Ketika beberapa envirotainer berisi vaksin Sinovac tiba di Indonesia pada Minggu (6/12/2020) di Bandara Soekarno Hatta, masyarakat punya harapan bahwa pandemi COVID-19 akan segera berakhir. Sementara di bagian lain Bumi Pertiwi, sekelompok orang mempersiapkan berbagai informasi palsu dan salah seputar vaksin.
Kemudian, laksana pandemi COVID-19, informasi palsu dan salah seputar vaksin tersebut menyebar cepat. Bukan melalui mekanisme butiran cairan halus di udara (droplets), melainkan melalui saluran media sosial dan aplikasi pesan. Segelintir oknum tidak bertanggung jawab telah menyebabkan kekacauan informasi seputar COVID-19.
Lihat saja puluhan artikel tentang informasi salah dan hoax seputar vaksin pada situs "Hoax Buster" Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (https://covid19.go.id/p/hoax-buster). Begitu pula dengan puluhan artikel konfirmasi seputar vaksin lainnya dari situs TurnBackHoax.id yang dikelola oleh Mafindo (Masyarakat Anti Hoax Indonesia). Saat masyarakat mulai punya harapan bahwa vaksin akan segera tersedia, sekelompok orang lainnya mengambil keuntungan dengan mulai menyebarkan informasi salah atau palsu seputar vaksin COVID-19.
Parahnya lagi, informasi salah dan palsu tentang vaksin lebih cepat menyebar dan kita memiliki kecenderungan untuk lebih mudah mempercayai informasi tersebut. Terutama bagi kita yang menggunakan media sosial. Penelitian Prof. Sinan Aral dan rekan dari Massachuets Institute of Technology terkait media sosial Twitter menunjukkan bahwa orang cenderung me-retweet berita palsu daripada berita sebenarnya. Prof. Aral bahkan berpendapat, sosial media menyebabkan kekacauan pemilihan umum, ekonomi, dan kesehatan di Amerika Serikat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Umum Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus telah mengingatkan bahwa kita tidak hanya sedang melawan pandemi COVID-19, melainkan juga berperang melawan infodemik. Kita semua terpapar sejumlah besar informasi COVID-19 setiap hari, tetapi tidak semua informasi tersebut adalah fakta. Pandemi COVID-19 merupakan hal yang baru bagi kita. Oleh sebab itu, kita cenderung untuk mencari informasi agar dapat memahaminya. Otak kita memiliki mekanisme fight or flight (lawan atau lari) apabila merasa mendapatkan ancaman. Mekanisme ini akan memunculkan rasa penasaran akan hal yang mengancam diri kita.
Berbagai pertanyaan kemudian hadir dan kita mulai berinovasi untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. Tujuan utamanya adalah mengenal dan menghindari ancaman yang ada. Begitu pula dengan ancaman COVID-19. Lebih dari 23 ribu makalah ilmiah tentang pandemi terbit selama tahun 2020. Ribuan informasi tersebut berisi tentang bagaimana proses perjalanan penyakit, praktik penatalaksanaan terbaik, dan populasi yang rentan terhadap COVID-19.
Informasi yang muncul bukan hanya dari penelitian atau informasi ilmiah. Ada juga informasi resmi dari pemerintah atau badan kesehatan di seluruh dunia. Terdapat pula artikel berita atau opini. Pesan dan diskusi dari vloggers, bloggers, podcaster, dan influencer media sosial. Semua informasi tersebut berkumpul, bercampur aduk, antara informasi fakta atau benar dengan informasi palsu atau salah. Kekacauan informasi adalah istilah yang digunakan untuk penyebaran informasi palsu dan salah tersebut.
Sebagai makhluk sosial tentu kita sulit membatasi diri untuk tidak menggunakan media sosial atau aplikasi pesan. Di sisi lain, baik media sosial dan aplikasi pesan, keduanya merupakan sumber kekacauan informasi COVID-19 yang utama. Untuk itu kita perlu mempersiapkan diri atau memiliki ilmu pertahanan terhadap kekacauan informasi COVID-19.
Langkah Sederhana
WHO merekomendasikan beberapa langkah sederhana yang dapat kita lakukan untuk menentukan apakah informasi COVID-19 yang kita terima benar atau salah. Langkah-langkah ini juga memberikan kita peluang untuk memutuskan siapa dan apa yang kita harus percaya.
Langkah pertama yang harus kita lakukan untuk menangkal informasi salah dan palsu seputar COVID-19 adalah mengkaji sumber informasinya. Kita harus bertanya siapa yang membagikan informasi tersebut dan dari mana mereka mendapatkannya? Bahkan jika yang membagikan informasi adalah teman atau keluarga, kita tetap perlu memeriksa sumbernya. Jangan langsung membagikan informasi apa pun dari media sosial atau aplikasi pesan tanpa memastikan sumber informasi tersebut adalah terpercaya.
Langkah kedua adalah baca informasi hingga selesai. Jangan sekadar membaca tajuk utama atau judul informasi. Orang-orang yang tidak bertanggung jawab akan sengaja membuat judul yang sensasional atau provokatif untuk mendapat jumlah klik yang tinggi. Kita juga dapat memasukkan judul tersebut dalam kolom pencarian mesin pencari Google untuk menemukan gambaran yang lebih baik. Alih-alih mungkin saja kita malah menemukan artikel yang menggambarkan bahwa informasi tersebut adalah salah atau hoaks.
Kemudian kita harus mengidentifikasi penulis dan memeriksa tanggal informasi. Menelusuri nama penulis secara daring akan memberikan gambaran apakah penulis adalah orang nyata atau kredibel. Kita juga perlu menanyakan apakah berita yang kita terima adalah berita baru atau relevan dengan kondisi terkini.
Tiga langkah terakhir membutuhkan upaya sedikit lebih besar. Kita harus memeriksa bukti pendukung. Misalnya, apakah informasi COVID-19 yang kita terima berisi kutipan ahli atau statistik hasil penelitian. Lalu, apakah informasi tersebut memiliki pembanding atau bias yang berlawanan dengan informasi tersebut. Langkah terakhir adalah berkonsultasi dengan organisasi atau layanan pemeriksa fakta terpercaya.
Kita dapat menanyakan kebenaran informasi COVID-19 melalui Chatbot Mafindo. Kita juga dapat mengunjungi situs https://turnbackhoax.id dan https://covid19.go.id/p/hoax-buster untuk mengecek informasi palsu dan salah.
Mari kita lindungi diri kita dari kekacauan informasi seputar COVID-19 dengan langkah di atas. Ingatlah untuk menyaring informasi apa pun terlebih dahulu sebelum membagikan informasi tersebut ke orang lain.
Rifan Eka Putra Nasution dokter umum di UPTD Puskesmas Sukarame, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara