Hampir semua orang sepakat dengan Mahfud MD dan Gus Yaqut terkait pelaporan Gerakan Anti Radikalis (GAR) ITB terhadap Din Syamsuddin. Mahfud tegas bahwa "Din Syamsuddin kritis, bukan radikalis. Mantan ketua Muhammadiyah ini adalah salah seorang tokoh yang pengusung washatiyah (moderasi) Islam".
Tokoh NU dari Pulau Madura ini melanjutkan, orang yang kritis seperti Din perlu didengar pendapatnya. Pemerintah tidak akan menanggapi, apalagi memproses Din Syamsuddin secara hukum, tegas Mahfud.
Senada dengan Mahfud MD, Menag Yaqut Cholil Qaumas juga memberi pernyataan tak kalah tegasnya. "Jangan gegabah tuduh orang radikalis," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yaqut menganjurkan agar menilai orang seobjektif mungkin. Di sini, pentingnya tabayun atau klarifikasi agar tidak salah menuduh orang. Karena sikap kritis, beda dengan radikalis, kata Ketua Ansor ini.
Semua seolah kompak memberi dukungan kepada Din Syamsuddin. Baik dari pemerintah, maupun non pemerintah. Artinya clear, bahwa Din Syamsuddin tidak layak dituduh sebagai tokoh radikalis. Din kritis, bukan radikalis. Begitu kesimpulan publik, sebagaimana yang diungkapkan oleh Menkopolhukam Mahfud MD. Pernyataan ini nampaknya diaminkan oleh masyarakat.
Menkopolhukam dan Menag bisa dianggap mewakili sikap pemerintah secara resmi. Begitu juga dukungan masyarakat kepada Din Syamsuddin yang terus mengalir dari berbagai kelompok.
Dilihat dari track record Din, memang sulit menemukan indikator dan menghubungkan Guru Besar UIN Jakarta ini dengan radikalisme. Pertama, Din adalah akademisi UIN Jakarta. Masyarakat tahu, UIN, khususnya Jakarta, adalah kampus penjaga pluralitas, moderasi dan modernisasi Islam.
Kedua, Din aktifis, bahkan pernah menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah. Selain NU, Muhammadiyah adalah ormas yang dikenal sangat moderat dan besar perannya menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia.
Ketiga, Din pernah juga menjadi Ketua MUI Pusat. Lembaga perkumpulan semua ormas Islam di Indonesia. Tentu tak diragukan perannya dalam menjaga stabilitas negara di tengah beragam perbedaan umat Islam.
Din Syamsuddin itu alumni UCLA, California Amerika. S2 maupun S3. Meski bukan mahasiswa UCLA, saya pernah ikut mencicipi sedikit ilmu dari salah satu Guru Besarnya sebagai "mustami'" dua tahun lalu ketika kunjungan ke UCLA. Sulit untuk membayangkan alumni UCLA jadi radikal.
Tuduhan, bahkan pelaporan Din Syamsuddin sebagai radikalis salah sasaran. Sebaliknya, Din justru menjadi tokoh yang "getol" mengusung dialog dan persaudaraan antar umat beragama. Bahkan Din pernah menjadi utusan resmi pemerintah untuk mengusung Islam Moderat, kata Mahfud.
Kiprahnya di Asian Comitte on Religions for Peace (ACRP) dan World Peace Forum (WPF) menegaskan pemahaman dan sikap Islamnya yang moderat.
Atas pelaporan kepada Din Syamsuddin, banyak pihak menyayangkan. Pelaporan terhadap tokoh yang dikenal sangat moderat ini telah mengusik "rasionalitas publik".
Kegaduhan ini harus segera dihentikan. Toh, pemerintah sudah bersikap tegas "tidak merespons". Bahkan niat saja tak ada, apalagi memproses secara hukum. Lalu, apalagi yang dipersoalkan. Stop!
Berharap, ini jadi pelajaran terakhir bagi semua pihak untuk tidak lagi gegabah menilai, apalagi melaporkan seorang tokoh dengan tuduhan radikalis.
Saatnya bangsa ini bersatu padu, eratkan genggaman tangan untuk menatap masa depan. Saling mengisi satu dengan yang lain, tidak saling mencekal, menjegal dan menjatuhkan.
Tony Rosyid Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
(mae/mae)