Bila memakai pendekatan dari Graeme Codrington dan Sue Grant-Marshall yang menempatkan generasi milenial sebagai generasi yang lahir pada 1981-1994, maka Dokter Sisca Wiguno merupakan generasi milenial awal. Lahir pada 1981, alumni Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta ini sekarang berkarya sebagai health officer di Unicef. Sisca ditempatkan di Ambon. Lingkup kerjanya sangat luas, meliputi semua wilayah Maluku. Selama pandemi pekerjaannya bertambah lantaran Sisca ditunjuk sebagai arsitek penanggulangan Covid-19 Maluku.
Sumbangsih Sisca Wiguno untuk kemanusiaan sudah lintas negara. Dalam empat belas tahun terakhir Sisca pernah bertugas di berbagai negara beda benua. Menjadi istimewa karena daerah kerja Sisca merupakan daerah dengan tingkat konflik nan tinggi. Pada 2010 ketika bertugas di Nigeria, Sisca ditempatkan di kota Maiduguri, Borno State, tak lain sarang Boko Haram. Pindah ke Pakistan, ia berkarya di daerah Peshawar dan Hangu dekat perbatasan Afganistan. Ini wilayah operasi militer. Sehingga konflik sektarian sewaktu-waktu bisa meletus.
Di Indonesia sendiri, selain bertugas di Maluku, Sisca pernah berkarya di Serukam, pedalaman Kalimantan Barat. Selama dua setengah tahun, Sisca keluar-masuk pedalaman Kalimantan Barat melayani kesehatan masyarakat pinggiran. Ketika Nias diterjang gempa pada 2005, Sisca langsung berangkat menuju lokasi. Bersama ratusan dokter lainnya, Sisca menjadi relawati dan berbulan-bulan hidup bersama penyintas gempa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lain lagi dengan kiprah generasi milenal bernama Muhammad Alfatih Timur yang akrab dipanggil Timmy. Jika Sisca Wiguno disebut generasi milenial awal, maka pendiri kitabisa.com yang lahir pada 1991 ini dapat dikatakan sebagai generasi milenial tengah. Sudah banyak ulasan tentang Timmy beserta kitabisa. Sekadar menambahkan, berbagai pencapaian yang pernah didapat oleh Timmy seperti berikut.
Majalah Forbes pada 2016 menabalkan Timmy sebagai satu dari tiga puluh anak muda paling berpengaruh di Asia. Setahun berikut, giliran firma konsultan keuangan dan manajemen terkemuka Ernst and Young memberi penghargaan padanya sebagai pemenang wirausaha sosial Indonesia.
Pada awal pandemi Covid-19 menerjang Indonesia, kitabisa.com menggalang pengumpulan dana. Tersua angka Rp 130 miliar hasil dari penggalangan. Jumlah yang bisa dikatakan terbesar dalam penggalangan dana Covid dibanding dengan lembaga independen mana pun. Timmy bersama kitabisa menjadi fenomena baru dalam bisnis sosial, terutama yang berkecimpung pada penggalangan dana.
Kisah heroik juga ditunjukkan oleh Ika Dewi Maharani. Mahasiswa semester akhir STIKES Hang Tuah Surabaya ini adalah generasi milenial akhir karena lahir pada 1994. Ketika Covid menerjang Indonesia dan diperlukan banyak relawan, Ika ikut mendaftar. Menjadi menarik karena ia sebagai relawati pada gugus medis sekaligus sopir ambulans. Ika menjadi wanita pertama yang bertugas sebagai sopir ambulans. Bahkan jika digabungkan, medis sekaligus sopir ambulans, dia juga satu-satunya yang melakoni dua tugas ini.
Tidak mudah menjadi relawati pada awal pandemi. Semua informasi masih simpang-siur. Ditambah dengan peralatan APD yang masih terbatas. Pada masyarakat sendiri ada perasaan ketakutan berlebihan pada virus korona. Terlebih yang kena Covid. Si pasien mendapat dua penyakit sekaligus; penyakitnya sendiri dan stigma masyarakat terhadapnya. Pada situasi seperti ini, Ika memutuskan menjadi relawati.
"Ketika dibutuhkan perawat dan sopir ambulans, itu sesuai dengan keahlian saya. Pas dengan panggilan hati dan tanggung jawab saya sebagai perawat. Saya harus melayani. Untuk ambulans baru pertama kali dalam hidup saya. Ternyata melayani di ambulans tidak mudah seperti yang saya bayangkan. Potensi tertular ada. Rasa takut saya ada. Namun ini adalah tugas sebagai relawan medis. Saya harus menangani pasien dari awal sampai akhir," ujar Ika Dewi Maharani. (detikcom, 16/4).
Mengangkat sosok Sisca Wiguno, Alfatih Timur, dan Ika Dewi Maharani dalam menyambut Hari Pahlawan 2020 menjadi sangat relevan. Mereka tiga orang dari generasi milenial awal, tengah, dan akhir. Pada saat pandemi Covid melanda Indonesia, sumbangsih mereka mengatasi pandemi layak untuk diapresiasi. Sesuai dengan kompetensi dan potensi masing-masing, mereka bertiga mewarnai dengan indah apa itu yang namanya keberanian, kepedulian, dan tanggung jawab.
Sisca sebagai dokter, Timmy seorang wirausaha sosial, dan Ika perawat, tak lain adalah pahlawan pandemi. Mereka gambaran ideal dari generasi milenial yang dimiliki Indonesia. Benar bahwa generasi milenial itu memiliki karakter seperti sering dikritik banyak orang (terutama oleh generasi di atasnya): konsumtif, cepat bosan, tidak sabaran, dan mencari ketenaran pribadi. Namun pada diri generasi milenial banyak sifat-sifat positif yang apabila dioptimalkan potensinya, sifat positif ini jauh melampaui karakter negatif seperti yang banyak dikritik generasi di atasnya itu.
Sisca, Timmy, dan Ika mampu menunjukkan diri sebagai generasi milenial yang berkarya dengan paripurna. Mereka melek teknologi. Dalam diri mereka tertanam sikap empati nan tinggi. Seperti karakter milenial, mereka mudah untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak. Sekat bernama agama, ras, suku, golongan menjadi tidak relevan bagi mereka. Rasa percaya yang tinggi disalurkan untuk kegiatan-kegiatan produktif. Selama pandemi, sumbangsih mereka begitu nyata. Apresiasi tinggi untuk tiga pahlawan milenial!
A.M. Lilik Agung Mitra Pengelola Galeri HC-Human Capital