Covid-19 telah mengubah kebiasaan masyarakat. Hal-hal yang tadinya lazim dilakukan, seperti bekerja di kantor, mengunjungi pusat perbelanjaan, atau hanya sekadar kumpul-kumpul keluarga seketika berubah begitu terjadinya pandemi. Perubahan kebiasaan ini pada gilirannya mempengaruhi aktivitas ekonomi secara agregat. Dengan pilihan bekerja dari rumah, maka konsumsi rutin masyarakat (BBM, tarif tol, makan siang) ikut turun. Aktivitas shopping yang bergeser menjadi online akhirnya meniadakan kebiasaan nongkrong di mall, sehingga pendapatan gerai makanan dan sentra bisnis lainnya pun ikut terdampak.
Bagi pembuat kebijakan, Covid-19 merupakan sebuah ujian besar yang harus dilalui. Respons kebijakan yang tepat perlu ditempuh agar dampak pandemi ini tidak menjerumuskan ekonomi ke dalam jurang resesi yang lebih dalam. Dengan formulasi instrumen kebijakan yang tepat dan antisipatif diharap dapat menekan dampak pandemi terhadap sendi-sendi perekonomian. Momen ini dapat menjadi kesempatan untuk kembali memikirkan bagaimana arah pembangunan bangsa ke depan.
Dalam konteks infrastruktur, periode pandemi ini barangkali adalah periode 'kelam' bagi pembangunan fisik. Bagaimana tidak, sebagian pembangunan infrastruktur menjadi tertunda dikarenakan ketakutan atas paparannya. Tingkat penularan Covid-19 yang cepat menghalangi aktivitas konstruksi yang cenderung membutuhkan banyak tenaga kerja.
Terhentinya aktivitas konstruksi akhirnya berdampak pada turunnya aktivitas sektor konstruksi. Transmisinya dapat dilihat pada bahan baku domestik yang tidak terserap, turunnya impor terutama bagi barang modal pendukung kontruksi, lapangan kerja sektor kontstruksi yang turun (dan berkontribusi terhadap angka pengangguran), serta manfaat ekonomi yang tertunda atas terlambatnya penyelesaian infrastruktur tersebut.
Namun demikian, rasanya perlu untuk melihat kembali bagaimana pentingnya infrastruktur dalam kerangka pikir yang lebih makro, agar semua pihak memahami keputusan untuk kembali membangun infrastruktur pada era pandemi ini adalah keputusan yang tepat.
Menjadi Kunci
Secara konseptual, infrastruktur menjadi kunci untuk mendorong aktivitas ekonomi. Dalam kondisi resesi, pembangunan infrastruktur menjadi motor penggerak ekonomi jangka pendek dari sisi demand melalui penciptaan lapangan kerja dan peningkatan konsumsi. Sementara dalam jangka panjang infrastruktur mendorong sisi supply melalui peningkatan kapasitas produksi serta perbaikan arus barang dan jasa, sehingga tercipta efisiensi ekonomi.
Pada masa pandemi, infrastruktur juga diperlukan untuk mendorong penanganan kesehatan. Infrastruktur layanan kesehatan adalah kunci dari tersedianya layanan penanganan ketika pandemi. Layanan kesehatan berbasis online ikut membantu penanganan pandemi dari sisi akses dan literasi melalui penyajian informasi. Sebaliknya ketersediaan infrastruktur yang terbatas akan menjadi penghambat bagi penyelesaian pandemi ini.
Namun, tidak semua jenis infrastruktur dapat menjadi winner pada era pandemi. Statistik menunjukkan bahwa sektor transportasi terdampak negatif dikarenakan Covid-19. Di Amerika, indeks beban kendaraan berat (truck tonnage index) mengalami penurunan sebesar 12,2 persen (April, 2020). Beberapa pabrik kendaraan berat juga mengalami penutupan sehingga berdampak pada pemberhentian ribuan pekerja di Mississipi.
Aktivitas penerbangan global juga mengalami penurunan drastis dikarenakan masyarakat penutupan perbatasan antarnegara dan kecenderungan untuk tidak melakukan perjalanan jauh. Studi World Bank (2020) menemukan bahwa pasca Covid-19 terjadi pergeseran tren penggunaan moda transportasi dari mobil dan kendaraan umum menjadi sepeda. Di Indonesia, tren penggunaan sepeda pun ikut meningkat yang dibuktikan dengan booming-nya penjualan sepeda di beberapa platform penjualan online.
Di sisi lain, penggunaan infrastruktur Information and Communications Technology (ICT) justru meningkat drastis dengan adanya tren working from home (WFH) serta meningkatnya aktivitas ekonomi digital. Hal ini semakin menguatkan pernyataan bahwa perubahan perilaku di masyarakat akibat pandemi sedang terjadi.
Memetakan Kembali
Dalam merespons hal tersebut, perlu untuk kembali memetakan jenis infrastruktur apa saja yang strategis dalam merespons dampak pandemi ini secara tepat. Jika melihat dari perspektif kesehatan dan ekonomi, maka dapat disimpulkan bahwa jenis infrastruktur yang prioritas untuk dibangun adalah yang memiliki daya dukung bagi ekonomi dan berkontribusi terhadap penanganan Covid-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka dari itu, infrastruktur sosial dan infrastruktur berbasis ICT menjadi krusial untuk terus dilanjutkan pembangunannya. Infrastruktur sosial seperti rumah sakit, puskesmas, dan tempat tinggal perlu menjadi perhatian khusus, terutama dalam masa penanganan pandemi; masyarakat sangat membutuhkan layanan dan akses kesehatan, sementara tempat tinggal menjadi kunci untuk terhindar dari penularan akibat risiko berkerumun. Pembangunan rumah sakit khusus darurat di Pulau Galang perlu diapresiasi, sebagai upaya pemerintah dalam menangani pandemi ini secara serius. Namun, perlu menjadi catatan dari sisi keterjangkauannya.
Infrastruktur berbasis ICT menjadi krusial agar masyarakat tetap produktif dalam bekerja, memperoleh layanan publik yang lebih baik, dan tetap terintegrasi dalam aktivitas ekonomi berbasis digital. Dengan adanya internet, masyarakat dapat tetap produktif bekerja meskipun tidak di kantor, anak-anak tetap dapat mengenyam pendidikan meskipun tidak di dalam kelas, dan aktivitas ekonomi tetap bisa berlangsung tanpa harus bertatap muka. Pembangunan jaringan serat optik nasional melalui Palapa Ring juga perlu untuk terus didorong agar akses masyarakat untuk telekomunikasi semakin baik.
Adapun tantangan dalam pembangunan infrastruktur saat ini ada pada sisi pendanaan dan skala prioritas. Dengan lesunya perekonomian global, para investor akan mengevaluasi keputusan investasi yang akan dilakukan. Di sisi pemerintah, adanya kebijakan realokasi anggaran untuk pemulihan ekonomi nasional ikut mempengaruhi jadwal pembangunan proyek infrastruktur yang semestinya dapat dimulai pada tahun ini. Dengan keterbatasan pendanaan yang ada, perlu dilakukan reprioritisasi jenis proyek yang akan dibangun sehingga beban pembangunan tidak terlalu besar dan tidak menjadi fiscal burden pada masa mendatang.
Fino Valico Waristi Analis Muda Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan
(mmu/mmu)