Pandemi dan Upah Minimum
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Pandemi dan Upah Minimum

Selasa, 26 Jan 2021 15:09 WIB
imam wahyudi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Podcast: Upah Minimum 2021 Nggak Naik, Gimana Dong?
Upah minimun 2021 tidak naik gara-gara pandemi (Ilustrasi: Tim Infografis/Mindra Purnomo)
Jakarta -
Polemik kenaikan upah minimum di tengah-tengah pandemi Covid-19 untuk tahun 2021 telah berlalu dan menyisakan memori pro dan kontra, di antaranya keinginan pekerja tetap untuk naik, Surat Edaran Kemenaker yang menyatakan upah sama dengan tahun lalu, serta formula rumusan yang ditentukan oleh laju pertumbuhan ekonomi yang minus.Upah minimum 2021 baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota telah ditetapkan dan diputuskan gubernur di masing-masing provinsi.

Upah minimum regional baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota setiap tahun ditentukan dan diputuskan oleh Dewan Pengupahan yang hasilnya direkomendasikan ke gubernur untuk ditetapkan. Anggota Dewan Pengupahan terdiri dari unsur pemerintah, serikat pekerja/buruh, dan pengusaha.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau yang baru disahkan yaitu Undang Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pengertian upah adalah hak buruh/pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada buruh/pekerja, yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau perundang-undangan yang berlaku, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan yang telah dilakukan.

Perjalanan waktu yang menyangkut kebijakan penentuan atau metode penghitungan upah minimum mengalami perubahan dari waktu ke waktu, di antaranya upah ditentukan didasarkan pada Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), berubah menjadi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), lalu berubah menjadi Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Dasar dari penentuan upah tersebut adalah Permenakertrans No 7 Tahun 2003 dan keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2012 tentang komponen dan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak untuk pekerja lajang dalam sebulan dengan 3000 kilo kalori per hari. Angka upah minimum yang didapatkan pada saat itu dari hasil survei kebutuhan hidup layak.

Periode 2016 hingga tahun ini (2021) penentuan upah minimum berdasarkan Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2015 yakni penentuan upah didasarkan pada komponen laju pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi dalam satu tahun. Undang Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 juga mengadopsi formula tersebut dalam penentuan upah minimumnya. Hal ini juga yang masih menjadi catatan para buruh/pekerja yang tergabung dalam serikat pekerja.

Praktis penentuan upah ini hingga kini masih menimbulkan pro dan kontra terutama dari kalangan pekerja yang belum menerima dan pengusaha yang cenderung menerima sementara unsur pemerintah sebagai penengah. Sehingga penentuan upah ini belum dapat memenuhi kepuasan kedua belah pihak terutama pihak pekerja. Terlepas dari pro dan kontra penentuan upah setiap tahun selama lima tahun terakhir ini telah ditentukan dengan formula rumusan tersebut.

Tuntutan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota yang tinggi dapat berdampak pada berpikirnya pemilik modal/pabrik untuk melakukan mobilitas sosial-ekonomi, dengan cara memindah lokasi pabrik ke wilayah dengan tenaga kerja dengan upah lebih murah. Hal ini menyebabkan adanya gelombang PHK bagi pekerja di wilayah tersebut. Konsekuensi mobilitas sosial tersebut bisa menimbulkan konflik antara pekerja dan pengusaha, bahkan pemerintah ikut untuk menengahi permasalahan tersebut.

Sepanjang relokasi dilakukan di wilayah Indonesia, hal itu tidak berdampak signifikan terhadap ekonomi secara nasional. Sebaliknya dapat menimbulkan pemerataan ekonomi secara kewilayahan. Namun bila pindahnya keluar Indonesia seperti ke Kamboja, Vietnam, atau Laos sangat merugikan Indonesia dari sisi produksi dan tenaga kerja tentunya.

Oleh karena itu, untuk tetap dapat memenuhi tuntutan kenaikan upah minimum yang terjadi setiap tahun harus diimbangi dengan kenaikan produktivitas pekerja agar keberlangsungan perusahaan dapat terjaga karena beban pengeluaran perusahaan yang semakin tinggi.

Dampak Pandemi

Memasuki 2021 pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir dan ada kecenderungan masih meningkat, sementara vaksin yang ditunggu masyarakat diharapkan bisa hadir di awal tahun ini. Pandemi Covid-19 telah membuat sektor sosial ekonomi sangat terdampak. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju pertumbuhan ekonomi hingga triwulan 3 tahun 2020 mengalami kontraksi 2,03 % atau minus 2,03% (c-to-c).

Sektor ketenagakerjaan juga terdampak, dilihat dari angka pengangguran nasional meningkat dari 5,23% pada 2019 menjadi 7,07% pada 2020. Hasil survei dampak Covid-19 terhadap pelaku usaha yang dilakukan oleh BPS, tercatat bahwa hampir seluruh sektor mengalami penurunan pendapatan dan kesulitan terkait pembayaran upah.

