Anak Sekolah di Arena Demo

Kolom Kang Hasan

Anak Sekolah di Arena Demo

Hasanudin Abdurakhman - detikNews
Senin, 19 Okt 2020 10:32 WIB
kang hasan
Hasanudin Abdurakhman (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Di tengah keriuhan demonstrasi penolakan Omnibus Law bermunculan fakta yang memberi gambaran penting soal dunia pendidikan Indonesia. Anak-anak sekolah ikut berdemonstrasi. Sebagian di antaranya ada yang terlibat dalam tindakan kekerasan selama demonstrasi.

Bukankah di masa pandemi ini anak-anak belajar secara daring, dan tidak masuk sekolah? Ya, mereka yang seharusnya berada di rumah, mengikuti pelajaran, keluar dari rumah dan ikut demonstrasi. Pertanyaan yang segera muncul di pikiran saya melihat peristiwa ini adalah: Ke mana orangtua mereka? Tahukah orangtua mereka soal aktivitas anak-anaknya? Apakah mereka setuju dan merestui? Atau, anak-anak itu pergi begitu saja, tanpa sepengetahuan orangtua mereka?

Perkiraan saya, kecil kemungkinan orangtua mereka tahu. Sulit membayangkan para orangtua memberi izin kepada anak-anaknya yang sedang sekolah untuk pergi berdemonstrasi. Apalagi demonstrasi yang punya potensi rusuh. Tapi kenapa anak-anak itu bisa pergi dan ikut demonstrasi?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Inilah yang saya sebut sebagai masalah dalam pendidikan dan keluarga di Indonesia. Ada begitu banyak orangtua yang tidak bisa mengendalikan anak-anak mereka. Mereka tidak bisa mengatur kapan dan untuk tujuan apa anak-anak boleh keluar rumah. Banyak anak yang keluar rumah tanpa sepengetahuan orangtua, kapan mereka pergi, dan untuk tujuan apa.

Yang terjadi di tengah demonstrasi adalah kekerasan. Massa pelaku protes melakukan tindak kekerasan kepada polisi. Mereka melempar batu, petasan, balok kayu, dan sebagainya. Polisi juga melakukan tindak kekerasan kepada massa. Dalam situasi itu anak bisa jadi korban. Anak juga bisa menjadi pelaku tindak kekerasan.

ADVERTISEMENT

Sekali lagi, ke mana orangtua mereka? Para orangtua ini melalaikan suatu tugas yang sangat penting, yaitu menjaga keselamatan anaknya. Adalah tugas orangtua untuk memastikan anak berada di rumah, dan hanya keluar rumah untuk tujuan yang disetujui, dengan memastikan keselamatannya terjamin.

Bahaya di tengah demonstrasi itu bukan hal main-main. Orang cedera, terluka, terluka parah, bahkan mati, pernah terjadi saat demonstrasi. Membiarkan anak-anak ikut serta artinya membiarkan anak-anak terpapar pada potensi bahaya tersebut. Itu adalah kelalaian yang sangat besar.

Sepertinya banyak orangtua yang tidak mengindahkan soal penting ini. Mereka tidak merasa perlu untuk memastikan anak-anak berada rumah. Juga tidak merasa perlu untuk memastikan mereka berada di mana dan melakukan apa. Banyak orangtua yang tidak tahu anaknya bergaul dengan siapa saja.

Ketika polisi menangkap anak-anak remaja pelaku tawuran, dari mereka disita senjata-senjata yang mengerikan, seperti golok, clurit, linggis, dan sebagainya. Sebagai orangtua saya heran, bagaimana mungkin anak-anak memiliki benda-benda itu tanpa orangtua mereka tahu? Secara nalar tak mungkin orangtua mereka membiarkan, kalau mereka tahu.

Sama halnya dengan demonstrasi ini. Kalau orangtua tahu tentu mereka tak akan membiarkan anaknya ikut serta. Kalau orangtua peduli, tentu mereka melakukan kontrol soal keberadaan dan kegiatan anaknya.

Inilah soal yang sering dilalaikan oleh banyak orangtua. Mereka lalai mengendalikan anak, lalai mengetahui keberadaan dan aktivitas mereka. Tidak terjadi komunikasi yang baik antara orangtua dan anak. Orangtua tidak risau dengan soal itu. Tahu-tahu mereka kaget ketika menemukan bahwa anak mereka sudah terlalu jauh. Ada yang bertindak kriminal. Ada pula yang jadi korban tindak kriminal.

Ketika itu terjadi, semua sudah terlambat. Untuk mencegahnya, pengendalian dan komunikasi dengan anak mutlak harus dilakukan.

Tidakkah berdemonstrasi, mengungkapkan pendapat adalah bagian dari demokrasi, dan anak harus dipaparkan pada kegiatan tersebut sebagai bagian dari proses pendidikan? Ya, kalau yang terjadi adalah unjuk rasa untuk mengemukakan pendapat. Melibatkan anak remaja, sejauh sesuai undang-undang boleh saja. Tapi ada syarat penting di situ, yaitu orangtua hadir memberi panduan. Tentu saja itu hanya boleh terjadi pada demonstrasi damai tanpa kekerasan.

Demonstrasi menolak Omnibus Law tempo hari tidak memenuhi syarat untuk keperluan itu.

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads