Kematian Anak Karena Covid-19
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Kematian Anak Karena Covid-19

Rabu, 09 Des 2020 12:06 WIB
FX. Wikan Indrarto
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Gang yang sepi karena di tutup oleh warga dimanfaatkan oleh beberapa anak untuk bermainn di jalan Kali Kuantan, Jagalan, Jebres, Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (14/7). Akses utama menuju lima RT dikelurahan Jagalan tersebut ditutup sementara dampak dari satu warga yang menjadi mahasiswa peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran UNS Solo yang terkonfirmasi  positif Virus Corona di lingkup RS. Moewardi.
Foto: Agung Mardika
Jakarta - Pandemi COVID-19 belum juga reda dan penyebaran virus corona masih sangat tinggi. Dengan tingkat kematian sekitar 11 ribu anak dan pernah mencapai 2,5 persen, Indonesia memegang rekor buruk tertinggi di Asia Pasifik. Di Amerika Serikat dengan kasus kematian tertinggi akibat COVID-19, angka kematian pasien terkait COVID-19 untuk warga di bawah 25 tahun adalah 0,15% (data diakses 2 Juli), dan di China angka kematian pada individu berusia 19 tahun ke bawah hanya 0,1%.

Penyebab mortalitas pada anak Indonesia adalah pneumonia atau infeksi pernapasan akut, yang lebih tinggi dibandingkan India, Myanmar, dan Pakistan. Apa yang perlu dicermati?

Pada awal September telah terjadi penurunan persentase mortalitas anak Indonesia. Jumlah kematian pasien COVID-19 sebanyak 7.505 orang, 145 (1,9%) di antaranya adalah anak dan remaja berusia kurang dari 18 tahun. Meskipun telah terjadi penurunan persentase, terdapat tiga hal yang menjadi pemicu masih tingginya angka kematian COVID-19 pada anak di Indonesia.

Pertama, tingkat pemeriksaan rendah. Kedua, banyak anak memiliki penyakit bawaan dan menderita gizi buruk. Ketiga, penanganan yang terlambat.

Resistensi Masyarakat

Tingkat pemeriksaan yang rendah menyebabkan diagnosis COVID-19 menjadi cenderung terlambat. Adanya beberapa kendala yang menghambat pemeriksaan COVID-19, khususnya dalam tracing (pelacakan) adalah adanya resistensi dari masyarakat akibat stigma negatif terhadap penderita COVID-19, termasuk anak. Bersikap jujur dan suportif kepada petugas kesehatan adalah sikap yang penting dalam mensukseskan tingkat pemeriksaan COVID-19 sebagai langkah awal tata laksana yang menyeluruh.

Kedua, tentang penyakit bawaan dan gizi buruk. Komorbid atau penyakit penyerta dan penyebab kematian pada anak yang terinfeksi COVID-19 berbeda dengan orang dewasa. Pada orang dewasa, komorbid yang memperparah COVID-19 di antaranya hipertensi, obesitas, diabetes, dan penyakit jantung.

Sedangkan penyebab utama kematian pada anak yang terinfeksi COVID-19 murni karena infeksi virus itu sendiri. Hanya sebagian kecil, sekitar 15 persen, yang disebabkan oleh penyakit penyerta atau komorbiditas. Kondisi yang memperparah COVID-19 pada anak dan menyebabkan peningkatan kematian adalah penyakit jantung bawaan, cerebral palsy, tuberkulosis, dan malnutrisi. Kondisi atau penyakit ini umum dijumpai pada anak Indonesia.

Derajat kesehatan anak Indonesia belumlah baik. Prevalensi stunting atau kurang gizi kronis di Indonesia yang berkisar di angka 30 persen, juga angka kurang gizi dan malnutrisi parah sebesar 18 persen (data 2018). Malnutrisi pada kelompok anak yang terinfeksi COVID-19, tentu daya tubuh atau imunitas mereka kurang baik, sehingga meningkatkan risiko kematian.

Ketiga, selama pandemi COVID-19, kebanyakan orangtua menjadi ketakutan untuk membawa anak ke rumah sakit. Namun, hal ini justru memperlambat penanganan bila anak ternyata terpapar virus corona dan meningkatkan risiko kematian. Untuk itu, orangtua disarankan segera membawa anak ke rumah sakit bila anak demam dan memiliki kontak dengan pasien positif corona, atau rumah tinggal berada di zona merah.

Gejala klinis COVID-19 yang umum seperti demam, batuk, pilek, dan kehilangan kemampuan penciuman serta perasa harus dikenali oleh orangtua dan anak segera dibawa ke dokter atau rumah sakit demi mendapatkan penanganan lebih lanjut. Infeksi COVID-19 yang lambat ditangani berisiko membuat gejala semakin parah, dan menimbulkan infeksi serius seperti pneumonia dan sepsis.

Peran Orangtua

Peran orangtua dan masyarakat untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) anak karena COVID-19 perlu terus-menerus ditingkatkan, yaitu dengan 3 M. M yang pertama adalah memakai masker. Penelitian WHO menyimpulkan, bahwa penggunaan masker dan menjaga jarak dapat mengurangi risiko penularan COVID-19 hingga 85 persen. WHO merekomendasikan setiap orang untuk selalu memakai masker saat berada di luar rumah, sambil tetap menjaga jarak.

Namun demikian, rekomendasi tersebut perlu dikritisi untuk bayi dan anak. Bagi anak di atas dua tahun, orangtua sebaiknya memberikan masker kain tiga lapis yang sesuai dengan ukuran anak. Sebaliknya, untuk anak di bawah dua tahun, orangtua dianjurkan agar tidak memberikan masker, sebab bayi tidak tahu bagaimana mengungkapkan gejala sesak nafas atau kesulitan bernapas pada saat penggunaan masker.

Selain itu, penggunaan masker tentu semakin membuat si kecil sulit mendapatkan oksigen bebas. Jika terpaksa membawa bayi keluar rumah, misalnya untuk imunisasi, orangtua dianjurkan menggunakan penutup pada stroler, face shield, dan tetap menjaga jarak, meskipun belum ada aturan yang mengatur tentang face shield.

M yang kedua adalah menjaga jarak. Semampu mungkin anak harus beraktivitas dan bersekolah dari rumah. Kalau memang terpaksa harus sekolah secara langsung harus dipastikan protokol kesehatannya wajib dijalankan dengan baik, terutama dalam menjaga jarak aman lebih dari satu meter antarteman.

M yang ketiga adalah mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun. Orangtua dan keluarga haruslah mengajari, mendampingi, dan selalu mengingatkan anak agar rajin cuci tangan secara benar.

Selain itu, untuk menjaga imunitas pada anak, anak harus mengonsumsi gizi yang seimbang, meliputi protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin C. Vitamin C ini tidak harus dari suplemen, karena suplemen yang beredar di pasaran rata-rata dosis tinggi untuk dewasa, tetapi dapat diperoleh dari buah atau sayuran hijau. Buah itu tidak hanya jeruk, tetapi dapat kiwi, stroberi, pepaya.

Orangtua juga diharapkan menyediakan menu makan yang penting untuk anak seperti daging hewani, hati sapi, dan hati ayam. Hati ayam banyak mengandung besi dan zinc yang bermanfaat untuk menjaga kekebalan tubuh. Selain itu, perlu tidur yang cukup, karena tidur dapat menjaga imunitas tubuh anak.

FX. Wikan Indrarto dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, lektor di FK UKDW, pengurus IDI Cabang Kota Yogyakarta dan IDI Wilayah DIY

(mmu/mmu)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads