Berdasarkan data kuartal III tahun 2020, perekonomian Indonesia secara teknis telah resmi masuk ke dalam jurang resesi. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tahun 2020 terkontraksi 3,49 persen setelah pada kuartal sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen. Kondisi ini menjadikan Indonesia mengikuti jejak negara-negara lain yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam jurang resesi ekonomi seperti Amerika Serikat, Italia, Inggris, Perancis, Jerman, Korea Selatan, Jepang, Singapura, Filipina, dan Thailand.
Guncangan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi virus Covid-19 sangatlah besar dan dahsyat (economic wide shock). Pandemi Covid-19 telah meluluhlantakkan seluruh aktivitas dan fundamental perekonomian nasional. Hampir tidak ada pelaku ekonomi yang mampu bertahan dan mengambil keuntungan dari terjadinya krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini. Bahkan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang pada krisis ekonomi tahun 1998/1998 dan 2008 mampu menjadi penyelamat, pada resesi ekonomi saat ini menjadi korban yang paling menderita.
Guncangan ekonomi yang terjadi di dua sisi sekaligus (supply dan demand) mengakibatkan langkah pemulihan ekonomi semakin berat. Alternatif kebijakan yang dimiliki pemerintah semakin terbatas seiring dengan ruang fiskal yang semakin menyempit. Pendapatan negara berkurang signifikan padahal negara hampir kehilangan seluruh sumber pendapatannya dan di sisi lain negara membutuhkan tambahan pendapatan yang sangat besar untuk menyusun program penanggulangan pandemi Covid-19 mulai dari program testing, tracing, sampai treatment.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Program Pemulihan
Efek pandemi Covid-19 yang telah meluluhlantakkan seluruh sendi-sendi perekonomian nasional telah mendorong pemerintah untuk menyusun kebijakan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Langkah ini merupakan langkah tepat yang perlu diapresiasi dan didukung semua pihak. Namun tentunya, pemerintah bukanlah tukang sulap yang mampu mengubah kondisi dalam sekejap dengan hanya bermodalkan jampi-jampi dalam kitab perundang-undangan.
Proses perbaikan ekonomi diyakini tidak akan berlangsung instan dalam sekejap walaupun vaksin virus Covid-19 telah ditemukan dan diberikan kepada seluruh masyarakat dunia. Proses perbaikan diyakini akan berlangsung secara gradual, bertahap seiring dengan proses pembangunan kembali berbagai sarana dan infrastruktur penunjang yang telah porak poranda selama masa pandemi.
Para pelaku industri memerlukan waktu untuk membangun kembali sistem produksi mereka mulai dari rekrutmen tenaga kerja, manajemen produksi, sistem informasi, sampai dengan proses pemasarannya. Bahkan bagi industri-industri tertentu yang selama ini tidak terbiasa dengan penggunaan platform ekonomi digital, mereka akan membutuhkan waktu lebih lama untuk beradaptasi dan menyesuaikan dengan perilaku kebiasaan baru yang terbentuk setelah pandemi.
Dalam ilmu manajemen produksi perusahaan, tahapan pembangunan kembali ini masuk ke dalam fase awal eksistensi perusahaan yang memerlukan banyak sumber daya. Dalam fase ini, perusahaan memerlukan anggaran yang besar untuk berinvestasi di faktor-faktor produksi. Perusahaan belum bisa menikmati keuntungan ekonomi yang dihasilkan. Berbagai keuntungan usahanya akan diarahkan untuk menutupi berbagai modal yang telah dikeluarkan sebelumnya sehingga pada fase ini perusahaan masih sangat rentan dan penuh risiko.
Bagi perusahaan, pada fase ini peran pemerintah sangatlah diperlukan. Pemerintah harus menjaga stabilitas dan kondusifitas iklim berusaha sehingga perusahaan mampu berproduksi pada tingkat yang optimal. Bahkan lebih jauhnya, pemerintah harus memberikan dan menyusun berbagai program insentif dan relaksasi sehingga proses recovery ini bisa berlangsung lebih cepat. Proses pemulihan ekonomi nasional bisa berjalan lebih cepat jika pemerintah mampu mendorong kinerja sektor industri pada kondisi optimalnya. Pada konteks ini maka program insentif pemerintah untuk dunia usaha, terutama UMKM, masih sangat diperlukan.
Peran Pemerintah Daerah
Pemerintah memiliki berbagai instrumen yang bisa digunakan untuk mendorong akselerasi pemulihan ekonomi di sektor industri. Melalui kebijakan fiskal, pemerintah bisa memilih dan menentukan program insentif dan relaksasi yang paling efektif dalam mendorong kinerja sektor industri. Dan dalam waktu bersamaan, melalui koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah juga bisa menyusun insentif dan relaksasi kebijakan moneter sehingga proses pemulihan tersebut bisa berjalan jauh lebih efektif dan lebih cepat.
Namun seringkali kebijakan yang telah tersusun rapi tersebut terhadang peraturan dan kebijakan pemerintah daerah (pemda). Tidak jarang beberapa kepala daerah kurang memiliki sense belonging of crisis sehingga kebijakan-kebijakannya seringkali kontraproduktif dengan tujuan pemerintah pusat yang ingin segera mengakhiri masa resesi ini.
Demi target menggenjot Penerimaan Asli Daerah (PAD), beberapa pemerintah daerah masih tetap memungut pajak dan retribusi kepada para pelaku industri dan UMKM seperti saat sebelum masa resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19. Hal ini tentunya akan menjadi beban berat bagi para pelaku industri dan UMKM dalam menjalankan usahanya di tengah berkurangnya permintaan dan pasokan bahan baku industri akibat mandeknya roda perekonomian masyarakat secara keseluruhan.
Oleh karena itu, efektivitas program percepatan pemulihan ekonomi nasional harus selalu selaras antara pemerintah pusat dan daerah. Program percepatan pemulihan ekonomi pada tahun 2021 harus tetap didukung oleh pemerintah daerah. Pemda harus mendukung program percepatan pemulihan tersebut dengan tidak mencari keuntungan untuk meningkatkan anggaran pendapatan daerahnya pada 2021 mendatang, terutama pasca pelaksanaan pemilihan kepada daerah akhir tahun 2020 ini.
Pemda tidak perlu menambah target PAD selama masa pemulihan ini berlangsung. Bahkan sebaiknya Pemda menurunkan target pencapaian PAD-nya sehingga pemda bisa memberikan relaksasi bagi sektor industri dan mendorong sektor industri untuk cepat pulih kembali dan mengembalikan pertumbuhan ekonomi daerah dan ekonomi nasional pada tingkat optimalnya.
Penutupan berbagai kekurangan anggaran belanja daerah untuk sementara bisa dipenuhi oleh beberapa langkah strategis tanpa harus membebani pelaku industri dan UMKM. Setidaknya terdapat tiga solusi alternatif yang bisa dijadikan pilihan pemda untuk menutupi anggaran belanja daerah. Alternatif pertama adalah dengan menerbitkan obligasi atau utang (local government bond) lunak yang murah dan fleksibel.
Namun tentunya langkah penerbitan obligasi pemda ini merupakan langkah darurat yang hanya digunakan ketika terjadi extraordinary condition seperti saat ini. Penerbitan obligasi ini tidak boleh dilakukan ketika ekonomi dalam kondisi normal. Penerbitan obligasi pemerintah daerah ini akan meningkatkan potensi risiko ekonomi dan moral hazard dari pemda.
Alternatif kedua adalah dengan melakukan realokasi anggaran. Pemerintah harus melakukan realokasi anggaran khususnya untuk anggaran-anggaran non esensial yang bisa ditangguhkan. Pembangunan infrastruktur bisa menjadi salah satu contoh langkah konkret pemda dalam melakukan realokasi anggaran belanja daerah. Namun tentunya besaran anggaran yang dihasilkan dari realokasi ini masih sangat terbatas. Masih diperlukan langkah lain untuk menambal kebutuhan anggaran belanja yang masih defisit tersebut.
Langkah ketiga adalah dengan melakukan refocusing. Langkah ini relatif sama dengan langkah realokasi. Pemda harus mengubah beberapa fokus program belanja daerah dengan mengurangi postur anggarannya. Dengan demikian pemerintah daerah akan mendapatkan tambahan anggaran untuk program penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi daerah.
Alternatif yang keempat adalah dengan menunda ekspansi usaha perusahaan-perusahaan Bada Usaha Miliki Daerah (BUMD). Bahkan pemerintah daerah bisa meminta BUMD untuk menekan pengeluaran biayanya sehingga pendapatan yang diperoleh BUMD bisa meningkat yang kemudian bisa digunakan pemerintah daerah untuk menutupi kekurangan anggaran belanjanya.
Jika keempat langkah ini bisa dijalankan secara harmonis oleh pemda, maka percepatan pemulihan ekonomi baik di tingkat nasional maupun regional bisa terlaksana dengan baik. Ekonomi akan kembali tumbuh normal sehingga tercipta lapangan kerja baru yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan.
Agus Herta Sumarto dosen FEB UMB dan Ekonom INDEF
(mmu/mmu)