Pandemi COVID-19 benar-benar memberikan pukulan telak bagi perekonomian global. Sejumlah negara pun mau tak mau harus menelan pil pahit karena masuk ke dalam jurang resesi. Tak terkecuali Indonesia, perjuangan panjang dan besarnya dana yang digelontorkan pemerintah untuk menyelamatkan ekonomi negeri ini belum serta merta menjauhkan Indonesia dari jurang resesi.
Pada 5 November, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia Triwulan III-2020 mengalami kontraksi sebesar 3,49 persen (year on year). Dalam ekonomi makro, resesi atau kemerosotan ekonomi diartikan sebagai penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua triwulan atau lebih dalam satu tahun. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia resmi masuk ke dalam jurang resesi setelah di triwulan sebelumnya terkontraksi sebesar 5,32 persen.
Jika dilihat menurut lapangan usaha, sektor Transportasi dan Pergudangan konsisten menjadi sektor paling terpuruk dalam dua triwulan terakhir. Laju pertumbuhan sektor tersebut pada Triwulan III-2020 pun kandas di angka -16,70 persen (year on year).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Efek Domino
Sektor transportasi dan pergudangan memiliki peran sangat penting dalam perekonomian. Sektor tersebut menyediakan akses bagi mobilitas penduduk dan kelancaran pemenuhan kebutuhan logistik masyarakat sehari-hari. Kelancaran sektor tersebut pun akhirnya dapat menjaga stabilitas harga barang dan meredam laju inflasi suatu daerah. Tak hanya itu, sektor transportasi sangat berperan dalam menghidupkan sektor lainnya seperti sektor pariwisata, perdagangan, dan akomodasi serta makan-minum.
Namun kinerja berbagai sektor sampai dengan Triwulan III-2020 bagai di ujung tanduk tak terkecuali sektor transportasi dan pergudangan. Dampak kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di berbagai daerah dalam mengurangi penyebaran COVID-19 di satu sisi juga mengakibatkan perlambatan ekonomi. Kebijakan lainnya seperti larangan mudik pada Hari Raya Idul Fitri 1441 H, penurunan jumlah penumpang dari kapasitas normal kendaraan, dan penutupan lokasi-lokasi tertentu seperti tempat wisata tampaknya turut berkontribusi besar dalam penurunan permintaan sektor transportasi.
Penurunan jumlah penumpang pun terjadi di semua moda angkutan pada periode Januari-September 2020 dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Jumlah penumpang pesawat domestik misalnya turun 58,33 persen, penumpang pesawat internasional turun 74,54 persen, penumpang kereta api turun 53,82 persen, dan penumpang kapal laut turun 39,58 persen.
Selain itu, pandemi COVID-19 memberikan dampak terhadap pergerakan arus barang. Aktivitas bongkar muat barang di pelabuhan-pelabuhan utama pada periode Januari-September 2020 dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu terlihat mengalami penurunan. Seperti yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok turun 22,12 persen, Pelabuhan Tanjung Perak turun 17,23 persen dan Pelabuhan Makassar turun 14,01 persen. Penurunan tersebut dikarenakan menurunnya permintaan berbagai komoditas baik ditingkat domestik maupun global.
Efek domino terpuruknya sektor transportasi dan pergudangan membawa para pelaku usaha serta pekerja sektor tersebut kian gigit jari. Bagi pelaku usaha transportasi umum terpaksa melakukan pengurangan jam kerja dan merumahkan sebagian pekerjanya disertai pemotongan upah. Selain itu mengkandangkan angkutan/kendaraannya di tengah ketidakpastian ekonomi juga menjadi opsi yang dipilih perusahaan. Hal tersebut lantaran pendapatan yang diterima perusahaan tak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan.
Efisiensi juga dilakukan perusahaan transportasi seperti pengurangan jumlah pekerja atau PHK menjadi salah satu cara pahit yang ditempuh agar perusahaan dapat tetap bertahan. Hal itu tentunya berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran. Setidaknya selama setahun terakhir terjadi penurunan penduduk yang bekerja di sektor transportasi dan pergudangan hingga mencapai 0,07 juta orang atau 0,04 persen yaitu dari 5,66 juta orang per Agustus 2019 menjadi 5,59 juta orang per Agustus 2020.
Selain itu, pandemi COVID-19 pun berdampak terhadap penurunan upah buruh. Penurunan rata-rata upah buruh sektor transportasi dan pergudangan pun terbilang cukup besar jika dibandingkan sektor lainnya. Penurunan mencapai Rp435.670 atau 12,15 persen yaitu dari Rp3.585.638 per Agustus 2019 menjadi Rp3.149.968 per Agustus 2020.
Upaya Penyelamatan
Seperti mata koin yang memiliki dua sisi, pemerintah kini dipaksa untuk memilih antara kesehatan rakyatnya atau percepatan pemulihan ekonomi negeri ini. Pilihan sulit tersebut pun tentu butuh waktu cepat untuk segera dicarikan cara penyelesaiannya. Pengendalian sektor transportasi perlu dilakukan dengan tepat agar masyarakat dapat kembali melakukan kegiatan ekonomi namun aman dari resiko penularan COVID-19.
Peningkatan mobilitas penduduk, barang, dan jasa dapat ditingkatkan dengan jaminan kepercayaan protokol perjalanan. Transportasi yang aman dan nyaman menjadi indikator kepercayaan pengguna jasa. Aman berarti tidak hanya aman dari tingkat keselamatan tapi juga aman dari penyebaran virus.
Demikian juga nyaman tidak hanya diartikan merasa betah akan tetapi juga saling menjaga satu dengan yang lain sehingga hilang perasaan was-was. Kepatuhan terhadap protokol kesehatan dengan penerapan 3M yaitu memakai masker dengan benar, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak menjadi satu keharusan yang sudah tidak dapat ditawar lagi dalam menciptakan rasa aman dan nyaman.
Selain itu, jatuh paling dalam baik dalam perekonomian. Hendaknya menjadi warning bagi para pemangku kebijakan bahwa paket stimulus harus segera diimplementasikan dengan skala yang lebih besar. Dalam masa pandemi COVID-19, para pelaku usaha transportasi juga tidak dapat berbuat banyak jika tanpa sokongan stimulus dari pemerintah seperti pemberian paket modal, relaksasi kredit pinjaman, dan penghapusan pajak bahan bakar. Tujuannya tentu agar usaha tersebut tidak gulung tikar sehingga tidak menimbulkan gelombang PHK yang lebih besar.
Pemberian insentif juga dapat diberikan kepada pekerja yang merugi khususnya pekerja dengan status berusaha sendiri dan pekerja bebas. Jika tidak ada upaya penyelamatan sektor transportasi yang signifikan, niscaya percepatan pemulihan ekonomi yang digadang-gadang hanya menjadi sebuah omongan belaka dan sektor transportasi dan pergudangan kian terperosok.
Eko Apriyanto, SST Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Halmahera Timur
(mmu/mmu)