Selama 5 bulan wabah melanda jelas membuat kondisi ekonomi masyarakat terdampak. Berdasarkan data Bank Indonesia, kondisi PDB Nasional Triwulan I - 2020 tumbuh 2.9%, dibandingkan dengan 2019 (5.07%) dan kemungkinan pada Triwulan II menjadi -4.3%. Kondisi ini dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi yang buruk dan menurunnya kemampuan daya beli masyarakat.
Menurut Kementerian Ketenagakerjaan, sampai Juni 2020 sebanyak 2,9 juta pekerja telah dirumahkan dan terkena PHK dengan rincian sebanyak 1,7 juta pekerja sudah terdata dan sisanya 1,2 juta masih dalam proses validasi. Dari 1,7 juta pekerja, sekitar 21% merupakan pekerja sektor formal ter-PHK dan sisanya dirumahkan termasuk sektor UMKM yang terdampak. Hal ini merupakan imbas dari menurunnya tingkat pendapatan perusahaan dan bahkan bisa minus, namun di sisi lain biaya operasional yang tetap tinggi. Beberapa sektor perusahaan yang terdampak seperti hotel dan hiburan, akomodasi, konstruksi dan real estate, sampai pada bisnis ritel
Okupansi Turun
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama 5 tahun terakhir, tingkat okupansi ritel terutama di Jakarta mengalami penurunan. Menurut laporan Cushman and Wakefield's Research Publication 2020, pada 2016 sampai 2017 tingkat okupansi rata-rata 84% dan pada 2017 sampai Q1 - 2020 tingkat okupansi rata-rata menurun menjadi 80%. Hal tersebut juga linear dengan penurunan harga sewa rata-rata. Pada 2016 harga sewa Rp 950 ribu (m2/bulan) dan mengalami penurunan harga sewa sekitar 5-8% (yoy) dan pada Q1 - 2020 harga sewa rata-rata menjadi Rp.650 ribu (m2/bulan).
Sejak dimulainya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), semua pusat ritel mempersingkat waktu operasional atau menutup, kecuali hanya pengecer penting yang tetap buka. Selain itu imbasnya beberapa progres konstruksi proyek ritel tidak pasti dengan pembangunan dihentikan.
Karena kondisi yang tidak menentu, penyewa ritel tengah berjuang dengan menjaga arus kas untuk membayar sewa. Demikian juga sektor ritel seperti fesyen, hiburan, dan layanan penyajian makanan (F&B) mengalami kondisi sulit akibat wabah, dan beberapa telah menutup toko mereka baik sementara atau selamanya.
Pemilik pusat perbelanjaan dapat menawarkan kerja sama dengan penyewa melalui beberapa kebijakan seperti penangguhan sewa sampai jangka waktu yang disepakati, memperpanjang masa sewa dan pengurangan biaya sewa, service charge, dan lainnya.
Namun di sisi lain, beberapa sektor ritel mengalami peningkatan permintaan, seperti grosir, kebutuhan rumah tangga, produk perawatan, sampai pada hiburan yang semuanya dilakukan melalui digital (online). Tidak dipungkiri, aktivitas jual-beli melalui digital akan terus meningkat bahkan menjadi main tools bagi pengusaha ritel untuk mempermudah kegiatan pemasaran dan penjualan.
Keberadaan restoran bisa jadi tidak terlalu dibutuhkan ke depannya; kebiasaan dine in akan berkurang, dan mungkin tidak sepenuhnya beroperasi untuk sementara waktu. Kondisi ini menyebabkan konsumen lebih memilih makanan frozen atau siap masak yang dapat dikonsumsi dengan murah, aman, dan efisien.
Selain itu, dengan kondisi kurva penyebaran Covid-19 yang belum melandai dan berlakunya penerapan PSBB, beberapa industri merasa sangat khawatir seperti bisnis hiburan bioskop. Ke depannya sektor industri hiburan seperti bioskop harus menyiapkan strategi karena akan berkompetisi dengan perusahaan penyedia konten video streaming dengan jumlah belasan juta pelanggan yang bertambah secara global saat wabah ini terjadi
Beberapa Strategi
Kondisi saat ini memaksa bisnis ritel untuk segera beradaptasi, baik dari segi pasokan dan permintaan. Sebagai salah satu stakeholder dalam bisnis ini, pemilik ritel harus membuat quick win program agar bisnisnya dapat bertahan. Beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh pemilik ritel antara lain; pertama, mentransformasikan organisasi bisnis lebih ramping dan efisiensi biaya operasional (terutama pada bisnis ritel yang semakin mudah dipasarkan melalui saluran online).
Kedua, memitigasi risiko terhadap gangguan supply chain, dan juga memperluas pasokan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Bahkan pengusaha ritel dapat melalukan aksi korporasi seperti merger dan akuisisi, bahkan divestasi. Hal tersebut dilakukan sebagai strategi untuk meningkatkan kinerja selama masa sulit ini.
Pandemi Covid-19 tidak ada akhir yang jelas; ini adalah momen kritis bagi pengusaha ritel untuk beradaptasi dan bertahan sehingga diharapkan bisnis dapat berkelanjutan. Selain itu, diperlukan perencanaan yang cermat dan alternatif skenario baik dalam jangka pendek, menengah, atau panjang.
Daniel Futuchata Falachi analis Bisnis di PT HK Realtindo
(mmu/mmu)