Dari data tersebut, perusahaan yang menghadapi kendala keuangan terkait pegawai dan operasional sekitar 53,17% berasal dari usaha menengah dan besar serta 62,21% usaha mikro dan kecil. Kondisi pandemi Covid-19 ini sangat mempengaruhi kebijakan kenaikan upah minimum karena ditentukan berdasarkan komponen laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Menurut BPS pada 2020 hingga kuartal ke-3 komponen pertumbuhan ekonomi mencatat minus 2,03 % (c-to-c) dan inflasi sebesar 1,68%, sehingga komponen tersebut bila dimasukkan ke formula upah minimum akan menjadi turun atau mungkin tetap bila dibandingkan dengan upah tahun lalu. Masih menunggu hasil pertumbuhan ekonomi kuartal ke-4 akankah menjadi positif, namun hal ini untuk pelaku usaha sangat pesimis untuk menjadi positif karena sekarang masih berdampak seiring meningkatnya pandemi Covid-19.

Dengan kondisi tersebut keluarlah Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Baru Tahun 2021 dalam rangka memberikan perlindungan dan kelangsungan bekerja bagi pekerja/buruh serta menjaga kelangsungan usaha. Penyesuaian terhadap penetapan upah minimum pada situasi pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19 pada 2021 sama dengan upah minimum pada 2020 atau tidak mengalami kenaikan.

Pro dan kontra terjadi atas surat edaran tersebut, namun upah harus tetap ditentukan dan ditetapkan. Beberapa provinsi mengikuti surat edaran tersebut dengan pertimbangan kondisi pandemi Covid-19 yang mempengaruhi ekonomi belum berakhir dalam waktu dekat. Namun ada juga provinsi tetap menaikkan upah dengan alasan upah minimum masih rendah dibanding daerah lain, atau bahwa walaupun ekonomi terkontraksi atau minus, namun harga-harga tetap naik atau inflasi masih ada dan ini memang terjadi yaitu inflasi tahun 2020 sebesar 1,68%.

Kebutuhan hidup dasarnya adalah upah atau pendapatan dan upah kalo tidak dapat menutupi kenaikan harga maka kualitas hidup menjadi turun atau daya beli turun. Sehingga cenderung mengarah turunnya kesejahteraan pekerja atau bahkan mengarah pada peningkatan angka kemiskinan. Data BPS hasil Susenas Maret 2020 terlihat persentase penduduk miskin sebesar 9,78 persen, meningkat 0,56% poin terhadap September 2019 dan meningkat 0,37% poin terhadap Maret 2019.

Sementara bila upah naik pengusaha atau perusahaan akan menambah beban komponen biaya pengeluaran, di sisi lain produksi atau pendapatan menurun akibat dampak Covid-19. Tekanan pandemi Covid-19 ini sangat dilema antara mempertahankan lapangan pekerjaan atau meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan kenaikan upah, sementara kondisi dari sisi produksi menurun.

Terlepas dari permasalahan penentuan upah minimum, yang dijadikan dasar hukum dalam sistem kenaikan upah harus tetap diputuskan. Upah Minimum Provinsi (UMP) yang dirilis Kementerian Ketenagakerjaan untuk 2021 tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta dengan nilai Rp 4.416.186,548 naik 3,27% dibanding dengan UMP 2020. UMP ini berlaku bagi perusahaan yang tidak terdampak pandemi Covid-19 dan yang terdampak sama dengan UMP 2020 yaitu Rp 4.276.349.

UMP terendah adalah Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp 1.765.000, naik 3,3 % dibandingkan2020 sebesar Rp 1.704.608. Upah minimum kabupaten/kota tertinggi adalah Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Kabupaten ini menaikkan upahnya sebesar 4,44% atau menjadi Rp 4.798.312 dibandingkan 2020 yang sebesar Rp 4.594.000. Kendati demikian kenaikan upah minimum 2021 tidak melebihi dari 5% sementara pada 2020 rata-rata kenaikan sebesar 8,51%.

Komponen Lain

Walaupun Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan menetapkan upah tidak mengalami kenaikan atau tetap sama dengan tahun sebelumnya, banyak komponen dalam skala gaji pekerja seperti uang transport, lembur, tunjangan, dan lain-lain masih memungkinkan perusahaan dapat menaikkannya. Sehingga secara rutin juga terjadi kenaikan upah bagi pekerja.

Di sisi lain masih banyak menyisakan permasalahan upah di antaranya keinginan pekerja terhadap upah sektoral, perusahaan yang menangguhkan kenaikan upah karena tidak dapat menutupi beban pengeluaran perusahaan, dan perusahaan yang belum melaksanakan UMK. Diharapkan ke depan penentuan upah dapat memberikan keseimbangan antara kemampuan perusahaan dan kebutuhan hidup yang layak, dan penentuan upah dapat disepakati kedua belah pihak.

Imam Wahyudi, S.Si, M.M Anggota Dewan Pengupahan Kota Bogor unsur Pemerintah-BPS


(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads