Banyak orang yang berkorban akibat pandemi ini. Sebagian besar dari mereka adalah rakyat kecil. Ada yang harus berhenti bekerja karena pabrik atau toko tempat mereka bekerja harus ditutup. Para pedagang kecil dan besar harus menutup tokonya, atau membatasi jumlah pelanggan yang datang. Hotel dan tempat-tempat hiburan juga harus ditutup. Orang-orang yang bekerja di situ kehilangan pekerjaan. Anak-anak kita harus belajar lewat jaringan dengan berbagai kesulitannya.
Kita semua tidak menyukai penutupan itu. Tapi kita semua terpaksa menerimanya karena situasi ini memang tak bisa kita tolak. Dengan berat hati kita ikuti aturan pemerintah. Kalau pun nekat melanggar, kita kena sanksi. Ada begitu banyak orang yang sudah kena sanksi berupa denda dan kerja sosial. Sanksi yang tak kalah menyakitkan adalah divideokan kemudian disebarkan melalui media sosial. Itu akan jadi rekam jejak yang terus ada seumur hidup. Karena berbagai alasan itu, kita mematuhi aturan pemerintah.
Tidak hanya perorangan yang dirugikan. Berbagai organisasi misalnya tak dapat melakukan kegiatan berkumpul untuk melakukan koordinasi. Ada organisasi yang menunda muktamar, sebuah perhelatan besar yang biasanya tak pernah luput dilakukan. Berbagai kegiatan seminar, penyebaran informasi, harus dilakukan lewat jaringan. Bahkan ibadah haji pun tidak dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenapa itu semua kita lakukan? Meski tak suka, kita percaya bahwa ini harus dilakukan. Kita percaya bahwa itu harus dilakukan untuk mencegah makin meluasnya penularan. Kita percaya bahwa pemerintah bekerja keras, penuh disiplin, untuk melindungi kita.
Sayangnya, tindak-tanduk yang ditunjukkan oleh pemerintah sering bertentangan dengan kepercayaan itu. Kebijakan pemerintah berubah-ubah, bertentangan satu sama lain, tidak konsisten dari waktu ke waktu. Yang paling parah, kebijakan tidak diberlakukan secara setara terhadap setiap orang. Ada orang-orang yang dikecualikan, bebas melakukan pelanggaran, tidak kena sanksi apapun.
Inilah yang kita saksikan seminggu ini. Sejak tiba di Tanah Air, Rizieq Shihab mengumpulkan banyak orang tanpa mengindahkan larangan berkumpul. Konyolnya, Gubernur DKI Anies Baswedan langsung mendatangi, bertamu saat yang bersangkutan masih dalam status karantina, berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Menteri Kesehatan. Pejabat tertinggi yang bertanggung jawab dalam urusan penanganan Covid-19 di Ibu Kota malah memamerkan pelanggaran secara telanjang.
Pemerintah tak bisa mencegah, juga tak bisa membubarkan. Akhirnya pemerintah mengalah, dengan mengirim bantuan masker. Pemerintah berharap ada kerelaan hati dari yang punya hajat untuk mematuhi protokol kesehatan. Bahkan ada pejabat negara yang berharap kelak Tuhan yang akan memberi hukuman.
Para pejabat pemerintah sedang memamerkan kelemahan yang mendasar. Yang dirasakan oleh rakyat adalah, aturan hanya diberlakukan secara keras kepada rakyat kecil yang tak berdaya melawan. Rakyat diperlakukan secara tidak adil.
Ingat, ini bukan soal kecil. Banyak orang yang kehilangan nafkah karena dipaksa patuh. Banyak orang dipermalukan ketika tak patuh. Lalu mereka menyaksikan ada orang yang diperlakukan istimewa. Rakyat merasa dikhianati.
Pemerintah sudah mulai tak dipercaya akibat terlalu panjangnya pandemi, dan banyaknya kebijakan yang tidak konsisten, serta manajemen yang berantakan. Kini situasinya makin parah karena pemerintah menunjukkan perilaku yang paling buruk, yaitu takut kepada seseorang yang berpengaruh secara politik. Pemerintah, dengan segenap wewenang dan alat kekuasaan yang dimiliki, takut kepada seseorang yang punya massa.
Pemerintah sudah kesulitan mendapat komitmen rakyat untuk mengendalikan pandemi. Kini rakyat yang tadinya berkomitmen juga sudah skeptis. Suara-suara tidak puas bergema di berbagai tempat --kekecewaan rakyat kecil yang tak berdaya. Kini apapun yang dikatakan pemerintah, apapun yang mereka anjurkan, mungkin akan jadi tertawaan saja. Tingkat kepatuhan akan makin menurun.
Pandemi ini masih akan berlangsung lama. Kita tidak tahu kapan ini akan berakhir. Pemerintah tidak sanggup menunjukkan bahwa mereka bisa diandalkan. Sayang sekali.
(mmu/mmu)