Menyegarkan Pemahaman Dasar tentang HAM
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Kang Hasan

Menyegarkan Pemahaman Dasar tentang HAM

Senin, 11 Jan 2021 10:55 WIB
Hasanudin Abdurakhman
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
kang hasan
Hasanudin Abdurakhman (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Komnas HAM telah mengumumkan hasil penyelidikannya terhadap tewasnya 6 anggota FPI dalam peristiwa pembuntutan terhadap Rizieq Shihab awal Desember lalu. Kesimpulan Komnas HAM, terhadap tewasnya 4 orang anggota FPI telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Mereka tewas dalam penguasaan petugas polisi. Adapun soal 2 korban lain, Komnas HAM tidak menganggap ada masalah, karena mereka terbukti melawan petugas.

Komnas HAM merekomendasikan agar kasus ini dibawa ke pengadilan umum. Kapolri menanggapi dengan menyatakan akan membentuk tim khusus untuk menanganinya.

Dalam perbincangan di media sosial, saya lihat cukup banyak orang yang keberatan dengan keputusan Komnas HAM itu. Demikian pula, banyak yang keberatan serta mengecam ketika sejumlah aktivis HAM menyuarakan tuntutan agar dilakukan penyelidikan terhadap peristiwa ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alasan keberatan adalah, yang ditembak ini anggota FPI. Mereka (dianggap) sudah biasa mengacau dan membuat onar. FPI sendiri sering melakukan tindakan perampasan terhadap hak asasi banyak pihak, yaitu menghalangi ibadah orang lain, juga melakukan tindak kekerasan.

Alasan lain, polisi sudah melakukan tugas dengan benar. Mereka membela diri, karena diserang oleh anggota FPI. Kalau diserang dan nyawa mereka terancam, mereka boleh menembak.

ADVERTISEMENT

Dari tanggapan-tanggapan itu tampak jelas bahwa ada begitu banyak orang yang tidak paham hal-hal mendasar dalam bernegara, khususnya terkait hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada individu, yang serta merta dimiliki sejak lahir. Salah satu dari hak itu adalah yang paling fundamental, yaitu hak untuk hidup. Hak untuk hidup artinya tidak boleh ada orang yang dirampas jiwanya, atau dibunuh dengan alasan apapun. Negara wajib memastikan hal ini.

Secara khusus lagi, negara melalui aparatnya, tidak boleh menciderai hak asasi warga negara dalam pelaksanaan tugasnya. Terhadap seseorang yang diduga telah melakukan kejahatan sekali pun, negara wajib melindungi hak asasinya. Bentuk perlindungan itu antara lain diwujudkan melalui Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur tata cara penegak hukum dalam menangani perkara pidana.

Dalam hal anggota FPI tadi, tidak sedikit orang yang menganggap bahwa mereka pantas dibunuh, karena sering membuat onar. Ini pandangan yang sangat keliru. Kalau mereka membuat onar, mereka adalah pelanggar hukum yang patut dikenai hukuman. Apa bentuk hukumannya, diputuskan melalui pengadilan. Tidak ada yang berhak membunuh mereka, termasuk aparat penegak hukum sekali pun.

Tapi bukankah mereka pelanggar HAM? Pertama harus ditegaskan lagi bahwa hak asasi manusia itu melekat pada individu, bukan kelompok. Kejahatan atau pelanggaran HAM oleh seseorang dalam suatu kelompok tidak menjadi tanggung jawab orang lain dalam kelompok itu. Lagi pula, kejahatan seseorang tidak membuat hak asasi dia sebagai manusia jadi hilang.

Kedua, soal mereka pelanggar HAM pun merupakan sesuatu yang diputuskan oleh pengadilan, bukan berdasarkan persepsi publik. Artinya, tidak benar kalau anggota FPI atau siapa pun juga dianggap boleh dirampas haknya berdasarkan persepsi tadi.

Bagaimana dengan fakta bahwa mereka melawan aparat penegak hukum? Aparat penegak hukum bekerja di bawah ketentuan hukum, yang salah satu fungsi utamanya adalah untuk melindungi hak asasi manusia. Dalam keadaan terancam, aparat negara boleh mengambil tindakan untuk mengamankan dirinya, meski akibat tindakan itu menghilangkan nyawa orang. Hanya saja, harus bisa dibuktikan bahwa ia benar-benar dalam keadaan terancam.

Dalam konteks inilah Komnas HAM melakukan penyelidikan. Kepastiannya, sesuai rekomendasi tadi, didapatkan melalui pengadilan. Mengadili anggota polisi yang bertugas bukan serta merta menyatakan bahwa mereka salah. Justru pengadilan itu akan menegaskan salah atau benar. Sangat terbuka kemungkinan bahwa mereka tidak bersalah.

Sikap menganggap orang-orang dari kelompok tertentu boleh dirampas haknya, bergembira atas matinya orang-orang yang tidak kita sukai bukanlah sikap yang benar. Serta merta mendukung tindakan aparat terhadap mereka juga tidak tepat. Ketidakadilan tidak boleh didukung dan dibenarkan. Hari ini ketidakadilan menimpa orang yang tidak kita sukai. Tapi di lain waktu, boleh jadi ketidakadilan itu akan menimpa kita. Karena itu ketidakadilan tidak boleh dibenarkan, tak peduli siapa pun korbannya.

Banyak orang yang tidak suka ketika Komnas HAM atau aktivis pembela HAM bersuara terhadap tindakan aparat. Mereka dianggap mengganggu kerja aparat. Itu pun pandangan keliru. Komnas HAM dan para aktivis pembela HAM memang lebih fokus pada pemerintah, karena pemerintah berpotensi besar melakukan pelanggaran HAM kepada rakyatnya sendiri kalau tidak diawasi.

Mengkritik kerja pemerintah bukan menghalangi kerja mereka, bukan pula membenci. Juga bukan membela penjahat. Itu semata untuk memastikan bahwa setiap orang mendapat perlindungan yang patut.

Langkah Kapolri untuk membentuk tim khusus dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM sudah tepat. Mudah-mudahan tindak lanjutnya dilakukan secara serius.

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads