Siswa merasa aman dengan tidak punya kuota internet, karena ia tidak terbebani dengan seabrek tugas pembelajaran. Ketika ia mendapatkan kuota internet, maka ia harus belajar. Hal ini menjadikan problem tersendiri bagi sekolah. Coba refleksi sebentar, dari setiap pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru, berapa persen siswa yang mengikuti? Mampukah di atas 95 %? Sangat sulit. Lalu, ke mana yang lain?
Banyak di daerah pedesaan, partisipasi siswa mengikuti pembelajaran online (jarak jauh) masih di bawah 30%. Ketika siswa mengeluhkan tentang kuota, maka pemberian kuota gratis dapat menjadi solusi. Hanya saja pemberian kuota gratis bukanlah semata wayang solusi. Karena masih dijumpai siswa yang enggan menerima paket bantuan kuota dengan ujung alasan yaitu malas mengikuti pembelajaran.
Lalu bagaimana mengatasi hal itu? Ada salah satu model pembelajaran yang belum begitu dikenal, yaitu pembelajaran adaptif. Dalam praktiknya, pembelajaran ini mirip dengan pembelajaran yang dilakukan oleh guru les privat dari sisi pelayanan. Pembelajaran adaptif ini dapat dianggap sebagai jalan terakhir tatkala guru sudah berusaha untuk jemput bola dan memberikan motivasi kepada siswa untuk mengikuti pembelajaran, namun gagal.
Apa itu pembelajaran adaptif? Pembelajaran adaptif merupakan pembelajaran interaktif yang mana siswa diberikan petunjuk oleh guru, setelah guru menyediakan program pembelajaran secara adaptif yang disesuaikan dengan hasil dan kemampuan siswa selama proses pembelajaran.
Guru memberikan pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa setelah siswa diberikan evaluasi awal. Dari data evaluasi awal tersebut, guru memberikan pembelajaran yang disesuaikan.
Bagaimana kaitannya dengan respons siswa selama proses pembelajaran? Respons siswa belajar sangat berpengaruh. Karena guru memberikan materi yang selalu disesuaikan dengan tingkat responsnya. Jika siswa tersebut memberikan respons lambat, maka pembelajaran yang diberikan guru pun akan lambat. Sebaliknya, jika respons siswa cepat, maka pembelajaran yang diberikan guru akan cepat pula.
Dengan kata lain, proses pemberian instruksi pembelajaran (materi) disesuaikan dengan tingkat respons siswa bagaimana menanggapinya. Tujuan dari proses adaptif ini adalah agar transfer pengetahuan dapat terjadi seefisien mungkin. Belajar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh siswa.
Bagaimana implementasi di lapangan? Setelah sekolah mendata berapa siswa yang terkendala tidak bisa mengikuti pembelajaran online, maka bagi siswa yang beralasan kuota habis, pemberian kuota dari pemerintah sudah menjadi solusi. Tersisalah beberapa siswa yang mengalami keengganan belajar.
Nah, di sinilah pembelajaran adaptif dilakukan. Guru terlebih dahulu menyiapkan paket belajar yang disesuaikan dengan kemampuan siswa. Pihak sekolah mendatangi langsung atau menghubungi via seluler, tawaran program belajar yang sudah disiapkan. Siswa diberikan kebebasan memilih waktu belajar, materi, metode belajar, bahkan memilih guru yang diinginkan. Di sinilah peran sekolah benar-benar diuji. Mampukah sekolah mewujudkannya?
Bukan hal yang mudah tentunya, mendorong siswa yang enggan mengikuti pembelajaran online. Pada sebagian masyarakat pedesaan, banyak siswa pada jam sekolah justru bekerja bukan hanya membantu orangtua, namun sudah bekerja untuk mendapatkan upah. Hal ini menjadikan siswa lebih enggan lagi untuk belajar. Inilah yang menjadi problem sekolah menjadi lebih rumit.
Oleh karenanya, pembelajaran adaptif ini dapat menjadikan solusi terpadu bersama pemberian kuota belajar dari pemerintah. Apalah artinya manakala kuota dari pemerintah diberikan, namun siswa tidak merespons.
Tundung Memolo, M.Sc guru SMPN 3 Kepil Wonosobo
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini