Waktunya telah tiba di DKI Jakarta untuk berlakunya kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik, mulai 1 Juli lalu. Setelah Pergub No. 142 Tahun 2019 mulai berlaku pada akhir 2019 lalu, enam bulan kemudian kantong belanja sekali pakai resmi dilarang. Kebijakan ini berlaku untuk toko swalayan dan setiap pedagang di pusat perbelanjaan. Kantong belanja plastik tidak boleh disediakan; setiap transaksi diharuskan menggunakan kantong belanja ramah lingkungan. Yang masih diperbolehkan adalah kemasan plastik transparan (misalnya untuk daging), sampai ada bahan pengganti yang lebih ramah lingkungan.
Kebijakan ini bukan tanpa persiapan. Enam bulan sejak diberlakukannya Pergub tersebut menjadi masa persiapan bagi pedagang maupun pelanggan. Juga, kesadaran umum (common sense) mengenai tidak idealnya kantong plastik pun telah berlangsung lama, mulai dari diskursus, kampanye, hingga kebijakan. Pada 2016, 23 kota di Indonesia sempat melakukan uji coba kantong plastik berbayar pada momentum Hari Peduli Sampah Nasional, walaupun tiga bulan kemudian berakhir dan banyak di antaranya tidak diteruskan.
Sedangkan kampanye untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai telah banyak digaungkan oleh berbagai komunitas lingkungan maupun institusi. Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik dan Zero Waste Indonesia mungkin telah dikenal masyarakat sebagai komunitas lingkungan yang fokus pada isu sampah plastik. Yang umum jadi objek kampanye adalah kantong belanja dan botol plastik, juga sedotan plastik yang mulai marak dua tahun belakangan.
Tahun lalu, 49 organisasi dan komunitas bersama ribuan masyarakat di berbagai kota di Indonesia turun dalam Pawai Bebas Plastik dalam Car Free Day, Minggu, 21 Juli 2019. Pawai tersebut menjadi kristalisasi tuntutan penyelesaian masalah sampah plastik. Walaupun kita harus memahami kompleksitas persoalan plastik dan peran besarnya dalam industri saat ini.
Menjadi Momok
Bukan perjalanan yang singkat hingga plastik menjadi momok dan dianggap tidak ramah lingkungan. Sejak ditemukan oleh Alexander Parkes pada abad ke-19, plastik mengalami banyak inovasi hingga banyak digunakan untuk keperluan Perang Dunia II, yang kemudian setelah perang inilah akhirnya plastik menjadi populer. Kantong plastik sendiri ditemukan pada 1959, yang ketika itu menjadi terobosan karena menggantikan kantong kertas yang dianggap menghabiskan pohon.
Menjadi barang populer di masyarakat, tetapi pada perkembangannya kantong plastik maupun produk plastik lainnya menjadi barang sekali pakai. Setelah dibuang, masalah terjadi pada pengelolaan sampah. Besarnya porsi sampah plastik dan sedikitnya sampah yang didaur ulang menyebabkan sampah plastik menumpuk dan berakhir di lautan. Bukan hal baru, sampah plastik pertama telah ditemukan di lautan pada 1965 di perairan Irlandia.
Sekalipun sampah plastik telah ditemukan mencemari lautan, produksi dan penggunaan kemasan berbahan plastik tidak berkurang, karena bagaimanapun plastik telah terbukti sebagai bahan yang elastis, praktis, dan murah. Sifat ini yang tidak tergantikan hingga sekarang. Plastik memudahkan pengangkutan dan melindungi dari basah.
Sampah plastik yang menumpuk semakin parah. Tidak hanya tergenang di lautan, tetapi juga berdampak pada kehidupan hayati di laut. Mungkin sudah tidak asing berita mengenai penyu dan paus yang ditemukan memakan plastik, atau kuda laut yang terjerat sedotan plastik. Dan, fakta ini yang juga tidak bisa disangkal: plastik bertahan secara natural selama 100-500 tahun.
Hal ini yang kemudian menjadikan kantong belanja kertas kembali menjadi alternatif pengganti kantong plastik --walaupun dulunya justru digantikan oleh kantong plastik. Soal dampak sampahnya dan keberlanjutan menjadi alasan. Dalam perkembangan terbaru, muncul inovasi baru seperti kantong elastis berbahan pati jagung dan singkong yang dengan mudah terurai secara alami. Begitu juga pada sedotan.
Namun persoalan plastik tidak selesai pada kantong belanja, sebagaimana wilayah atur Pergub 142/2019 yaitu tentang kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan. Maka apakah persoalan sampah plastik adalah tentang kantong belanja plastik sehingga peraturan ini signifikan?
Penelitian dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI pada Desember 2019 menunjukkan sampah yang mengalir ke Teluk Jakarta masih didominasi styrofoam. Sampah yang signifikan lainnya di samping kantong plastik adalah sedotan plastik dan kemasan (sachet).
Melihat fakta plastik yang menjadi masalah signifikan pada lingkungan dan hayati lain, tampaknya sudah tepat segala upaya mengurangi penggunaan plastik, di samping bergunanya bahan ini untuk berbagai aktivitas manusia. Namun perlu diakui bahwa kebijakan pelarangan kantong plastik belum menyentuh semua persoalan sampah plastik.
Melihat Data
Bagaimanapun, telah diterapkannya kebijakan pelarangan kantong plastik ini harus diapresiasi. Jeda yang berlarut sejak uji coba kantong plastik berbayar (2016) hingga pelarangan baru bisa diterapkan sekarang membuktikan kompleksnya persoalan industri plastik. Jakarta bukan yang pertama; sebelumnya sudah ada Banjarmasin, Balikpapan, dan Bogor yang menerapkan kebijakan serupa. Dengan harapan, bisa diikuti kota-kota lainnya.
Kebijakan menjadi poin penting. Tahap selanjutnya, pasar maupun masyarakat harus mendukung dan melaksanakan ketentuan ini. Kebijakan harus diikuti oleh manajemen produksi dan sampah pada industri plastik, dan ditunjang oleh kebiasaan masyarakat.
Pada suatu upaya, kita akan merasa berdampak atau tidak setelah melihat data. Penelitian Jenna Jambeck dari University of Georgia pada 2015 pernah menyatakan Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik terbesar ke-2 di dunia, dan pernyataan dalam data tersebut yang sudah umum diketahui masyarakat. Namun belum ada data terbaru lagi, dan beberapa kalangan termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan merasa harus membuat data yang akurat dengan parameter yang lebih jelas soal sampah plastik ini. Tentu, perkembangan data yang akurat diperlukan untuk melihat keberhasilan kebijakan --di Jakarta maupun kota-kota lainnya.
Dari sisi gerakan masyarakat, berbagai komunitas tidak berhenti menyuarakan pentingnya mengurangi penggunaan plastik dan mengelola sampah dengan baik. Pawai Bebas Plastik diadakan kembali pada 25-26 Juli lalu. Walaupun secara daring, namun berbagai urgensi tetap ada. Untuk penggunaan plastik yang meningkat selama pandemi, juga dalam rangka #PlasticFreeJuly, sebuah gerakan global bebas plastik yang dipelopori di Australia pada 2011.
Tidak lupa, dalam peta jalan pengurangan sampah yang dirilis Kementerian LHK pada Desember 2019, sebagian besar produk plastik dalam industri sudah tidak boleh beredar pada 2030 di seluruh Indonesia. Sebuah jalan panjang, tetapi karena itu, sekali lagi kita dan berbagai pihak bisa mempersiapkan.
Abiyyi Yahya Hakim relawan kampanye Pawai Bebas Plastik 2020