Peradilan yang Sesat
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Peradilan yang Sesat

Rabu, 18 Jan 2006 10:33 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - "Sepertinya cuma Tuhan yang tahu siapa yang benar." Kalimat itu disampaikan Ivan Dmitric Aksionov. Laki-laki tak bersalah itu ditemukan telah tewas, saat akan dibebaskan dari tahanan. Aksionov adalah tokoh cerita pendek "Tuhan Tahu Tapi Menunggu" yang ditulis Leo Tolstoy, sastrawan besar dari Rusia.Peradilan yang bertugas menegakkan kebenaran seringkali justru menghukum orang yang tak bersalah. Kalau Aksionov hanya fiksi, Hermann Mostar mencatat daftar 13 kasus pengadilan salah menghukum orang. Mostar mengurai banyak penyebab peradilan menjadi sesat. Dalam bukunya "Peradilan yang Sesat", Mostar menerangkan, vonis terhadap orang yang tak bersalah terjadi akibat kesaksian palsu, bukti yang salah, tekanan umum, sampai ambisi meningkatkan karir.Di negeri ini, sudah menjadi rahasia umum jika proses hukum sejak keterangan saksi maupun pembuktikan perkara selalu lemah. Publik sering disuguhi berita tentang ketidakprofesionalan aparat penegak hukum baik polisi, jaksa dan hakim.Selain lemah dalam proses hukum, lebih menyedihkan lagi subyek hukum yakni hakim itu sendiri, di negeri ini tidak lagi berorientasi pada kebenaran, moral dan hati nurani. Padahal ketiga masalah itu merupakan pilar utama yang harus dipegang hakim dalam memutus perkara. Kasus mafia peradilan di Mahkamah Agung (MA) dalam kasus Probosutedjo belum juga tuntas, publik disodori berita seorang hakim ditangkap. Hakim itu yakni Herman Alossitandi, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyidangkan kasus mantan Dirut Jamsostek Achmad Djunaedi.Herman dijadikan tersangka pemerasan terhadap Kepala Analisis Unit Manajemen Risiko (UMR) Jamsostek Walter Singgalingging. Sebelum pemerasan terjadi, Herman sempat mengancam menjadikan Walter sebagai tersangka.Belum rampung kasus Herman, muncul lagi berita staf Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) MA James Darsan Tonny dipecat. Kasus yang disangkakan juga sama, melakukan pemerasan. Kasus hakim Herman benar-benar membuat hitam muka pengadilan. Kasus itu menunjukkan mafia peradilan telah bergeser. Kalau dulu aparat hukum mencari uang dengan menunggu disuap, kini justru mereka menjemput bola dengan melakukan pemerasan. Anehnya dengan kondisi memprihatinkan seperti itu, para hakim tetap saja sombong. Mereka menolak usulan Komisi Yudisial (KY) agar dilakukan seleksi ulang hakim agung. Mereka merasa dilecehkan dengan usulan itu. Padahal kalau mau sedikit rendah hati, mereka sebenarnya harus mengakui justru para hakimlah yang telah melecehkan profesi mereka sendiri.Semestinya para hakim menyambut baik usulan seleksi ulang hakim agung. Bahkan mereka sudah selayaknya mengusulkan seleksi ulang tak hanya pada hakim agung, tapi secara menyeluruh sampai tingkat hakim terendah. (Iin Yumiyanti/)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads