"Anak muda kita aduh saya bilang sama presiden, jangan dimanja, dibilang generasi kita adalah generasi milenial, saya mau tanya hari ini, apa sumbangsihnya generasi milenial yang sudah tahu teknologi seperti kita bisa viral tanpa bertatap langsung, apa sumbangsih kalian untuk bangsa dan negara ini?" kata Ketua Umum PDIP Megawati dalam sambutannya di acara peresmian Kantor DPD secara virtual, Rabu (28/10).
Gayung bersambut, diskusi pro dan kontra riuh rendah. Ada dua musabab; pertama, para pengkritik Megawati yang memang selalu bersemangat untuk memberikan kritik --apapun yang diucapkan dan dilakukan Megawati, terlebih dengan gugatan tajam terhadap sumbangsih kaum milenial. Para pengkritik mendapat semacam residu untuk menyerang Megawati. Kedua, pada kutub yang berseberangan dengan yang pertama, tak lain pembela Megawati. Pikiran, ucapan, dan tindakan Megawati benar adanya. Oleh karena itu layak didukung. Termasuk gugatannya kepada kaum milenial.
Dalam teori pengembangan diri yang populer sejak digelorakan oleh Stephen Covey pada 1990-an, mahaguru ini menyatakan bahwa peristiwa tidak penting, tanggapan terhadap peristiwa jauh lebih penting. Mirip dengan pro-kontra di atas, menyikapi gugatan Megawati bisa ditanggapai dengan dua hal. Pertama, gugatan Megawati salah adanya. Gelombang Reformasi yang semakin mengokohkan Megawati sebagai negarawati tangguh tak lain hasil karya kaum milenial awal (mahasiswa).
Kedua, gugatan Megawati tak lebih seperti lecutan untuk menunjukkan kepada seluruh warga bangsa bahwa kaum milenial sebagai penduduk paling banyak dari sisi jumlah sudah dan akan meningkatkan sumbangsihnya terhadap negara dan kemanusiaan. Tulisan ini lebih fokus pada tanggapan kedua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karakter Milenial
Untuk menyesuaikan dengan konteks Indonesia, ada empat generasi utama penghuni republik. Berdasar data yang dirilis Survei Sosial Ekonomi Nasional Penduduk Indonesia 2017, generasi Orde Lama (baby boomer) yang lahir antara 1946-1964 berjumlah 29,5 juta orang. Generasi Orde Baru (X) lahir tahun 1965-1980 ada 67,5 juta manusia. Generasi Reformasi (milenial) kelahiran tahun 1981-1997 tercatat 88 juta jiwa. Generasi pasca-Reformasi (alfa) lahir antara 1998-2010 ada 76,6 juta orang.
Alhasil, generasi milenial merupakan generasi paling banyak di Indonesia (33,76 %). Bahkan jika digabung dengan generasi alfa, tersua angka 63% dari jumlah penduduk. Bagaimana karakter dari generasi ini? Penelitian menunjukkan mereka memiliki karakter seperti berikut: realistis, penuh keinginan, percaya diri, multitasking, dan suka hal baru. Mereka cepat beradaptasi terhadap perkembangan teknologi. Bahkan kaum milenial akhir merupakan penduduk asli teknologi (digital).
Gaya komunikasinya santai, informal, dan cenderung mudah terdistraksi (berpindah fokus). Menariknya, walaupun kelihatannya kurang fokus, mudah berpindah konsentrasi, dan santai, jika diberi pekerjaan, mereka cepat menyelesaikan. Tentu dengan cara-cara mereka yang sering tidak dipahami oleh generasi terdahulu.
Megawati (kelahiran 23 Januari 1947) merupakan generasi awal Orde Lama (baby boomer). Lahir pada zaman "tidak enak". Sesudah kemerdekaan, negara sedang menata berbagai bidang. Bahkan sering dibumbui dengan aneka kekecewaan pada pemerintah yang berujung pada pemberontakan. Ekonomi sulit, politik labil menyebabkan generasi baby boomer awal ini memiliki karakter pekerja keras, mandiri, tangguh, dan fokus pada pengembangan diri.
Mereka tergagap-gagap beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Alhasil komunikasi ditekankan pada hubungan langsung, kedekatan, dan empat mata. Baby boomer dengan milenial terbentang jarak satu generasi. Akibatnya sering terjadi jurang pemisah dalam cara mereka berpikir dan bertindak.
Gugatan Megawati terhadap sumbangsih kaum milenial bagi republik bisa diterima dengan akal. Sama persis dengan tangkisan kaum milenial terhadap gugatan Megawati dengan cara mereka menggugat balik, bisa dipahami. Mengapa? Karena beda karakter. Ditambah antara mereka ada jurang pemisah satu generasi (Orde Baru/X).
Tugas Kaum Milenial
Dengan jumlah paling besar dibanding dengan generasi lainnya, tuntutan terhadap kaum milenial agar berkontribusi lebih dibanding generasi lain menjadi tidak terbantahkan. Pada ranah ekonomi, sumbangsih kaum milenial terlihat dengan kentara.
Konsultan keuangan Ernst & Young saban tahun memberi anugerah Entrepreneur of the Year kepada para pelaku bisnis dan bisnis sosial di Indonesia. Dalam tahun-tahun terakhir pemenangnya kaum milenial, seperti Nadiem Makarim (Gojek) dan William Tanuwijaya (Tokopedia).
Bahkan untuk kategori bisnis sosial para pemenangnya merupakan generasi milenial akhir dan generasi alfa, seperti Alfatih Timur (lahir 27 Desember 1991), pendiri Kitabisa.com (pemenang 2017). Dilanjutkan Sabrina Bensawan (22 tahun) dan Elena Bensawan (19 tahun), pendiri Saab Shares (pemenang 2018). Kemudian Adamas Belva Devara pendiri Ruangguru.com yang lahir pada 30 Mei 1990 sebagai pemenang tahun 2019.
Kaum milenial memang banyak memberikan sumbangsih pada ranah ekonomi. Tidak begitu ketika mereka ditarik menjadi pejabat publik maupun ketika berkiprah di wilayah politik. Pada 21 November 2019 Indonesia dikejutkan dengan keputusan Presiden Jokowi yang menunjuk tujuh staf khusus dari kalangan milenial. Harapan masyarakat membuncah karena ketujuh staf khusus ini memiliki rekam jejak gemilang pada bidang yang ditekuni.
Sayang dalam perjalanan waktu, staf khusus milenial ini justru tidak banyak menunjukkan sumbangsihnya. Hampir setahun mereka menjadi staf khusus. Dua staf khusus mundur karena konflik kepentingan yang berujung pada gugatan masyarakat. Lima yang lain, masyarakat belum tahu apa gebrakan mereka, kecuali aktif menjadi pembicara pada berbagai webinar.
Dalam wilayah pejabat publik ini kiranya yang menjadi gugatan Megawati. Hal demikian selaras dengan posisi Megawati sebagai ketua umum partai yang wilayah kerjanya memang fokus pada politik dan aktivitas publik. Untuk itu para milenial yang memang berkiprah pada jabatan-jabatan publik agar semakin menunjukkan kinerjanya.
Pandemi yang berkepanjangan dan entah kapan berakhir, merupakan waktu tepat bagi kaum milenial untuk memberi sumbangsih optimal. Sebagai penduduk asli digital, kaum milenial layak menjadi garda terdepan dalam berselancar melawan gelombang pandemi.
Semua sektor kehidupan mau tidak mau harus terhubung dengan digital, bisa dijembatani oleh kaum milenial dengan berbagai karyanya berbentuk program atau platform digital yang bersahabat dengan semua generasi. Terutama bagi generasi Orde Lama (baby boomer) dan bahkan generasi sebelumnya seperti diwakili oleh Megawati. Generasi ini dapat "ditolong" oleh kaum milenial untuk beradaptasi bahkan hidup normal pada masa pandemi. Itulah sumbangsih signifikan yang diharapkan generasi senior.
Gugatan Megawati seharusnya dijadikan cambuk bagi kaum milenial untuk lebih berkontribusi lagi bagi masyarakat dan negara. Sehingga sumbangsih kaum milenial semakin kentara dan dirasakan semua lapisan masyarakat. Selamat berkarya kawan-kawan milenial.
A.M Lilik Agung mitra pengelola pada lembaga pengembangan SDM Galeri HC-Human Capital