemerintah. Namun gara-gara tidak punya KTP mereka menjadi terganjal ke berbagai akses kehidupan.

Itu semua berawal karena masalah data kependudukan. Birokrasi kita masih cukup menakutkan dalam persepsi masyarakat kita, setidaknya itu pengakuan dari Mawar dan Melati. Sehingga lebih baik mereka tidak berurusan dengan birokrasi, meskipun pada akhirnya mereka sendiri juga yang kesulitan mendapatkan akses bantuan dari pemerintah.

Saat ini kita tahu bahwa pemerintah telah banyak memperbaiki jalur birokrasinya menjadi lebih efektif dan efisien. Namun ternyata itu belum cukup. Kemampuan kinerja pemerintah masih bisa digenjot apalagi di tengah pandemi yang berlangsung hingga kini.

Mawar dan Melati sebenarnya sangat butuh uluran tangan pemerintah di saat-saat seperti sekarang ini. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sudah untung mereka tidak terperosok bekerja dengan melanggar norma hukum maupun norma-norma lainnya. Namun siapa yang bisa bertahan terus-terusan dengan kondisi finansial yang serba kekurangan? Mereka dan anak-anaknya butuh makan setiap hari. Tentu saja masih banyak orang seperti mereka di saat ini yang juga butuh bantuan.

Seharusnya mereka bisa jadi mendapatkan akses bantuan, namun terganjal masalah administratif kependudukan hingga mereka kesulitan akses bantuan untuk setidaknya bertahan hidup. Bisa jadi Mawar dan Melati juga tidak tepat telah berprasangka terhadap wajah birokrasi saat ini. Namun tidak bisa 100% menyalahkan mereka juga. Perlu disadari bahwa masih butuh usaha lebih besar dari pemerintah untuk mencapai celah-celah kecil yang belum tersentuh oleh kinerja birokrasi.

Menjadi Masukan

Dari hikmah cerita Mawar dan Melati, setidaknya menjadi masukan berharga bagi pengambil kebijakan di birokrasi kita. Bahwa kerja birokrasi harus lebih keras lagi menjaga asa kehidupan masyarakat setidaknya hingga masa-masa sulit akibat pandemi Covid-19 berakhir. Pemerintah tidak lagi bisa menjadi seperti Superman yang mengerjakan semuanya sendiri. Pemerintah juga butuh pihak lain untuk diajak bekerja sama, membangun sinergi, dan kolaborasi.

Pada masa pandemi ini, pemerintah bisa mendorong pelaksana kebijakan di tingkat kelurahan ataupun desa untuk menjadi garda terdepan mendapatkan dan memberikan informasi bagi warganya. Bantuan dari RT dan RW juga menjadi penting saat ini, karena merekalah yang terdekat dengan masyarakat hingga pada level keluarga. Selain itu, peran masyarakat lainnya juga penting untuk diajak bersinergi dan berkolaborasi.

Masyarakat di sini adalah mereka yang mampu dan memiliki kelebihan dalam masa pandemi ini. Banyak komunitas bergerak untuk melakukan pekerjaan sosial. Komunitas-komunitas ini melakukan kegiatan berbagi kepada sesama yang membutuhkan. Mereka inilah yang kelebihan energi dan mencari orang-orang yang bisa dibantu di masa pandemi ini. Namun mereka bekerja sporadis dan tidak terarah.

Setidaknya pemerintah bisa ikut mengambil peran mengarahkan ke mana energi dan bantuan tersebut diberikan. Basisnya adalah data yang dimiliki oleh RT, RW, maupun kelurahan. Untuk kasus yang terjadi di kota besar, seperti yang terjadi pada Mawar dan Melati, sangat penting pendekatan dari pemerintah yang bersifat personal dan didasari oleh empati. Perlu ada kebijakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan administratif pada para pendatang yang sudah tinggal lama tersebut.

Mereka membutuhkan aspek legal keberadaan mereka untuk bisa mendapatkan akses kehidupan yang lebih baik. Mereka tidak ingin menengadahkan tangan meminta-minta terus, dan setidaknya mereka bisa berusaha atau bekerja dengan tangan mereka sendiri. Kepemilikan data kependudukan yang sah akan mendorong mereka hidup lebih lebih aman. Juga di saat sekarang, di masa pekerjaan menjadi begitu sulit, mereka bisa mendapatkan bantuan sosial yang dibagikan pemerintah.

Dari sisi pemerintah juga akan terbantu dengan adanya informasi keberadaan penduduknya dan mendorong database kependudukan yang akan menjadi lebih tertib lagi. Kejadian yang dialami Mawar dan Melati terjadi di sebuah kota di luar Pulau Jawa. Bisa dibayangkan yang terjadi di Pulau Jawa, apalagi di Jakarta. Tentu akan lebih banyak lagi. Semoga pemerintah baik di pusat dan daerah, di semua level bisa mengambil hikmah dari sini.

Menyelamatkan kehidupan, apalagi agar mereka bisa bertahan hidup dengan mengerjakan suatu usaha yang halal, tentu akan menjadikan birokrasi kita lebih baik lagi. Untuk menjalankan usaha itu, masyarakat hanya memohon bantuan diberikan kebijaksanaan dalam mengurus data kependudukannya.

Kebijakan yang dalam praktiknya bisa jadi ditempuh dengan proses informal yang lebih fleksibel akan mendorong masyarakat merasa nyaman dan tidak takut lagi. Hal ini tentu akan memperbaiki citra birokrasi pemerintah dimata masyarakat, apalagi di masa sekarang ini. Begitu sulitnya untuk bertahan hidup berdampingan dengan virus Covid-19. Jangan sampai birokrasi pun menjadi momok yang lebih menakutkan dibanding virus Covid-19.

Fani Wismono
peneliti administrasi/kebijakan publik

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads