Tak Kaget Korupsi Mensos
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Tak Kaget Korupsi Mensos

Senin, 07 Des 2020 12:52 WIB
Aang Sirojul Munir
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Infografis Mensos Juliari Batubara
Mensos Juliari Batubara (Ilustrasi: tim infografis)
Jakarta -

Seperti halnya korupsi benih lobster yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan, korupsi yang dilakukan oleh Mensos harusnya tidak membuat kaget. Meskipun banyak yang beranggapan ancaman hukuman terhadap korupsi yang dilakukan pada masa krisis sudah cukup berat yaitu ancaman mati, namun apa gunanya suatu ancaman bila tidak pernah dibuktikan?

Alokasi anggaran yang serampangan untuk penanggulangan wabah Covid-19 menyebabkan peluang terjadinya penyelewengan makin terbuka lebar.

Alokasi anggaran yang besar pada penanggulangan wabah memang suatu hal yang wajar, namun yang juga harus diperhatikan adalah efektivitas serapan terhadap anggaran tersebut. Realisasi anggaran harus tepat sasaran serta sesuai dengan peruntukannya. Jika hanya sekadar mengeluarkan anggaran saja, jangankan pemerintah, orang asing yang ditemui di jalanan saja dapat melakukannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Serapan anggaran penanggulangan Covid-19 sudah umum dinilai tidak efektif, tidak tetap sasaran, dan terkadang terlihat hanya sebagai aksi simbolik saja sehingga bilamana hari ini ditemukan adanya indikasi korupsi menjadi biasa saja. Justru aneh bila sampai selesainya penanggulangan Covid-19 tidak ada pejabat yang tersandung kasus korupsi berkaitan dengan penanggulangan Covid-19.

Penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran terjadi karena pemerintah sebagai pemangku kebijakan terkadang "memakan" mentah-mentah asumsi yang beredar semisal asumsi "semua orang terkena dampak Covid-19". Asumsi tersebut memang benar adanya; semua orang terkena dampak, namun bila diperhatikan dengan lebih teliti dampak yang dirasakan tiap orang berbeda-beda.

ADVERTISEMENT

Dampak kehilangan mata pencaharian lebih terasa bagi mereka yang tidak memiliki tabungan untuk melewati masa wabah ini dibanding dengan mereka yang masih memiliki tabungan yang cukup.

Bila pemerintah berdalih tidak menyortir dampak untuk menentukan siapa yang lebih dulu berhak mendapat bantuan dengan alasan responsif terhadap permasalahan, maka sebetulnya tindakan demikian bukan suatu kebijakan yang responsif, melainkan suatu adegan sirkus yang berupaya membuat semua orang tenang dan senang.

Tindakan Mensos meskipun tidak dibenarkan oleh norma, sebetulnya "wajar" saja jika mengingat sense of crisis terhadap Covid-19 makin menurun. Manusia itu meskipun memiliki imajinasi yang tidak terbatas, namun sangat mempercayai kemampuan visual.

Banyak manusia yang terpengaruh penilaiannya karena penglihatan yang paling dekat. Bila diberitakan peningkatan kasus Covid-19 manusia yang hanya mengandalkan pengamatan visual akan menyangkal karena melihat jalanan mulai ramai, pasar-pasar mulai ramai, pabrik tetap melakukan produksi dengan penumpukan masa yang cukup besar, dan hal-hal lain yang membangun kesimpulan Covid-19 itu tidak ada.

Jenis manusia yang demikian jumlahnya sangat banyak dalam masyarakat kita. Bila tidak percaya adanya Covid-19, maka wajar sense of crisis sebagian besar masyarakat menjadi menurun.

Turunnya sense of crisis pada sebagian besar masyarakat tidak terjadi secara begitu saja. Pemerintah menyumbang andil yang besar dalam menurunnya sense of crisis tersebut; kebijakan yang plin-plan diperparah dengan tebang pilih penegakan. Kerangka hukum yang ada tidak cukup kuat untuk menegakkan disiplin protokol kesehatan, dan penegakan protokol kesehatan terkadang bukan berlandaskan hukum, namun berlandaskan kesalahpahaman pengertian masyarakat terhadap hukum.

Jangan heran kalau beredar video-video orang dimarahi dan dipermalukan di depan umum karena melakukan kegiatan keramaian hanya berlandaskan surat edaran yang isinya imbauan saja. Orang-orang yang melanggar protokol kesehatan mungkin salah, namun pihak-pihak pemangku kebijakan yang menghukum tanpa dasar hukum yang cukup lebih salah lagi.

Akumulasi kebijakan baik dalam bentuk tertulis maupun tindakan nyata dari pemerintah yang tidak konsisten itulah yang menyebabkan terciptanya kelompok masyarakat yang sense of crisis-nya menurun. Sense of crisis yang menurun tersebut juga yang tergambar dalam tindakan Mensos, karena manusia mana yang tega "mencuri dari orang lapar" kecuali manusia tersebut merasa orang yang dia curi tidak sedang kelaparan?

Dengan demikian sebetulnya korupsi yang dilakukan oleh Mensos sekali lagi tidak mengejutkan karena merupakan akumulasi kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah dalam penanggulangan Covid-19. Jangan salah paham, kesalahan yang dimaksud bukan berarti pemerintah seutuhnya melakukan tindakan melanggar hukum seperti indikasi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Mensos, yaitu maling (korupsi) bansos.

Kesalahan pemerintah adalah melakukan public choice penanggulangan Covid-19 yang menyebabkan kebingungan baik dalam tubuh pemerintah sendiri maupun di dalam masyarakat. Lantas karena kesalahan tidak hanya terletak pada Mensos, apakah Mensos tidak layak diancam dengan hukuman mati? Tentu masih sangat layak karena Mensos dalam tugasnya bersentuhan langsung dengan penanggulangan Covid-19 sehingga sebetulnya menjadi aneh bila sense of crisis hilang. Bahkan menurun saja seharusnya tidak mungkin.

Aang Sirojul Munir Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UI

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads