Wabah Covid-19 telah melanda Indonesia selama lima bulan terakhir ini. Berbagai aktivitas publik menjadi terbatas sebagai upaya untuk menekan penyebaran Covid-19 di tengah-tengah masyarakat. Meski saat ini memasuki adaptasi kebiasaan baru (AKB), pembatasan aktivitas publik di ruang publik masih dilakukan. Setidaknya, kegiatan dengan protokol kesehatan mutlak diterapkan.
Dampak penyebaran wabah Covid-19 ini langsung maupun tak langsung menimpa anak-anak di Indonesia. Kesehatan fisik dan mental anak di masa pandemi jika tidak diwaspadai akan menjadi bom waktu yang akan mengganggu tumbuh kembang anak-anak.
Data Gugus Tugas Covid-19 hingga awal Juli lalu mengungkapkan sebanyak 40 anak (di bawah usia 18 tahun, mayoritas usia balita), meninggal dunia akibat paparan Covid-19. Angka ini, menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) setara dengan 1,7% dari total angka kematian akibat Covid-19 yang termasuk tertinggi di Asia bahkan dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, sepanjang masa pandemi Maret-Mei lalu, sebanyak 83,9% layanan imunisasi bagi anak-anak seperti di Posyandu dan Puskesmas tidak terlaksana. Secara terperinci, pada Maret lalu, angka imunisasi menurun hingga di angka 53.558 anak dibanding periode yang sama pada tahun lalu. Pada April lebih fantastis angka penurunannya, yakni sebesar 245.661 anak dibanding periode yang sama tahun lalu.
Masalah lainnya, akibat Covid-19 yang sejak Maret lalu menimpa Indonesia juga telah mengubah kebiasaan anak-anak. Kegiatan belajar yang sebelumnya dilaksanakan di sekolah, selama lima bulan terakhir ini dilakukan secara dalam jaringan (daring). Pembelajaran melalui daring bukan tanpa soal. Selain memberatkan orangtua dengan penyediaan kuota internet, dalam titik tertentu pembelajaran daring direduksi dengan tugas sekolah yang menumpuk.
Selain itu, interaksi anak-anak dengan usia sebayanya juga menjadi terbatas. Interaksi antaranak selama pandemi Covid-19 ini berubah. Anak-anak nyaris selama 24 jam berinteraksi dengan keluarga di rumah. Meski, di kondisi tertentu, kelompok masyarakat yang berada di pemukiman padat penduduk, gambaran seperti tersebut di atas tidak sepenuhnya terjadi.
Kesehatan Fisik
Pandemi Covid-19 yang terjadi Indonesia dalam lima bulan terakhir ini memberi dampak serius bagi kesehatan fisik anak Indonesia. Selain terbatasnya aktivitas motorik anak-anak selama pandemi ini, sebagaimana disebut di awal, penurunan angka anak-anak yang melakukan imunisasi jelas mengkhawatirkan.
Sejumlah antivaksin yang sifatnya wajib diberikan anak-anak di usia balita seperti BCG, Hepatitis A, Hepatitis B, polio, DPT, campak, MMR, Tifoid, Varisela, dan lain-lain akan menimbulkan masalah serius di kemudian hari jika anak-anak tidak secara tertib dan teratur dalam pemberian antivaksin. Meski, dalam konteks tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan beleid yang isinya mengenai pelaksanaan imunisasi dengan menggunakan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 seperti Surat Edaran Dirjen P2P Nomor SR.02.06/4/ 1332 /2020 Pelayanan Imunisasi pada Anak selama Masa Pandemi Covid-19.
Masalah lainnya, menurunnya pendapatan keluarga akibat pandemi ini juga memberi dampak turunan bagi pemenuhan asupan gizi bagi anak-anak. Kurangnya makanan bergizi tentu akan memberi dampak terhadap tumbuh kembang anak-anak.
Selain masalah tersebut, aktivitas fisik anak-anak selama masa pandemi ini juga berkurang drastis. Berkurangnya aktivitas fisik anak ini ironisnya diikuti dengan aktivitas permainan daring, seperti penggunaan gawai secara berlebihan. Selain akan mengganggu aktivitas motorik, penggunaan gawai yang berbasis elektronik secara berkelamaan tentu akan memberi dampak pada kesehatan mata bagi anak-anak.
Meski, belakangan sejak satu bulan terakhir ini, tepatnya sejak penerapan AKB, sejumlah tren muncul di tengah masyarakat seperti aktivitas gowes sepeda yang tidak sedikit juga diikuti oleh anak-anak.
Tren lainnya yang juga muncul saat AKB ini, maraknya permainan layang-layang yang belakangan menjamur bagi anak-anak. Tren ini ibarat buah simalakama; dari sisi aktivitas anak-anak tentu positif karena mengkondisikan anak untuk bergerak, namun di sisi lain tren ini juga menyimpan risiko mengenai pengabaian protokol kesehatan seperti physical distancing.
Kesehatan Mental
Selain masalah kesehatan fisik anak yang terdampak akibat pandemi ini, kesehatan mental anak-anak di masa pandemi ini juga tak kalah serius. Aktivitas fisik anak memiliki korelasi kuat dengan kesehatan mental anak.
Aktivitas belajar yang mengandalkan fasilitas internet dalam kenyataannya menyimpan masalah serius bagi anak-anak. Pola pengajaran daring yang hingga saat ini belum menemukan format idealnya, menjadikan anak-anak justru terbebani dengan berjibunnya tugas sekolah. Alh-alih terjadi transformasi materi pembelajaran dengan baik, justru meningkatkan stres anak.
Kondisi tersebut diperparah dengan kurangnya aktivitas fisik selama masa pandemi, khususnya saat pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah sepanjang Maret-Mei lalu. Kurangnya aktivitas fisik bagi anak-anak juga menjadikan pola tidur anak menjadi terganggu.
Pandemi Covid-19 juga memberi dampak atas relasi dalam rumah tangga. Data di sejumlah daerah mengonfirmasi angka perceraian meningkat selama masa pandemi. Ironisnya lagi, selama masa pandemi juga terungkap meningkatnya praktik kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Data Komnas Perempuan mengungkap, sejak awal pandemi hingga pertengahan April lalu, laporan mengenai kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan sebanyak 204 laporan melalui surat elektronik, 268 melalui telepon dan 62 melalui surat.
Persoalan keluarga baik KDRT maupun perceraian selama pandemi yang rata-rata dipicu oleh persoalan ekonomi ini secara langsung akan memberi dampak kesehatan mental bagi anak-anak. Masa emas anak-anak yang semestinya dilalui bersama-sama kedua orangtuanya terlewatkan akibat KDRT maupun perceraian.
Persoalan kesehatan fisik dan mental yang berpotensi terjadi pada anak-anak ini akibat pandemi Covid-19 ini sungguh mengkhawatirkan kita semua. Satu dasawarsa ke depan sebagai momentum bonus demografi di Indonesia bisa saja menjadi terganggu akibat terdampak Covid-19 ini dengan berbagai carut marut yang muncul khususnya di sektor kesehatan bagi anak-anak.
Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli ini menjadi momentum tepat untuk merefleksikan persoalan di depan mata khususnya yang menimpa anak-anak Indonesia imbas pandemi Covid-19 ini. Anak-anak Indonesia harus dipastikan menjemput masa depannya dengan gemilang.
Tugas bersama pemerintah, masyarakat, dan orangtua harus dikuatkan untuk mengantarkan anak-anak pada gerbang kesuksesan. Pengorbanan anak-anak selama masa pandemi ini harus kita bayar dengan komitmen bersama untuk memastikan anak-anak tetap sehat secara fisik dan mental. Tujuannya agar pandemi ini tidak menjadi bom waktu masalah kesehatan bagi anak-anak di waktu mendatang. Selamat Hari Anak Nasional 2020!
Okky Asokawati Ketua DPP Bidang Kesehatan Partai NasDem, Anggota Komisi Kesehatan DPR Periode 2014-2019